DAMASKUS (Arrahmah.com) – Pemimpin rezim brutal Suriah, Bashar al-Assad telah menggunakan kelaparan yang dialami rakyat Suriah dan memblokir akses kemanusiaan untuk mereka, sebagai strategi perang, yang dapat dianggap sebagai kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti diungkap Sekjen Amnesti Internasional, Salil Shetty pada Rabu (22/1/2014).
Masyarakat internasional setidaknya harus memberikan dorongan untuk akses kemanusiaan tak terbatas untuk para pengungsi, ujar Shetty.
“Satu hal yang mereka harus setujui adalah akses kemanusiaan tak terbatas ke para pengungsi. Ada sembilan juta orang yang dipaksa keluar dari rumah mereka. Jadi minimal mereka harus mampu untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan untuk menjangkau orang-orang ini,” ujarnya.
“Saat ini realitas yang disayangkan adalah bahwa ‘pemerintah’ Suriah telah secara sistematis menggunakan kelaparan dan menolak bantuan kemanusiaan sebagai bagian dari strategi perang mereka, yang merupakan kejahatan perang dan Anda dapat melihat laporan kemarian tentang kejahatan terhadap kemanusiaan juga,” tambahnya.
Industri pembunuhan
Sebuah laporan yang dirilis pada Selasa (21/1) oleh tiga mantan jaksa kejahatan perang internasional mengatakan rezim Suriah melakukan pembunuhan dan penyiksaan.
Dokumen berisi 31 halaman berdasarkan pada bukti dari pembelot dan ditugaskan oleh Qatar.
Informan, yang tidak diungkap identitasnya untuk tujuan keamanan, adalah seorang fotografer yang mengatakan telah membelot dari polisi militer Suriah.
Ia memaparkan kepada ahli forensik yang ditugaskan oleh firma hukum London mewakili Qatar, sekitar 55.000 foto digital dari 11.000 tahanan yang tewas. Dia menyatakan mereka meninggal di penahanan sebelum dibawa ke rumah sakit militer untuk difoto.
Beberapa tahanan tidak memiliki mata sementara yang lain menunjukkan tanda-tanda cekikan atau sengatan listrik, menurut laporan tersebut seperti dilansir Al Arabiya.
“Secara keseluruhan, ada bukti bahwa sejumlah besar korban bertubuh sangat kurus dan secara signifikan telah diikat atau dipukuli dengan bendar-benda seperti tongkat,” ujar laporan itu.
Laporan tersebut bergantung pada kesaksian dan foto-foto yang diberikan oleh sumber.
“Komisi penyelidikan tidak diberi akses, Amnesti Internasional tidak memiliki akses. Jika ada pemantau independen hak asasi manusia, kami yakin adanya sejumlah tinjauan independen yang juga mampu membantu situasi kemanusiaan,” klaim Shetty. (haninmazaya/arrahmah.com)