(Arrahmah.com) – Kasus pembunuhan sadis yang menimpa ayah dan anak di Bojonggede, Bogor (Rabu, 18/7/2012) sungguh mengejutkan publik. Bukan hanya karena cerita tragisnya, melainkan karena salah satu pelaku tindakan sadis tersebut adalah remaja berusia 14 tahun.
Menanggapi peristiwa pembunuhan sadis teresbut, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menegaskan; faktor utama yang menyebabkan sang anak melakukan tindakan keji tersebut adalah faktor ekonomi, meski masih ada faktor-faktor yang lainnya. (Kompas.com, jum’at 20/7/2012). Dari kenyataannya, anak itu adalah orang miskin. Anak itu bisa melakukan tindakan sadis karena faktor ekonomi. Kebetulan si A ini anak pemulung. Menurut pengalamannya pula, selain faktor ekonomi, faktor lain yang mempengaruhi anak melakukan tindakan sadis adalah ketergantungan narkoba dan kesenjangan sosial yang tinggi di Masyarakat.
Melihat hal tersebut, ia meminta ketiga faktor itu turut menjadi pertimbangan pihak kepolisian dalam memproses kasusnya. “Anak ini justru harus ditempatkan sebagai korban. Polisi harus hati-hati menerapkan pasal kepada si anak. Hukuman berat harus diberikan ke orang-orang dewasa yang memengaruhi sang anak karena mereka melakukan tindakan perencanaan,” lanjutnya. Karena sang anak harus ditempatkan dalam perspektif korban, Arist menyarankan pihak kepolisian untuk menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak untuk menjerat anak pelaku pembunuhan. Sementara itu, untuk orang dewasa, mereka bisa menggunakan pidana tentang pembunuhan berencana. “Polisi tidak bisa menggunakannya kepada anak 14 tahun itu pakai Pasal 340, harus pakai Undang-Undang Perlindungan Anak atau bisa pakai Undang-Undang Pencurian Disertai Tindak Kekerasan. Yang bisa dikenakan Pasal 340 adalah orang dewasa pemilik order itu,” lanjutnya.
Remaja dan Lingkungannya
Fase remaja adalah periode kehidupan manusia yang sangat strategis, penting dan berdampak luas bagi perkembangan berikutnya. Saat perkembangan inilah peran keluarga sangat di perlukan, karena pengawasan/kontrol diri dari orang tua akan sangat membantu perkembangan anak untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Usia remaja adalah masa dimana perkembangan antara masa anak-anak dan dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik serta perkembangan kognitif (kemampuan berpikir) dan sosial. Pada masa remaja banyak sekali perubahan yang terjadi pada diri anak, baik segi psikis maupun fisiknya. Dalam segi psikis bayak teori-teori perkembangan yang memaparkan ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan pada lingkungan. Jika tidak diwaspadai, perubahan-perubahan itu akan berdampak negatif pada remaja.
Menelaah dari kasus pembunuhan ini selain faktor ekonomi yang paling mengedepan sehingga kasus pembunuhan ini terjadi, adalah faktor lingkungan sangat berperan sehingga pembunuhan ini terjadi. Lingkungan adalah tempat perkembangan sosial, dan pada fase inilah saatnya remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain (social cognition) dan menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, misalnya sama hobi, minat, sikap, nilai-nilai, dan kepribadiannya.
Perkembangan sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat. Misalnya dalam hal pendapat, pikiran, nilai-nilai, gaya hidup, kebiasaan, kegemaran, keinginan, dan lain-lainnya. Dalam kasus pembunuhan ini terlihat si pelaku memiliki banyak teman, bukan tidak mungkin pengaruh dari teman yang membuat si pelaku terjerumus.
Perkembangan kesadaran beragama sangat diperlukan dalam fase perkembangan remaja. Keteguhan Iman dan hati adalah penentu perilaku dan perbuatan seseorang. Bagaimana perkembangan spiritual ini terjadi pada psikologi remaja? Sesuai dengan perkembangannya kemampuan kritis psikologi remaja hingga menyoroti nilai-nilai agama dengan cermat. Mereka mulai membawa nilai-nilai agama ke dalam kalbu dan kehidupannya. Tetapi mereka juga mengamati secara kritis kepincangan-kepincangan di masyarakat yang gaya hidupnya kurang memperdulikan nilai agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan perilaku amoral lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan spiritual remaja mengalami benturan-benturan dan ujian. Ketika salah sedikit saja bertindak akan berakibat fatal.
Kasus kejahatan dan solusinya
Kasus-kasus kejahatan yang melibatkan anak-anak (usia kurang dari 18 tahun) semakin marak, baik kuantitasnya yang semakin banyak, juga kualitas kejahatannya yang semakin keji. Dalam persepsi hukum positif saat ini, yakni UU perlindungan Anak, anak didefinisikan mereka yang berusia kurang dari 18 tahun.
Definisi ini sejatinya bertentangan dengan fakta di lapangan. Terbukti saat ini usia 14-18 tahu itu sudah membentuk sosok tak ubahnya seperti orang dewasa, karena memang mayoritas usia inilah –bahkan lebih rendah lagi, telah mengalami pubertas sebagai tanda-tanda peralihan dari masa anak-anak menjadi dewasa. Sangat salah jika memposisikan mereka sebagai anak-anak, sehingga setiap perilakunya ditoleransi. Berlaku kejahatanpun dibela dengan memposisikan mereka sebagai korban. Karena itu, definisi anak tidak relevan. Bersikap lunak terhadap anak perilaku kriminal hanya akan menularkan efek buruk terhadap anak lain, yang akan bisa melakukan yang serupa atau bahkan lebih buruk.
Adapun kondisi yang melatarbelakangi kejahatan anak seperti yang disebutkan di atas, seperti himpitan ekonomi, rendahnya pendidikan, kurangnya perhatian orang tua dll, bisa dituntaskan oleh negara dengan mekanisme penerapan sistem yang mampu memenuhi itu semua. Bukan dengan menghukum ringan pelaku kejahatan, atau bahkan memaafkannya sama sekali.
Bagaimana Islam dengan tegas memisahkan kategori anak dan dewasa, yakni ditandai dengan masa pubertas/baligh. Tanda-tanda baligh itu antara lain itu ihtilam (mimpi basah) bagi laki-laki, atau haid bagi perempuan, serta perubahan fisik lainnnya. Bagi yang belum baligh, dan jika melakukan tindak kriminal, orangtuanya yang dikenai sanksi, sementara anaknya yang melakukan tindak kriminal harus dibina/dididik. Bagi anak yang telah baligh konsekuensinya adalah taklif/pembebanan hukum syara’ sudah berlaku. Termasuk ketika melakukan tindak kejahatan, dihukum setimpal.
Negara harus menciptakan sistem yang mampu menyiapkan anak, saat ketika baligh harus sudah siap memikul beban hukum, sehingga bisa memilih dan memilah mana tindakan terpuji/kebaikan, dan mana tindakan tercela/kejahatan, sehingga tercegah menjadi pelaku kriminal.
Keluarga, masyarakat dan negara bertanggung jawab terhadap kriminalitas yang dilakukan anak-anak. Tingkat tanggung jawabnya bertambah dan puncaknya berada di negara. Menyerahkan pendidikan anak kepada keluarga saja belum cukup, apabila masyarakat dan negara tidak menerapkan aturan dan sanksi untuk melindungi anak-anak dari tindak kejahatan dan berbuat jahat.
Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang dapat melindungi anak dan mengatasi persoalan kejahatan anak ini secara sempurna. Dengan Islam-lah anak bisa terjauh dan terhindar dari tindak kriminal, dan mewajibkan negara untuk menerapkan hukum tersebut.
Rasulullah saw. bersabda terkait dengan tanggung jawab pemimpin negara: “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim)
Dalam hadist lainnya, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)
Islam mewajibkan negara untuk menjamin setiap warganya/masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti makan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dengan jaminan seperti ini, para ayah diberikan kesempatan bekerja untuk mencukupi nafkah keluarganya. Para ibu dikembalikan kepada fungsi utamanya sebagai pendidik anak-anak dan pengatur urusan rumah tangga, sehingga bisa berkonsentrasi menjadikan putra-putrinya menjadi anak yang shalih dan shalihah. Wallâhu a’lam bish-shawâb.
Oleh : Henny (Ummu Ghiyas Faris)
E-mail : [email protected], [email protected]
Web Site : www.ummughiyas.blogspot.com
(saif al battar/arrahmah.com)