BURMA (Arrahmah.com) – Amnesti Internasional mengatakan Rohingya Muslim di Myanmar semakin sering ditekan dengan serangan bertarget, termasuk pembunuhan, perkosaan, dan kekerasan fisik lainnya.
Kelompok HAM ini menuduh pasukan keamanan dan etnis Buddha Rakhine melakukan serangan baru terhadap Rohingya.
Pemerintah Myanmar menolak mengakui etnis Muslim Rohingya sebagai warga negara karena menganggap mereka sebagai pemukim ilegal dari tetangganya, Bangladesh.
Pembunuhan terhadap kaum Muslim dimulai pada akhir Mei dan bentrokan menyebar di banyak negara bagian Rakhine, pesisir Myanmar.
Pemerintah Myanmar mengumumkan keadaan darurat pada 10 Juni, penggelaran pasukan untuk memadamkan kerusuhan serta melindungi masjid dan biara-biara.
Amnesti mengatakan serangan sedang diarahkan sebagian besar pada populasi Rohingya.
Serangan selama enam minggu terakhir memperlihatkan bahwa umat Islam umumnya dan Rohingya secara khusus menjadi target dan korban penyerangan, seperti dituturkan oleh Benjamin Zawacki, seorang peneliti Amnesti yang berbasis di Bangkok pada AP, Sabtu (21/7/2012).
“Beberapa dilakukan oleh tangan aparat keamanan sendiri, beberapa dilakukan oleh kolaborasi kaum Buddha Rakhine dengan pasukan keamanan. Pemerintah seolah menutup mata dalam beberapa kasus,” tambahnya.
Kelompok ini juga mengatakan pasukan keamanan menahan ratusan warga Rohingya yang ditahan secara “incommunicado” (penahanan tanpa diberi akses untuk berkomunikasi sedikitpun dengan dunia luar).
“Sementara pemulihan ketertiban, keamanan, dan perlindungan hak asasi manusia tetap diperlukan. Penangkapan yang selama ini dilakukan telah sewenang-wenang dan diskriminatif, melanggar hak atas kebebasan dari diskriminasi berdasarkan agama,” kata Amnesti dalam pernyataannya.
Myanmar menolak mengakui Rohingya dan mengklasifikasikan sebagai migran ilegal, meskipun Rohingya diyakini keturunan Muslim dari Persia, Turki, Bengali, dan asal Pathan yang bermigrasi ke Myanmar pada awal abad ke-8.
Amnesti juga menyerukan Myanmar untuk menerima Rohingya sebagai warga negara. (althaf/arrahmah.com)