DAMASKUS (Arrahmah.com) – Amnesti Internasional merespon penolakan Bashar Asad, pemimpin rezim Nushairiyah Suriah, terkait laporan terbaru yang diterbitkan oleh organisasi HAM tersebut mengenai eksekusi massal para tahanan di penjara militer Sednaya.
“Dalam wawancara [dengan Yahoo News] Presiden Bashar Asad berulang kali mencoba untuk mendiskreditkan temuan Amnesti Internasional. Namun, ia mengakui bahwa ia belum mengunjungi penjara militer Sednaya dan tidak memberikan sedikit pun informasi mengenai situasi yang ‘benar’ di sana,” Direktur Penelitian dan Advokasi Amnesti Internasional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Philip Luther mengungkapkan dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Al Arabiya pada Ahad (12/2/2017).
“Dia mengakui bahwa eksekusi berlangsung di Suriah, namun gagal untuk memberikan rincian apapun mengenai jumlah yang dilakukan di Sednaya atau tempat lain di negeri tersebut,” lanjutnya.
“Jika tidak ada yang ia sembunyikan, dia harus segera memberi akses bagi pemantau internasional untuk memasuki Sednaya dan sejumlah tempat penahanan lainnya di Suriah. Ia harus mengungkapkan kebenaran tentang jumlah eksekusi yang telah dilakukan. Rusia, yang juga secara terbuka menolak temuan laporan, harus menggunakan pengaruhnya terhadap ‘pemerintah’ Suriah untuk membuat hal tersebut terjadi,” tambah Luther.
Amnesti mengatakan bahwa rezim Suriah telah membunuh belasan ribu tahanan dalam eksekusi massal dengan cara digantung dan penyiksaan sistematis di dalam penjara-penjara mereka.
Laporan mengatakan eksekusi berlangsung antara 2011 dan 2015, tetapi kemungkinan masih berlangsung hingga saat ini dan itu merupakan kejahatan perang.
Laporan Amnesti mengatakan rata-rata 20-50 orang digantung setiap minggunya di penjara militer Sednaya di utara Damaskus. Antara 5.000 hingga 13.000 orang dieksekusi di Sednaya saja, dalam periode empat tahun setelah revolusi meletus. (haninmazaya/arrahmah.com)