LONDON (Arrahmah.com) – Menurut laporan Amnesti Internasional, milisi Jenderal Khalifa Haftar telah secara paksa mengusir lebih dari 5.000 pengungsi pada tahun 2020.
Temuan ini dirinci dalam laporan panjang yang didukung oleh kesaksian para migran dan pengungsi Libya, satu hari setelah Komisi Eropa (EC) mengumumkan pakta baru untuk mengendalikan imigrasi ilegal ke negara-negara Eropa.
Organisasi yang berbasis di London tersebut menyatakan dalam laporan yang dikutip Middle East Monitor Online, Kamis (24/9/2020): “Pasukan timur telah secara paksa mengusir lebih dari 5.000 pengungsi pada tahun 2020, tanpa proses hukum atau kesempatan untuk menentang deportasi tersebut.”
Amnesti menjelaskan bahwa pasukan Haftar membenarkan deportasi paksa tersebut dengan menuduh bahwa pengungsi membawa penyakit menular. Namun, tidak ada rincian yang diberikan mengenai tujuan pasti dari para pengungsi tersebut.
Amnesti mengkritik kebijakan negara-negara Uni Eropa (UE) dalam mencegat pengungsi Libya dan mengembalikan mereka ke negara mereka, mencatat: “Para migran di Libya terjebak dalam lingkaran pelanggaran yang kejam. Para pengungsi mempertaruhkan nyawa mereka menyeberangi laut untuk mencari keselamatan dan keamanan di Eropa. Mereka kemudian dicegat dan dikirim kembali untuk menghadapi lingkaran setan pelanggaran berlebihan yang sama di Libya. ”
Laporan hak asasi manusia ini menegaskan bahwa negara-negara UE terus “menerapkan kebijakan yang mengepung puluhan ribu pria, wanita, dan anak-anak Libya dalam lingkaran pelanggaran yang kejam, menunjukkan ketidakpedulian yang tidak berperasaan terhadap kehidupan dan martabat manusia.”
Pada hari Rabu (23/9), EC mengumumkan pakta migrasi baru yang berfungsi sebagai pilar utama untuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara di luar UE, dengan tujuan mengendalikan imigrasi ilegal.
Presiden EC Ursula von der Leyen dalam pernyataannya di Brussel bahwa Eropa harus membuktikan kepada dunia bahwa ia mampu mengelola berkas para migran dan pencari suaka.
Karena kekacauan internal dalam beberapa tahun terakhir, Libya telah menjadi titik persimpangan terpenting ke Eropa bagi para migran ilegal Afrika yang melarikan diri dari kemiskinan dan konflik di negara mereka. (Althaf/arrahmah.com)