PARIS (Arrahmah.com) – Di saat Senat Prancis bersiap untuk megesahkan RUU anti-Muslim, yang mereka sebut dengan RUU “anti-sparatisme”, kelompok hak asasi manusia dari Amnesti Internasional melakukan intervensi terakhir sebagai upaya untuk membatalkan atau mengubah ketentuan-ketentuan bermasalah yang ada pada RUU tersebut.
Amnesti pada Senin (29/3/2021) mengatakan bahwa RUU tersebut akan membuka jalan bagi kebijakan diskriminatif terhadap minoritas Muslim Prancis.
“Undang-undang yang diusulkan ini akan menjadi serangan serius terhadap hak dan kebebasan di Prancis,” kata peneliti Eropa yang menjadi anggota Amnesti Internasional Marco Perolini.
“Kami berkali-kali melihat pihak berwenang Prancis menggunakan konsep ‘radikalisasi’ atau ‘Islam radikal’ yang tidak jelas dan dengan definisi yang buruk untuk membenarkan tindakan sewenang-wenang, yang berisiko pada diskriminasi terhadap minoritas Muslim dan kelompok minoritas lainnya di Prancis,” lanjut Perolini.
Dia juga menambahkan bahwa stigmatisasi ini harus segera diakhiri.
Amnesti mengatakan bahwa dalam keadaannya saat ini, beberapa aspek dari RUU tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan kebebasan berekspresi dan berserikat bagi kelompok tertentu. Menurut kelompok hak asasi manusia ada sekitar 50 pasal yang bermasalah dalam RUU tersebut.
Amnesti menyoroti Pasal 6, yang menegaskan bahwa setiap organisasi yang mengajukan permohonan hibah dari Negara atau otoritas lokal harus menandatangani kontrak “komitmen republik”.
“Ini akan memungkinkan otoritas publik untuk mendanai hanya organisasi yang menandatangani ‘kontrak komitmen republik’, konsep yang membuka secara lebar kesempatan untuk penyalahgunaan dan mengancam kebebasan berekspresi dan asosiasi yang diklaim oleh otoritas Prancis untuk dipertahankan,” kata Perolini, terkait Pasal 6.
Artikel lain yang menurut Amnesti akan menimbulkan kontroversi adalah Pasal 8, yang memberikan kekuasaan tambahan kepada pihak berwenang untuk membubarkan organisasi.
Para kritikus mengatakan undang-undang tersebut melanggar kebebasan beragama dan secara tidak adil menargetkan 5,7 juta minoritas Muslim Prancis. Meskipun undang-undang tidak secara khusus menyebutkan kata “Islam”, namun Muslim Prancis telah memprotesnya selama berbulan-bulan, mengklaim kebijakan tersebut sebagai bentuk diskriminasi terhadap mereka. (rafa/arrahmah.com)