GAZA (Arrahmah.com) – Dengan rasa sakit dan kepahitan yang mendalam ia bertanya, ketika air matanya jatuh di pipinya bak hujan deras mengguyur tanah. Ia menangis dengan memegang sisa-sisa tas dan buku-buku sekolah di tangannya. Ia bertanya, “Akankah Israel pembunuh anak kecilku, separuh dari hatiku, menemukan jalan agar mereka diadili, atau mereka akan bertahan dengan kejahatan mereka tanpa hukuman, seperti biasa? Aku berharap mereka akan diadili, atau melakukan keadilan, yang komunitas internasional berbicara begitu dengan berlebih-lebihan, HANYA berlaku di Libya dan Sudan tetapi ketika Israel pembunuh di luar jangkauan keadilan mereka?”
Ini adalah kata-kata yang jelas dan sederhana ungkapan seorang ibu yang sedang berduka karena anaknya, Ayub Useila (12) yang baru saja terbunuh di Gaza oleh rudal Israel-Amerika pada Ahad lalu (11/3/2012), ia menuntut keadilan kepada mereka yang bergelut di Badan Hukum Internasional, yang selalu mengusung kata-kata keadilan, keamanan, kesejahteraan, kemanusiaan dan sebagainya yang selalu mereka bicarakan dengan berlebih-lebihan, tetapi diam ketika Israel melakukan kejahatan kemanusiaan.
Tubuh Ayub tercabik-cabik menjadi potongan-potongan kecil hingga sulit untuk dikumpulkan karena ledakan yang dahsyat yang menyebabkan daging-daging tubuh Ayub yang berkeping-keping terbang ke udara hingga tersangkut di pohon-pohon. Sementara sepupunya terluka parah dalam serangan yang keji itu.
Para penjahat Israel yang haus darah dan buta tidak dapat membedakan antara para pejuang yang bersenjata dan membawa roket – yang mereka klaim bahwa mereka hanya menargetkan para pejuang yang membawa roket – dengan anak-anak yang membawa tas sekolah dalam perjalanannya ke Sekolah. Sederhana, sama seperti para penjahat internasional lainnya (Amerika dan sekutu-sekutunya) lakukan terhadap negara kaum Muslimin, Israel bernafsu sama sebenarnya ingin membantai semua penduduk Muslim termasuk anak-anak, wanita, orangtua yang tak berdaya.
Beberapa tahun lalu, Ibunda Ayub telah kehilangan dua anaknya akibat kekejaman Israel lainnya lewat serangan udara. Setiap tahun, ia kehilangan seorang anaknya.
“Ini adalah bencana, sebuah malapetaka,” kata Ibunda Ayub.
“Pagi itu, seperti biasa, Ayub mengemas tasnya dan pergi ke sekolah membawa sepotong rotu dengan kentang di tangannya. Beberapa menit setelah ia pergi. Aku mendengar ‘Zannaneh’, sebuah Apache Israel, menembakkan rudal ke jalan yang digunakan para siswa saat pergi ke sekolah. Aku berlari ke jalan itu untuk mencari anakku yang baru saja pergi. Ia telah meninggal, ia menjadi sasaran rudal Israel. Tasnya terlempar puluhan meter dan potongan-potongan kecil tubuhnya tersebar di sekitar tempat itu. Sisa-sisa tubuhnya menjadi potongan-potongan kecil di dahan-dahan pohon dan sepotong roti dan kentang bertebaran di tanah. Ia telah terbunuh sebelum ia dapat memakan sarapannya”.
Banyak anak di Gaza telah terbunuh oleh rudal-rudal Israel dan banyak lainnya yang mengalami luka serius, mereka tiba di rumah sakit bukan rumah atau sekolah. Mereka yang selamat namun terluka, banyak dari mereka yang menderita kesakitan, trauma dan ketakutan untuk bertahan hidup.
Ibunda Ayub menerima jenazah anaknya dalam bentuk potongan-potongan kecil daging tubuh Ayub yang telah dikumpulkan dalam sebuah plastik. Ini adalah ketiga kalinya Ibunda Ayub menerima jenazah anak-anaknya yang telah menjadi potongan-potongan kecil akibat rudal-rudal Israel.
Selama pemakaman Ayub, ia bersikeras menaruh sisa-sisa buku-buku Ayub, potongan roti dan kentang bersama jenazah Ayub.
Ketika Israel melanjutkan tindakan kejahatannya tanpa hambatan, banyak para ibu di Gaza menjadi ketakutan setiap harinya, takut jika anak mereka tidak akan kembali selamat ke rumah.
Kejahatan Israel akan terus berlanjut tanpa peradilan atau hukuman dari hukum yang mereka usung mejadi “hukum internasional”. Para pejabat dunia yang tunduk terhadap hukum “internasional” hanya sebatas mengeluarkan kata-kata kutukan sebagai pemanis bibir mereka dan surat-surat perjanjian palsu. Namun sebenarnya mereka tak berdaya di hadapan Israel yang didukung Amerika dan sekutu-sekutunya.
Setiap hari para ibu, anak-anak, gadis, pemuda, orang-orang tua di Palestina terancam nyawa mereka. Invasi Israel beberapa tahun lalu telah menjadi pengalaman yang pahit bagi kaum Muslimin di Palestina terkhusus di Jalur Gaza dan bagi seluruh kaum Muslimin di dunia. Dan itu akan terus berlangsung hingga akhir zaman.
Kaum Muslimin di Palestina menyeru kepada seluruh kaum Muslimin di dunia untuk bertindak dan memberikan dukungan baik dengan jiwa dan harta dan do’a bukan bergantung pada putusan “hukum internasional”. Dimana para pejabatnya adalah orang-orang yang sering mempromosikan keamanan, keadilan, kesejahteraan, kemanusiaan, “anti-terorisme”, dan sebagainya, namun mereka adalah orang-orang yang hanya akan diam bak patung tak bernyawa ketika Israel-Amerika membantai kaum Muslimin. (siraaj/arrahmah.com)