(Arrahmah.id) – Anas bin Malik radhiallahuanhu, seorang pelayan Nabi shalallahu alaihi wasallam yang terpercaya dan orang yang paling mencintai nabi dengan kecintaan yang luar biasa.
Sahabat mulia Abu Hurairah menyampaikan: “Aku tidak mengenal seorang pun yang shalatnya itu paling serupa dengan baginda Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, selain dari anaknya Ummu Sulaim.”
Kemudian Imam Adz Dzahabi menyampaikan Anas bin Malik adalah Al Imam, Al Mufti, Al Muqri (tempat orang datang untuk menyetorkan bacaan Qur’annya), Al Muhadist (ahli Hadist), Rowyatul Islam, pelayannya Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Anas bin Malik masih kerabat Nabi dari pihak perempuan, murid dari Nabi Muhammad, orang yang terakhir wafat dari kalangan para sahabat.
Imam Ath Thabarani menyampaikan: Ketika Anas bin Malik wafat banyak kalangan mengomentari telah hilang pada hari ini setengah ilmu, “Apa maksudnya?” Yakni apabila seseorang yang mengikuti hawa nafsunya menyelisihi apa yang disampaikan Rasulullah, maka kami akan mengatakan: “Ayo mari kita dengarkan dari orang yang pernah mendengar langsung dari baginda Rasulullah” (yang dimaksud adalah Anas bin Malik).
Saat itu jika ada orang-orang yang nyeleneh, langsung dibawa menghadap ke Anas bin Malik.
Berbicara tentang Anas bin Malik, menunjukkan betapa mulianya sahabat ini, betapa luar biasanya sosok Anas bin Malik. Tentu hasil yang luar biasa tidak didapatkan dengan serta merta.
Anas bin Malik berasal dari suku Khajraz, bani Najar.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, juga tidak lepas dari kisahnya bani Najar.
Tokoh-tokoh di balik pendidikan Anas bin Malik sebelum berkhidmat kepada Rasulullah:
1. Ummu Sulaim bintu Milhan (ibu)
Membahas Ummu Sulaim tidak terlepas dari kisah pernikahan dengan Abu Tholhah (bukan ayah kandung Anas bin Malik). Dahulu ketika Islam sudah menyebar di kota Madinah, banyak keluarga yang masuk Islam, termasuk Ummu Sulaim. Ummu Sulaim masuk Islam sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Ummu Sulaim mentalqin Anas untuk mengucapkan syahadat, dan hal ini diketahui sang ayah (Malik bin An Nadhr). Ayah kandung Anas marah dan mengatakan: Jangan kau rusak anakku. “Tidak, aku tidak merusaknya, aku mengajaknya kepada fitrah”.
Lalu sang ayah marah dan pergi ke Syam, lalu tewas di sana sebelum memeluk Islam.
Abu Tholhah datang ke Ummu Sulaim dan melamarnya. Anas menuturkan: “Bahwasanya Abu Tholhah melamar Ummu Sulaim, maka Ummu Sulaim berkata: ‘Wahai Abu Tholhah, apakah engkau tidak tahu bahwasanya tuhan yang kamu sembah itu adalah kayu yang tumbuh dari bumi, yang diukir oleh budak Habasyi?’ Abu Tholhah menjawab: ‘ya benar’, lalu Ummu Sulaim berkata: ‘Ya Abu Tholhah, apa kamu tidak malu menyembah pepohonan yang tumbuh dari bumi dan diukir oleh budak?’ ‘Kalau seandainya kamu masuk Islam, aku tidak menginginkan darimu mahar yang lain’.
Abu Tholhah menjawab: “Tunggu sampai aku menerjemahkan urusan ini.” Lalu ia kembali dan mengucapkan syahadat. Setelah itu Ummu Sulaim berkata: “Wahai Anas, nikahkan Abu Tholhah dengan ibumu ini.”
Dalam redaksi lain ketika Abu Tholhah melamar Ummu Sulaim, selain menolak, Ummu Sulai berkata: “Demi Allah tidaklah orang sepertimu itu akan ditolak [orang yang memiliki harta, terpandang, secara fisik menarik-red], tetapi engkau adalah seorang laki-laki kafir”. “Aku adalah wanita Muslimah. Tidak halal bagiku menikahimu. Kalau engkau masuk Islam, itu adalah maharku, dan aku tidak meminta yang lain.”
Tidak pernah aku mendengar berita tentang seorang wanita sama sekali yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim (keislaman).
Jika kita menginginkan anak yang luar biasa di kemudian hari, ayo lihat siapa kita, bagaimana situasi keluarga di sekitar anak tersebut.
Setelah mendapatkan anak dari Ummu Sulaim, anak mereka wafat (namanya Abu Umair). Diceritakan oleh Anas bahwasanya Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya: Jangan ada seorang pun yang menceritakan kepada Abu Tholhah perihal kematian anaknya, sampai aku sendiri yang menceritakannya.
Ketika Abu Tholhah pulang, sang istri menyambutnya, menghidangkan makanan, berhias, berdandan dengan penampilan yang luar biasa, lalu mereka bercampur. Barulah Ummu Sulaim berkata dengan perkataan indah: “Wahai Abu Tholhah, bagaimana menurutmu jika ada sebuah kaum memberikan barang pinjaman kepada seseorang, lalu yang memilikinya meminta kembali, apakah yang dipinjami boleh menolak?” Abu Tholhah menjawab: “Tentu tidak.” Lalu setelahnya Ummu Sulaim berkata: “Maka bersabarlah, itulah yang terjadi kepada anakmu.”
Maka Abu Tholhah pergi menjumpai Rasulullah lalu menceritakan apa yang telah terjadi, lalu Rasulullah menjawab: “Semoga Allah memberkahi untuk kalian berdua, dan apa yang terjadi di malam hari kalian berdua.”
Maka setelah itu Ummu Sulaim hamil.
Suatu ketika Rasul keluar bersama Abu Tholhah dan istrinya [besar kemungkinan perjalanan ke Mekkah ketika Fathul Mekkah dan perang Hunain, dikisahkan perang Hunain, Ummu Sulaim mengikat perutnya dengan sesuatu, dalam kondisi hamil tua], ketika rombongan Rasulullah kembali ke Madinah, Abu Tholhah sempat tertinggal, di tengah perjalanan Ummu Sulaim merasakan sakit seakan ingin melahirkan. Akhirnya Abu Tholhah bertahan, tidak ikut rombongan Rasulullah menuju Madinah. Ummu Sulaim mengatakan: “Tidak pernah saya menjumpai kondisi seperti ini, tidak ingin ikut Rasulullah”. Akhirnya Abu Tholhah menyusul Rasulullah. Di tengah-tengah perjalanan menyusul Rasulullah, Ummu Sulaim melahirkan seorang anak bernama Abdullah.
Bayi yang lahir kemudian digendong oleh Anas dan diperintahkan ibunya untuk membawanya kepada baginda Rasulullah, “jangan sampai ada susu dari siapapun yang masuk ke dalam tenggorokannya sampai engkau menemui Rasulullah”.
Dibawalah oleh Anas bayi tersebut dan Rasulullah memegangnya kemudian meminta untuk diambilkan kurma Ajwa Madinah, Rasul pun mengunyah kurma tersebut sampai lembut, kemudian Rasulullah mengoleskannya di mulut sang bayi. Sang bayi tersebut mengecap-ecap kurma tersebut. Maka Rasulullah pun bersabda:” Lihatlah betapa orang Anshar sangat menyukai kurma.” Lalu Rasulullah mengusap wajah anak tersebut dan memberikannya nama Abdullah bin Abu Tholhah. Kelak dari Abdullah lahir anak-anak ahlul Qur’an.
Ummu Sulaim turut serta dalam medan jihad. Di perang Hunain Anas menceritakan: “bahwasanya Ummu Sulaim dalam perang Hunain membawa belati, maka Abu Tholhah pun melihatnya, Abu Tholhah pun berkata: ‘Ya Rasulullah Ummu Sulaim membawa belati.’
Rasul berkata: “untuk apa belati ini?” Ummu Sulaim menjawab: “Saya membawa belati ini, jika ada musuh yang mendekat, maka saya akan merobek perutnya. Saat itu Rasulullah tertawa. Ummu Sulaim berkata: “Wahai Rasul, bunuh saja semua orang yang kabur, mereka munafik.” Rasul menjawab: “Wahai Ummu Sulaim, sesunguhnya Allah telah mencukupi dan berbuat baik.”
Dari Anas bin Malik berkata: “Ibuku memegang tanganku kemudian mengajakku menemui Rasulullah, maka ia berkata: ‘Ya Rasulullah sesungguhnya sudah tidak ada lagi laki-laki atau wanita dari Anshar kecuali pasti memberikan hadiah (persembahan), saya tidak bisa memberikan hadiah seperti mereka, kecuali anakku ini, ambillah wahai Rasulullah supaya ia melayanimu apapun yang kau perintahkan.”
Lalu Anas berkhidmat melayani Rasulullah selama 10 tahun, ia mengatakan: tidak pernah beliau memukulku sekalipun, tidak pernah beliau mencelaku dan tidak pula membentakku dan tidak pernah bermuka masam di hadapan ku.
Ummu Sulaim pernah tabarruk, mengalap berkah, bukti cintanya kepada Rasulullah.
Dari Anas: “Dulu Rasulullah pernah masuk ke dalam rumah kami, beliau tidur siang, namun beliau berkeringat, tiba-tiba ibuku datang membawa botol kaca, lalu ibuku mengumpulkan keringat baginda ke dalam botol tersebut, lalu Nabi Muhammad pun terbangun, lalu beliau bersabda: “Wahai Ummu Sulaim apa yang kamu lakukan?” Ummu Sulai menjawab: “Ini keringatmu wahai Rasul, kami menjadikannya sebagai parfum kami, keringatmu adalah parfum yang paling wangi.”
Rasulullah pun di saat yang lain, memberikan helaian rambutnya kepada Ummu Sulaim.
Muhammad bin Sirin dari Anas berkata: “Tatkala Rasulullah mencukur rambut beliau di Minat, beliau mengambil sisi kanan dengan tangannya, lalu diberikan kepada Anas, beliaupun bersabda: “Wahai Anas, bawa ini dan berikan kepada Ummu Sulaim.”
Tatkala orang-orang melihat rambut tersebut, orang-orang tersebut berlomba-lomba untuk mengambil sisa-sisa yang lainnya.
Kalau seandainya aku memiliki satu helai rambut, maka rambut tersebut lebih berharga daripada emas dan perak yang ada di muka bumi dan yang ada di dalam bumi.
2. Abu Tholhah (suami Ummu Sulaim)
Setelah masuk Islam Abu Tholhah mengikuti semua perang yang diikuti oleh Rasulullah. Abu Tholhah pernah menjadi tameng Rasulullah dalam perang Uhud. Diceritakan oleh Anas: “Di peristiwa perang Uhud, para sahabat sempat kocar kacir, sedangkan Abu Tholhah berada di hadapan Nabi Muhammad, memperlakukan dirinya seperti tameng di hadapan baginda.”
Abu Tholhah adalah seorang yang lihai memanah, pada perang Uhud, Abu Tholhah mematahkan dua sampai tiga panah, untuk melindungi Rasulullah. Ketika itu ada laki-laki yang lewat di sekitar tempat anak panah, ia menyuruh memberikannya kepada Abu Tholhah, karena Abu Tholhah pandai menggunakan panah. Abu Tholhah berkata: “Wahai Nabi Allah, demi ayah dan ibuku, tidak usah khawatir, tidak akan ada satu pun anak panah musuh yang akan mengenaimu, sekalipun ada, biar tenggorokanku yang terkena.”
Abu Tholhah syahid di atas kapal, saat itu beliau sakit sebelum tiba di medan pertempuran. Dia meninggal di atas kapal dan tidak juga menemui daratan untuk menguburkan jenazah Abu Tholhah, selama 6-7 hari, dan selama itu, jasad Abu Tholhah tidak berubah, dan hanya terlihat seperti orang sedang tidur.
Kebun Bairuha, ini adalah kisah mengenai Abu Tholhah. Ketika turun ayat: “engkau tidak akan memperoleh kebaikan sampai menginfakkan apa-apa yang kalian simpan” (Al Imran 92), saat itu Abu Tholhah memberikan semua kebunnya kepada Rasulullah, terserah digunakan untuk apa.
Rasulullah menyambut niat baik dari Abu Tholhah dengan penuh sukacita serta menguasakan teknis pembagian kebun tersebut kepada Abu Tholhah sendiri dengan berkata: “Inilah harta yang diberkahi. Aku telah mendengar apa yang kau ucapkan dan aku menerimanya. Aku kembalikan lagi kepadamu dan berikanlah ia kepada kerabat – kerabat terdekatmu”.
Nabi menyampaikan agar Abu Tholhah memberikan hartanya terlebih dahulu kepada saudara atau kerabat terdekat, lalu bagikan kepada orang lain yang membutuhkan.
Abu Tholhah adalah orang yang sangat peka akan kondisi Nabi Muhammad. Suatu ketika Abu Tholhah masuk Masjid, melihat baginda Rasul dan para sahabatnya, terdengar suara Rasul semakin lirih, pelan. Akhirnya Abu Tholhah pulang menemui istrinya, “Wahai Ummu Sulaim, sepertinya Rasulullah sedang lapar”. Akhirnya Ummu Sulaim mengelularkan beberapa potongan roti, dibungkus, kemudian dililitkan di tubuh Anas dan Anas datang ke Rasul.
“Wahai Anas sepertinya ibumu mengutusmu kesini.”
“Iya Rasul.”
“Ayo kita ke rumah Abu Tholhah.”
Abu Tholhah kebingungan saat itu, karena makanannya hanya cukup untuk keluarganya. Lalu Ummu Sulaim berkata: “Tidak mungkin Rasulullah melakukan itu tanpa sebab.”
Abu Tholhah keluar menemui Rasul dan berbincang-bincang sebentar. Lalu bertanya ada apa di rumah mereka. Ummu Sulaim menjawab hanya ada roti. Lalu roti tersebut dipotong2 dan dioles minyak samin dan didoakan oleh Rasulullah, para sahabat masuk bergantian sampai mereka kenyang dan roti pun masih tersisa untuk keluarga Abu Tholhah.
3. Anas bin An Nadhr (paman Anas bin Malik)
Syahid di perang Uhud dengan 80 luka ditubuhnya hingga tidak bisa lagi dikenali. Barulah bisa dikenali oleh saudara perempuannya, dengan melihat jari-jarinya. Anak dari Anas bin An Nadzor dimuliakan oleh Umar.
4. Al Barro bin Malik (kakak Anas bin Malik)
Al Barro adalah saudara seayah dan seibu, ada yang mengatakan saudara seayah dan berbeda ibu.
Anas bin Malik mengatakan bahwasanya Rasulullah “tidak pernah beliau memerintahkanku kemudian perintah itu aku sia-siakan, tidak dikerjakan, lalu beliau mencelaku. Bahkan jika ada keluarga beliau yang mencelaku, beliau berkata: “biarkan dia.”
Rasul pernah memberikan kunyah dengan Abu Hamzah.
Rasul memberikan sebuah doa yang pernah diminta oleh sang ibu untuk Anas. Rasulullah mendoakanku dengan tiga hal, aku telah melihat dua dari doa tersebut di dunia, dan aku memohon agar yang ketiga dikabulkan di akhirat. Salah satu redaksi doanya adalah agar Anas diberikan keturunan yang baik dan harta yang banyak.
Rasulullah juga pernah menjanjikan syafaat untuk Anas bin Malik.
“Carilah aku di Siraj, cari aku di Mizan, cari aku di Telaga, aku tidak akan luput dari tiga tempat tersebut.”
Masalah sholat:
Rasulullah bersabda: yaa bunayya, kalau engkau mampu untuk terus menerus shalat, maka sesungguhnya malaikat akan senantiasa bershalawat kepadamu selama engkau melaksanakan shalat.”
“Wahai Anas, apabila kamu rukuk, maka letakkan dengan erat kedua telapak tanganmu itu di lutut, renggangkan antara satu jari dengan jari yang lain, jangan menempelkannya. Dan wahai anakku jika engkau mengangkat kepalamu dari rukuk, maka tempatkan setiap anggota tubuh kembali ke tempatnya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan melihat seseorang pada hari kiamat, mereka yang tidak menegakkan punggungnya ketika rukuk dan sujud.”
Masalah adab:
Wahai anakku apabila kamu keluar dari rumahmu, janganlah kedua matamu melihat seseorang dari ahli kiblah (muslim), kecuali engkau memberikan salam. Kalau itu engkau lakukan dan kembali ke rumah, maka dalam kondisi diampuni oleh Allah. Jika masuk rumah ucapkan salam untuk dirimu sendiri dan anggota keluargamu.”
(haninmazaya/arrahmah.id)
*Disarikan dari kajian yang diisi oleh: Ustadz Abduh Al Baihaqi, Lc.