LONDON (Arrahmah.com) – Amnesti Internasional (AI), merilis sebuah laporan yang menunjukkan bahwa setidaknya 10.000 warga sipil telah tewas dalam tahanan militer Nigeria sejak 2011.
Laporan berjudul “My Heart is in pain” tertanggal 8 Desember 2020 itu mengatakan orang-orang itu tewas setelah ditahan sehubungan dengan pemberontakan Boko Haram di negara bagian Borno, Adamawa, dan Yobe di wilayah timur laut.
Menurut AI, banyak kematian tercatat di Kamp pengungsi Giwa, Maiduguri, ibu kota negara bagian Borno.
“Pada April 2017 saja, 166 mayat dipindahkan dari Giwa ke kamar jenazah,” kata laporan itu seperti dikutip dari Nation Africa (11/12/2020).
“Kepadatan yang parah, makanan dan air yang langka, panas yang ekstrim, serangan parasit dan serangga, serta kurangnya akses ke sanitasi dan perawatan kesehatan yang memadai adalah beberapa pelanggaran di Giwa.”
Diperkirakan hingga 25 persen kematian terjadi pada pria yang lebih tua.
Pasukan keamanan Nigeria telah memerangi Boko Haram sejak 2009, dengan lebih dari 35.000 kematian tercatat, jutaan orang terlantar, dan infrastruktur hancur.
Boko Haram dan Islamic State Wilayah Afrika (ISWAP) telah angkat senjata dalam upaya untuk memberlakukan hukum Islam di beberapa bagian Nigeria.
AI juga menganalisis bagaimana respon kemanusiaan gagal menegakkan hak-hak banyak lansia, termasuk terkait pangan, kesehatan, papan, dan partisipasi.
Pihak militer menggambarkan laporan AI ini merugikan mereka. Mereka menuduh penelitian yang dilakukan oleh organisasi hak asasi tersebut tidak memenuhi standar praktik terbaik global.
Tentara menanggapinya dalam sebuah pernyataan yang dirilis awal pada 10 Desember 2020 di Abuja oleh Mayor Jenderal John Enenche, Koordinator Operasi Media Pertahanan di Markas Besar Pertahanan.
Enenche juga menyalahkan laporan yang mengklaim bahwa orang-orang tua dibunuh oleh militer ketika mereka menyerbu desa-desa yang dikuasai Boko Haram.
Dia mengatakan bahwa penelitian tersebut tidak memiliki persentase sampel yang dapat dibenarkan dalam populasi yang diklaim telah diselidiki.
Tentara juga menyebutkan adanya kontradiksi dalam laporan yang cenderung mengkriminalisasi militer.
“Laporan itu merupakan upaya yang disengaja untuk mendiskreditkan militer dalam perang melawan pemberontakan dan terorisme yang harus dilawan.” (Hanoum/Arrahmah.com)