LONDON (Arrahmah.com) – Amnesti Internasional menuduh Uni Emirat Arab (UEA) dan pasukan Yaman bersekutu menyiksa tahanan di jaringan penjara rahasia di Yaman selatan dan mengatakan pelanggaran tersebut harus diselidiki sebagai kejahatan perang, Reuters melaporkan pada Kamis (12/7/2018).
Uni Emirat Arab, sekutu utama AS, mengatakan tidak pernah mengoperasikan penjara atau pusat penahanan rahasia di Yaman. UEA dan sekutunya Yaman telah membantah tuduhan masa lalu menyiksa tahanan.
Amnesti mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis (12/7) bahwa sejumlah orang hilang setelah ditahan sewenang-wenang oleh pasukan UEA dan Yaman yang “beroperasi di luar komando pemerintah mereka sendiri”.
UEA adalah salah satu negara terkemuka dalam aliansi negara-negara Arab yang berperang di Yaman untuk mendukung pemerintah yang bermarkas di bagian selatan negara itu, melawan gerakan Houtsi yang diarahkan Iran untuk mengontrol ibukota Sanaa dan sebagian besar wilayah utara.
Misi UEA di Jenewa bulan lalu mengatakan bahwa pihak berwenang Yaman “sepenuhnya dalam kendali terhadap sistem pemerintahan lokal, federal, peradilan dan penjara”. Namun, menteri dalam negeri di pemerintah yang berpusat di selatan negara tersebut, Ahmed al-Maysari, tampaknya menentang pernyataan itu awal pekan ini dengan meminta UEA untuk menutup atau menyerahkan penjara yang dijalankannya.
Pada Selasa (10/7), al-Maysari mengatakan dia telah mencapai kesepakatan dengan Uni Emirat Arab dan bahwa sekarang semua penjara di wilayah yang dikuasai pemerintah berada di bawah kendali jaksa penuntut umum Yaman.
Amnesti mengatakan penyelidikan yang dilakukan antara Maret 2016 dan Mei 2018 di provinsi selatan Aden, Lahj, Abyan, Shabwa, dan Hadramout mendokumentasikan penggunaan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya di fasilitas penahanan Yaman dan Emirat, termasuk pemukulan, penggunaan kejutan listrik dan kekerasan seksual.
“UEA, yang beroperasi dalam kondisi rahasia di Yaman selatan, tampaknya telah menciptakan struktur keamanan paralel di luar hukum, di mana pelanggaran yang mengerikan terus berlangsung tanpa terkendali,” kata Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis di Amnesti Internasional.
“Pada akhirnya, pelanggaran ini, yang terjadi dalam konteks konflik bersenjata Yaman, harus diselidiki sebagai kejahatan perang,” lanjutnya. (Althaf/arrahmah.com)