WASHINGTON (Arrahmah.id) – Amerika Serikat sedang bersiap untuk mengirim lebih banyak bom dan senjata lainnya ke “Israel” bahkan ketika mereka mendorong gencatan senjata dalam perang di Gaza dan mengatakan bahwa mereka menentang rencana Tel Aviv untuk melakukan invasi darat di Rafah selatan, di mana lebih dari separuh penduduk yang mengungsi di daerah kantung tersebut terjebak.
Pengiriman senjata yang diusulkan termasuk sekitar seribu bom MK-82 500 pon (227 kg) dan KMU-572 Joint Direct Attack Munitions (JDAM) yang mengubah amunisi tidak berpemandu menjadi bom berpemandu presisi, demikian dilaporkan The Wall Street Journal pada Jumat (16/2/2024), mengutip para pejabat Amerika yang tidak disebutkan namanya.
AS lebih lanjut mempertimbangkan untuk mengirimkan sekering bom FMU-139, dengan total pengiriman diperkirakan bernilai puluhan juta dolar, yang akan dibayarkan dari bantuan militer AS kepada “Israel”.
Laporan tersebut mengutip sebuah penilaian atas usulan transfer senjata yang disusun oleh kedutaan besar AS di Yerusalem yang mengatakan bahwa “Israel” telah meminta “akuisisi yang cepat atas barang-barang ini untuk pertahanan ‘Israel’ terhadap ancaman regional yang terus berlanjut dan yang sedang berkembang”, lansir Al Jazeera (17/2).
Penilaian tersebut juga menepis potensi kekhawatiran akan hak asasi manusia, dengan mengklai, “Israel mengambil tindakan yang efektif untuk mencegah pelanggaran berat hak asasi manusia dan meminta pertanggungjawaban pasukan keamanan yang melanggar hak-hak tersebut”.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sejauh ini telah dua kali melewati Kongres untuk segera mengirim bom dan amunisi lainnya ke “Israel” di tengah perang yang telah menewaskan lebih dari 28.000 orang Palestina, sebagian besar anak-anak dan perempuan, dan menyebabkan puluhan ribu orang lainnya terluka atau hilang.
Menurut WSJ, AS telah menyediakan sekitar 21.000 amunisi berpemandu presisi kepada “Israel” sejak dimulainya perang Oktober lalu. Dikatakan bahwa senjata yang tersisa cukup untuk menopang pemboman Gaza selama 19 pekan, namun jumlah tersebut akan menyusut menjadi beberapa hari jika “Israel” juga melancarkan serangan penuh ke Lebanon, di mana mereka telah terlibat dalam pertempuran di perbatasan dengan Hizbullah.
Pada Jumat, Biden mengatakan bahwa ia telah berulang kali mengatakan kepada Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu bahwa “harus ada gencatan senjata sementara” di Gaza selama percakapan “ekstensif” pekan ini.
Dalam menghadapi kecaman internasional yang meluas, “Israel” bersikeras bahwa mereka akan segera melancarkan serangan darat ke Rafah, kota paling selatan di Jalur Gaza yang berbatasan dengan Mesir. Di sinilah sekitar 1,4 juta dari 2,3 juta penduduk daerah kantong tersebut telah mengungsi secara paksa dalam serangan “Israel” di seluruh Gaza dalam konflik yang telah berlangsung selama empat bulan ini.
Meskipun pemerintahan Biden berpendapat bahwa serangan “Israel” ke kota yang padat penduduknya itu akan menjadi “bencana”, ia mengatakan bahwa operasi semacam itu tidak akan menghasilkan konsekuensi nyata, seperti pembekuan transfer senjata AS.
Biden mengklaim bahwa ia memperingatkan Netanyahu agar tidak melanjutkan operasi militer ke Rafah tanpa “rencana yang kredibel dan dapat dieksekusi” untuk melindungi warga Palestina yang berlindung di sana. (haninmazaya/arrahmah.id)