DHAKA (Arrahmah.com) – Bangladesh harus melakukan penyelidikan independen atas tindakan keras polisi terhadap para pendemo dari kelompok Islam di mana puluhan orang meninggal dunia awal pekan lalu, untuk mencegah “pertumpahan darah” di masa depan, ujar sebuah organisasi hak asasi manusia dunia pada Sabtu (11/5/2013).
Ada berbagai versi jumlah korban jiwa dalam kekerasan tersebut, namun hitungan AFP yang mengutip sumber polisi dan medis menunjukkan 38 orang tewas pada Ahad dan Senin pekan lalu ketika polisi berusaha memaksa puluhan ribu pengunjuk rasa untuk mengakhiri protes di Dhaka dan lokasi lain.
“Tanpa penyelidikan independen, akuntabilitas dan peningkatan metode kepolisian, kita akan melihat seri pertumpahan darah di Bangladesh,” ujar Brad Adams, direktur Human Rights Watch (HRW) cabang Asia.
Para pengunjuk rasa dari berbagai organisasi Islam berusaha menekan pemerintah Bangladesh agar memperkenalkan undang-undang anti-penghujatan baru dan menyerukan pelaksanaan eksekusi pada bloger yang telah menghina Nabi Muhammad salallahu alaihi wa sallam.
Organisasi HAM yang berbasis di London, Amnesti Internasional juga menyerukan hal senada, penyelidikan independen dan imparsial dalam penggunaan kekuatan polisi. Mereka mengatakan penyelidikan yang mereka lakukan menemukan setidaknya 44 orang tewas.
Tokoh media setempat menyebutkan korban tewas berjumlah 49 orang termasuk tujuh petugas polisi.
Polisi Dhaka mengklaim bahwa mereka menggunakan senjata tidak mematikan selama upaya pembubaran massa dan menemukan 11 mayat setelah bentrokan sepanjang hari. Tetapi gambar-gambar yang tersebar di situs jejaring sosial telah memicu spekulasi jumlah korban yang jauh lebih tinggi dari yang diakui secara terbuka.
Partai oposisi utama, Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) mengatakan jumlah korban mungkin mencapai “ratusan” dan menuduh pihak berwenang telah menyembunyikan mayat, namun sejauh ini belum ada bukti. (haninmazaya/arrahmah.com)