MOGADISHU (Arrahmah.com) – Anak kecil ini bernama Mohammed Noor Mokhtar (9), ia berjalan di sepanjang jalan ibukota Somalia, Mogadishu membawa tas kecil yang berisi peralatan kerjanya sebagai tukang sol sepatu. Seharian bekerja dia hanya mendapatkan sekitar dua dolar, uang tersebut habis untuk membantu keluarganya yang hidup dalam kemiskinan, lansir Al Jazeera pada Jum’at (29/4/2016).
Kondisi ekonomi yang sulit membuat keluarganya tidak memperhatikan pendidikannya, ayahnya yang hanya seorang penjual tiket bus tidak cukup menutupi kebutuhan rumah tangganya,hingga pendidikan yang tinggi biayanya tidak sanggup ia bayar.
Dengan tidak adanya kesempatan mendapat biaya gratis, hak asasi pendidikan Mokhtar hilang, perhatian utamanya yaitu ikut berkontribusi dalam mengatasi kondisi sulit keluarganya, tanpa adanya harapan mengenyam pendidikan.
Kasus Mokhtar ini banyak dialami anak-anak Somalia, laporan UNICEF PBB menggambarkan bahwa pendidikan Somalia pada tingkat terburuk di dunia. Hanya 40% dari warganya yang terdaftar di sekolah, selebihnya 60% tidak terdaftar, hal ini akan memberikan efek negatif pada masyarakat.
Kepala organisasi “bintang Somalia perempuan dan anak”, Haji Aman mengetahui bahwa sebagian besar anak-anak Somalia kehilangan hak asasi untuk mendapatkan pendidikan dikarenakan beban berat pada keluarga dan masyarakat. Hal ini menimbulkan tingkat pengangguran yang tinggi, kerusakan moral dan perilaku dan mudahnya melakukan kekerasan dan kriminal.
Masalah mendesak ini tidak membuat pemerintah mencari solusi, seperti penyediaan sekolah gratis di semua bidang dan perbaikan kondisi ekonomi. Masalah ini akan memperburuk yang menyebabkan hilangnya generasi yang seharusnya menjadi engkol membangun Somalia.
Direktur pusat pendidikan Somalia, Syeikh Hassan Abdul Syakur mengatakan bahwa tingkat kemiskinan Somalia hingga 82% dan rata-rata pendapatan perkapita dua dolar atau kurang per hari, sehingga banyak keluarga yang tidak mampu membayar sekolah.
Hassan menambahkan bahwa Somalia belum mampu menyediakan pendidikan gratis, karena anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan rendah.
(maheera/arrahmah.com)