Amnesty International menilai proses pengadilan yang digelar militer AS terhadap para tersangka pelaku terorisme di kamp penjara Guantanamo, tidak memenuhi syarat keadilan sesuai standar internasional.
Dalam laporan terbarunya Justice Delayed and Justice Denied, Amnesty International (AI) menyatakan, proses pengadilan militer itu sangat memalukan karena telah mengabaikan prinsip paling mendasar dalam sebuah gelar persidangan, yaitu keadilan dan independensi pengadilan.
Direktur organisasi pemantau HAM yang berbasis di London, Kate Allen mengatakan,”Ratusan tahanan sudah dipenjarakan selama lebih dari lima tahun tanpa dasar hukum yang jelas. Sekarang, aparat penegak hukum melakukan tindakan yang menambah malu AS, karena menggelar persidangan yang jelas-jelas tidak adil. ”
Menurut Allen, keberadaan komisi-komisi militer AS hanya merupakan sebuah dagelan keadilan. Mereka, tambah Allen, sudah diarahkan untuk mengikuti perintah-perintah yang ilegal dan menerapkannya pada para tahanan yang ditahan tanpa tuduhan jelas dan diperlakukan secara sewenang-wenang selama bertahun-tahun.
Laporan terbaru AI setebal 116 halaman, menyoroti masalah terbatasnya hak-hak yang diberikan pada para tahanan. Antara lain hak untuk mengajukan banding dan resiko untuk dimasukkan dalam katagori “pejuang musuh” sehingga tersangka ditahan dalam jangka waktu yang tidak jelas.
Para tahanan di Gitmo, menurut laporan tersebut adalah korban penjara rahasia AS, korban pemindahan dari satu negara ke negara lain, korban penyiksaan, kekejaman, perlakuan sewenang-wenang dan tidak manusiawi.
“Kami ingin melihat pemerintah AS menghentikan pengadilan yang tidak adil ini dan menyerahkan kasus-kasus tahanan Guantanamo ke pengadilan sipil negara federal di AS,” demikian isi bagian laporan AI.
AS saat ini sedang menjalankan proses pengadilan militer terhadap tahanan Guantanamo, seorang Muslim warga negara Australia David Hicks, dengan tuduhan “memberikan bantuan material untuk aksi-aksi terorisme. ”
Dalam proses pengadilan itu, terdakwa yang dianggap sebagai “pejuang musuh” tidak diberi akses untuk didampingi pengacara. Kehadiran terdakwa di pengadilan juga diwakili oleh seorang anggota militer.
AI mendesak negara-negara di dunia termasuk Inggris, untuk menolak ajakan kerjasama dengan komisi-komisi militer AS, untuk mengakui ketidakadilan yang dilakukan AS.
“Belakangan ini kami mulai mendengar kritikan yang cukup tajam dari pemerintah Inggris bahwa kamp penjaran Guantamo adalah bentuk ‘penghinaan terhadap demokrasi’. Sekarang kami ingin melihat bukti perkataan itu dengan tindakan nyata,” tegas Allen.
Dari 370 tahanan di kamp Guantanamo, sedikitnya ada delapan orang warga negara Inggris. Salah satunya adalah Omar Deghayes yang ditangkap di Pakistan dan ditahan di Guantanamo sejak 2002. Selama dalam penjara Guantanamo, Deghayes mengalami penyiksaan yang berat oleh para sipir penjara.
Saudara perempuan Deghayes, Amani mengungkapkan,”Sungguh mengerikan cobaan yang dialami saudara saya di dalam penjara Guantanamo, kini harus ditambah lagi dengan persidangan militer yang tidak adil. ”
Ia mendesak pemerintah Inggris menolong saudaranya itu. “Pemerintah Inggris jangan cuma duduk berpangku tangan, bantulah saudara saya dan tahanan asal Inggris lainnya. Keluarga saya selalu mengatakan, kami tidak meminta perlakuan khusus untuk Omar, kami hanya minta keadilan,” tandas Amani. (ln/iol)