(Arrahmah.com) – Amir cabang Imarah Islam Kaukasus di Suriah, yang telah berusaha untuk tetap netral dalam menghadapi perseteruan antara kelompok “Daulah Islamiyah”, atau Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS, dan Jabhah Nushrah, cabang resmi Al-Qaeda di Suriah, menyatakan bahwa ISIS menciptakan fitnah di antara mujahidin dan kelompok-kelompok jihad di Suriah.
Salahuddin As-Shishani, amir Jaish Al-Muhajirin wal Anshar, atau Tentara Muhajirin dan Anshar, juga mengungkapkan bahwa ISIS pernah mencoba untuk membunuhnya setelah ia dan sejumlah mujahidin lainnya mencoba untuk menengahi gencatan senjata antara ISIS dan Jabhah Nushrah.
Jaish Al-Muhajirin wal Ansar merupakan salah satu kelompok jihad yang dimasukkan ke dalam daftar organisasi “teroris” global oleh Salibis AS. Kelompok jihad ini telah menyatakan baiatnya kepada Imarah Islam Kaukasus, kelompok Al-Qaeda yang beroperasi di Kaukasus Rusia.
Salahuddin menyampaikan pernyataan itu dalam sebuah wawancara dengan Al-Jazeera Turki pada Selasa (26/5/2015). Wawancara itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh jihadis dan diposting online.
Dalam wawancara itu, Salahuddin mengatakan bahwa rakyat Suriah awalnya “menyambut kami [Muhajirin atau pejuang asing] dengan hangat” tetapi kemudian mereka berubah karena sikap ISIS.
“Apa yang terjadi setelahnya secara harfiah adalah fitnah,” ujar Salahuddin, sebagaimana dilansir LWJ. ISIS “menyatakan perang terhadap semua kelompok Mujahidin dan menciptakan sebuah front baru.”
Dia juga mencatat bahwa banyak pejuang dari Kaukasus yang bergabung dengan ISIS karena “propaganda kuat yang mereka gunakan dengan sangat baik dan [propaganda itu] perlu diperhatikan secara serius.”
“Banyak pemuda [Kaukasia] kami yang percaya pada propaganda tipuan ISIS dan bergabung dengan mereka,” katanya. “Sayangnya, masih ada para pemuda yang bergabung dengan mereka pertama karena nama mereka dan kemudian karena daya tarik propaganda mereka.”
Banyak jihadis Kaukasia yang bergabung dengan ISIS di bawah Tarkhan Tayumurazovich Batirashvili, seorang berkebangsaan Georgia yang lebih dikenal sebagai Omar As-Shishani. Omar, yang terdaftar oleh AS sebagai salah seorang teroris global, adalah komandan militer ISIS. Dia dikaitkan dengan beberapa kemenangan kelompok jihad di Irak dan Suriah. Omar sebelumnya menjabat sebagai amir untuk Jaish Al-Muhajirin wal Anshar sebelum membelot ke ISIS.
Meskipun terjadi perselisihan antara kelompok-kelomok jihad yang ditimbulkan oleh ISIS, Salahuddin dan Jaish Al-Muhajirin wal Anshar-nya tetap netral dan berusaha memfasilitasi gencatan senjata antara ISIS dan Jabhah Nushrah.
Salahuddin mengatakan bahwa ia dipilih untuk menengahi perselisihan tersebut dan mengupayakan gencatan senjata sementara untuk mendukung pertempuran di Aleppo (Mujahidin berharap bisa melakukan gencatan senjata “untuk setidaknya 3 sampai 6 bulan, sehingga pertama-tama kita bisa mengusir rezim [Nushairiyah]” dari Handarat). Namun negosiasi tidak pernah berjalan lancar karena mediator ISIS terus menerus menghina Syaikh Abu Muhammad Al-Jaulani, Amir Jabhah Nushrah.
“Saya pergi ke Raqqah,” kota yang dikendalikan ISIS di bagian barat Suriah, “dan bertemu dengan komandan [ISIS] berpangkat tinggi dan Omar As-Shishani berada di antara mereka,” tegasnya. “Sebenarnya, pertemuan berakhir sebelum benar-benar dimulai karena [pertemuan itu] tidak mengarah pada sebuah dasar untuk dialog apapun. Hanya saja ketika kami mulai berbicara tentang masalah ini, mereka mulai menghina Amir Jabhah Nushrah dan jadilah saya ikut campur. Mereka tidak berhenti melakukannya. Itu adalah sebuah upaya sia-sia dan meski saya tahu akan jadi begini, saya tetap tidak bisa menolak permintaan dari kelompok-kelompok jihad itu.”
Salahuddin mengatakan bahwa ia meninggalkan pertemuan itu tanpa luka apapun, tapi tak lama kemudian ISIS berusaha untuk membunuhnya.
“Salah satu dari saudara kami syahid [in syaa Allah] dalam serangan ini,” kata Salahuddin kepada Al-Jazeera Turki. “Mereka mengintimidasi kami untuk memberikan baiat kepada mereka.”
Upaya pembunuhan itu dilakukan kepada Salahuddin pada 19 Januari lalu, menurut jurnalis Ibnu Nabih. Supir Salahuddin dilaporkan telah gugur dalam pemboman itu.
Meskipun ada upaya intimidasi terhadap dirinya, Salahuddin mengatakan ia akan tetap setia pada Imarah Islam Kaukasus.
“Saya dan kelompok saya memberi baiat kepada Amir Kaukasus (Abu Usman) [atau Doku Umarov, Amir Imarah Islam Kaukasus sebelumnya] dan meskipun kami mengatakan berulang kali bahwa kami tidak akan merusak baiat kami, mereka [ISIS] tidak menyerah,” katanya.
Salahuddin juga mengungkapkan beberapa rincian menarik lainnya. Ia mengatakan bahwa ia berjuang bersama “Hamza Gelayev,” atau Ruslan Gelayev, komandan militer Chechnya yang berjuang di Perang Chechnya Pertama dan Kedua dan dibunuh oleh pasukan penjajah Rusia pada tahun 2004. Putra Ruslan, Rustam Gelayev, gugur pada bulan Agustus 2013 di Aleppo saat berperang bersama pejuang Chechnya, menurut Kavkaz Center, corong media Imarah Islam Kaukasus.
“Saya datang ke Suriah atas perintah Imarah Kaukasus,” ungkap Salahuddin.
Ia juga menyatakan bahwa kelompoknya tidak menerima dukungan dari pemerintah asing dan bertahan dengan ghanimah [rampasan perang] mereka berupa peralatan dan perlengkapan militer Suriah.
“Kami yakin dalam peperangan kami dan kami menggunakan rampasan perang yang kami sita untuk melawan ketidakadilan,” katanya. “Saat ini kami memiliki tank dan ghanimah yang tak terhitung jumlahnya, yang kami sita dari rezim Assad. Hanya dalam operasi kami ke pegunungan di Maara kami menerima dukungan keuangan dari seorang Syaikh Arab.”
Selain itu, Salahuddin mengatakan bahwa para pejuang dari Kaukasus unggul di medan perang Suriah “karena pengalaman mereka dalam pertempuran.”
“Para pejuang Chechnya kami memiliki pengaruh besar dalam empat tahun perang. Dan pengaruh ini masih tetap ada. Kami bangga untuk berjuang bersama saudara-saudara Anshar Suriah dan untuk tujuan yang sama,” katanya.
Kecakapan taktis para pejuang dari Kaukasus, yang telah melawan pasukan penjajah Rusia selama tiga dekade, telah terbukti di medan perang Suriah untuk beberapa waktu. Jaish Al-Muhajirin wal Anshar telah berperan dalam membantu jihadis mencapai kemenangan kunci melawan pasukan diktator Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Kelompok ini telah mempelopori operasi terhadap basis kunci Suriah, termasuk operasi untuk mengambil alih bandara Minnigh di Aleppo pada Juni 2013 lalu.
Baru-baru ini, Jaish Al-Muhajirin wal Anshar memainkan peran kunci dalam kekalahan pasukan Nushairiyah Suriah di Jisr Al-Shughur, kota Idlib, dan kamp militer Al-Mastoumah di provinsi Idlib, sebagaimana yang disampaikan Salahuddin dalam wawancara itu. Jaish Al-Muhajirin wal Anshar berjuang bersama Jaysh Al-Fath, sebuah koalisi kelompok jihad di mana Jabhah Nushrah dan Ahrar Syam juga tergabung dan begitu berpengaruh di dalamnya.
“Dan kami berperang di sekitar wilayah Aleppo dalam front pertempuran Mallah, Layramon, Abu Duhur, Jabali Azzam dan Kantuman,”jelasnya.
Tentara Muhajirin menggunakan taktik yang sama seperti Al-Qaeda. Kelompok ini telah mengerahkan sejumlah pelaku serangan istisyadiyah yang diluncurkan sebagai bagian dari operasi mereka. Selain itu, kelompok ini juga diketahui menjalankan kamp-kamp pelatihan di dalam wilayah Suriah.
(banan/arrahmah.com)