KAIRO (Arrahmah.com) – Randangan Undang-undang (RUU) anti-terorisme di Mesir, yang akan menjadikannya tindak pidana bagi mereka yang bertentangan dengan versi pemerintah harus dihapuskan, ungkap Amnesty International, dan menyebut Undang-Undang tersebut sebagai “serangan mematikan terhadap hak asasi manusia”, sebagaimana dilansir oleh Al-Araby, Kamis (16/72015).
RUU itu diusulkan setelah sebuah bom mobil yang menewaskan jaksa agung Mesir pada 29 Juni dan serangkaian serangan lain yang menewaskan 17 anggota pasukan keamanan di Sinai Utara.
“Undang-undang kontraterorisme itu adalah reaksi spontan yang terang-terangan untuk mengkonsolidasikan cengkeraman tangan besi pemerintah untuk melawan ancaman keamanan baru-baru ini,” kata Said Boumedouha, Deputi Direktur Amnesty International untuk Program Timur Tengah dan Afrika Utara.
“Meskipun pihak berwenang Mesir memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan, mereka tidak seharusnya menginjak-injak seluruh hak asasi manusia dalam proses ini,” tambah Boumedouha.
RRU tersebut saat ini sedang dibahas oleh kabinet dan jika disetujui maka akan ditandatangani oleh Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi dan akan diratifikasi dalam beberapa hari.
Kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London, Amnesty International, mengatakan bahwa RUU itu merupakan serangan yang mencolok terhadap hak untuk berekspresi, yang melemahkan perlindungan untuk memastikan pengadilan yang adil dan memperluas penggunaan hukuman mati.
“Undang-undang kontraterorisme yang diusulkan itu akan memberikan kekuasaan yang seluas-seluasnya bagi pemerintah Mesir dan mengancam hak-hak yang paling mendasar untuk berekspresi, berkumpul secara damai dan berserikat” kata Boumedouha.
“Jika disetujui, maka undang-undang ini akan menjadi alat bagi pemerintah untuk memberangus segala bentuk perbedaan pendapat,” tambah Boumedouha.
“RUU ini juga memungkinkan pihak berwenang untuk mengambil tindakan ekstrim yang biasanya hanya akan dilakukan pada saat keadaan darurat,” kata Amnesty.
(ameera/arrahmah.com)