JAKARTA (Arrahmah.com) – Amnesti Internasional Indonesia mengangkat kasus teror air keras atas penyidik KPK Novel Baswedan ke Kongres Amerika Serikat bahkan juga ke Badan-badan PBB. Hal itu diangkat terkait isu pelanggaran HAM.
Amnesti Internasional Indonesia mengungkapkan, ada tiga alasan mereka melaporkan kasus teror terhadap Novel ke Kongres AS.
Pertama, sama seperti isu pelanggaran HAM, kesetaraan jender, dan pemanasan global, isu korupsi adalah isu global yang sangat penting. Amnesti Internasional Indonesia menilai serangan yang ditujukan terhadap Novel Baswedan sangat memperlihatkan hubungan erat antara isu korupsi dan HAM.
Bahkan selain Novel, ada banyak personel KPK yang mengusut korupsi di sektor sumber daya alam juga diserang dan diintimidasi. Karena itu, perlu dukungan sebanyak mungkin, dari dalam dan luar Negeri, untuk melawan serangan itu.
Kedua, serangan terhadap Novel bukanlah masalah dia semata, tetapi masalah serius yang mengancam kelanjutan pelaksanaan agenda reformasi di Indonesia khususnya dalam bidang pemberantasan korupsi dan penegakan HAM.
Ketiga, karena kasus Novel adalah ancaman terhadap siapa saja yang memperjuangkan tegaknya negara hukum yang bebas korupsi maupun kekerasan dan pelanggaran HAM. Sementara dalam kasus Novel, ancaman yang luar biasa yang bukan hanya ditujukan kepada aktivis yang biasanya berada di luar pemerintahan, tetapi juga pada setiap aparat penegak hukum dan Pejabat pemerintahan.
Kasus Novel dianggap harus menjadi pemersatu kerjasama komponen bangsa. Bukan cuma aktivis anti korupsi, HAM, lingkungan dan kesetaraan jender tapi juga aktivis dan para penegak hukum dan pemerintahan.
Pada sesi dengar pendapat di Kongres AS kemarin, Manajer Advokasi Amnesti Internasional USA untuk wilayah Asia Pasifik, Francisco Bencosme, menyampaikan kepada anggota Kongres AS bahwa kasus Novel Baswedan di Indonesia masuk dalam kategori penyerangan terhadap pembela HAM yang bekerja di sektor anti korupsi di Indonesia.
Dalam catatan Amnesti yang disampaikan ke Kongres AS menyebutkan bahwa pembela HAM di Asia Tenggara mengalami penyerangan dengan pola yang sama yaitu karena kerja-kerja mereka dan tidak ada penyelesaikan terhadap kasus-kasus penyerangan tersebut.
Senada dengan pola yang terjadi di Asia Tenggara, kasus Novel sudah lebih dari 2 tahun dan belum ada satupun pelaku yang diadili.
Kegagalan untuk menyelesaikan kasus Novel, lanjut Francisco, akan memperkuat kultur impunitas dalam kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia dan ini berpotensi membawa dampak buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
“Tentunya pembacaan kasus Novel oleh Amnesti di Kongres AS kemarin itu baru langkah awal advokasi yg dilakukan Amnesti. Masih banyak langkah selanjutnya yg akan kita ambil termasuk memberikan briefing per orangan kepada beberapa anggota Kongres AS yg memiliki perhatian terhadap kasus Novel agar mereka mendapat gambaran menyeluruh terkait kasus tersebut,” terangnya.
Harapan lain dalam kasus ini, seluruh perwakilan bisa mengirimkan surat kepada pemerintah Indonesia mengutarakan perhatian mereka terhadap kasus Novel, salah satunya adalah memberikan dukungan terhadap pemerintah Indonesia untuk segera menuntaskan kasus Novel.
“Amnesty International juga berharap agar Kongres Amerika Serikat akan membahas kasus penyerangan Novel Baswedan ketika berinteraksi dengan pemerintah atau parlemen Indonesia di masa yang akan datang,” pungkasnya, lansir VIVA, Ahad (28/7/2019).
(ameera/arrahmah.com)