YERUSALEM (Arrahmah.com) – Amnesti Internasional telah mengutuk pasukan pendudukan “Israel” karena melakukan beberapa serangan kekerasan ke sebuah rumah sakit di Yerusalem Timur yang diduduki.
Pasukan pendudukan menyerbu Rumah Sakit Makassed setidaknya dua kali dalam seminggu terakhir dalam upaya menahan para pendemo yang mengalami luka serius selama aksi unjuk rasa menentang langkah-langkah keamanan yang diterapkan “Israel” di Masjid Al-Aqsha.
Polisi dan tentara pendudukan “Israel” telah menyerang staf rumah sakit dan pasien dengan luka serus dan dalam beberapa kasus mencegah dokter memberikan perawatan medis darurat kepada pasien yang terluka parah, tulis Amnesti Internasional dalam sebuah pernyataan seperti dilansir MEMO pada Rabu (26/7/2017)
“Tidak ada laasan untuk mencegah petugas medis merawat pasien yang menderita luka parah,” ujar pernyataan Amnesti.
Selama penyerangan pada 17 dan 21 Juli, pasukan bersenjata menyebabkan kekacauan di rumah sakit yang terletak di sebelah timur Kota Tua.
Kepala Rumah Sakit Makassed, Dr. Rafiq Husseini mengatakan kepada Amnesti Internasional bahwa pada malam 17 Juli sekitar 20 sampai 30 tentara “melecehkan staf rumah sakit dan pasien dan bertindak secara agresif, mereka bertindak tanpa dasar hukum apapun, memasuki rumah sakit dengan senapan otomatis, dan granat kejut dan meneror staf dan pasien”.
Sejumlah demonstran yang terluka dikirimkan ke rumah sakit hari itu, salah satunya seorang remaja berusia 19 tahun yang mengalami cidera kritis dan meninggal dunia karena pendarahan yang ia alami akibat luka tembak di arteri paha. Dr. Bassam abu Libdeh menggambarkan pasukan “Israel” yang mengejar para pasien sebagai “anjing lapar yang mengejar mangsanya”.
Petugas penerima tamu di rumah sakit Makassed, Talal Al-Sayed mengatakan bahwa kekerasan yang ia saksikan selama penyerbuan pada 21 Juli lalu benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya.
Dia menjelaskan kepada Amnesti bagaimana sekitar 200 orang bersenjata masuk ke rumah sakit, menahan orang-orang dan menembakkan gas air mata di lorong-lorong saat mengejar sseorang pemuda dengan luka dada yang serius sampai ke ruang operasi.
“Itu murni terorisme terhadap pasien,” ujarnya, ia menambahkan bahwa tentara mendorong dan memukul seorang dokter yang berusaha merawat pemuda yang terluka di ruang operasi.
Pemuda tersebut, Muhammad Abu Ghannam, akhirnya meninggal dunia karena luka-lukanya. Salah satu perawat yang bertugas saat itu mengatakan: “Saya tidak pernah begitu takut dalam hidup saya. Yang saya ingat adalah suara keras, dorongan dan jeritan. Itu benar-benar kacau, ada darah di mana-mana, di lantai dan di dinding”. (haninmazaya/arrahmah.com)