KABUL (Arrahmah.id) – Pemimpin tertinggi Afghanistan mengatakan pada Ahad (25/6/2023) bahwa para wanita di negara itu diselamatkan dari “penindasan tradisional” dengan mengadopsi pemerintahan Islam dan status mereka sebagai “manusia yang bebas dan bermartabat” dipulihkan.
Dalam sebuah pernyataan yang menandai liburan Idul Adha pekan ini, Hibatullah Akhundzada mengatakan langkah-langkah telah diambil untuk memberi perempuan “kehidupan yang nyaman dan sejahtera menurut Syariah Islam.”
Sementara PBB menyatakan “keprihatinan yang mendalam” pekan lalu bahwa perempuan dirampas hak-haknya di bawah pemerintahan Taliban Afghanistan dan memperingatkan tentang apartheid gender yang sistematis, Akhundzada mengatakan justru “langkah-langkah yang diperlukan telah diambil untuk kemajuan perempuan sebagai separuh dari masyarakat”.
“Semua lembaga wajib membantu perempuan dalam mengamankan pernikahan, warisan, dan hak-hak lainnya,” bunyi pernyataannya.
Akhundzada mengatakan dekrit enam poin yang dikeluarkan pada Desember 2021 menjamin hak-hak perempuan.
Antara lain, dekrit tersebut melarang pernikahan paksa dan mengabadikan hak atas warisan dan perceraian.
“Aspek negatif dari pendudukan 20 tahun terakhir terkait hijab perempuan dan kesesatan akan segera berakhir,” kata Akhundzada.
Meskipun jarang tampil di depan umum, Akhundzada secara teratur mengeluarkan pernyataan panjang gaya “kenegaraan” menjelang perayaan dan hari raya penting umat Muslim.
“Di tingkat nasional, kemerdekaan Afghanistan telah dipulihkan sekali lagi,” katanya.
Dia memuji ketahanan ekonomi Afghanistan, upaya memberantas budidaya opium, dan peningkatan keamanan nasional.
“Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk melindungi dan melayani sistem Islam kita,” katanya.
“Sistem saat ini adalah hasil dari pengorbanan ribuan mujahidin. Mari kita saling mendukung, menghilangkan konspirasi, menghargai keamanan dan kemakmuran dan bekerja sama untuk peningkatan lebih lanjut. (zarahamala/arrahmah.id)