AMBON (Arrahmah.com) – Betulkah kondisi Ambon sudah benar-benar kondusif? Kaum Muslimin Ambon ternyata masih trauma dengan kerusuhan 11 September 2011, terutama di saat pemberangkatan haji tahun ini. Mereka terkenang dengan peristiwa penembakan jama’ah haji tahun 2005. Bagaimana ceritanya? Berikut penuturan Koresponden Arrahmah.com dari TKP.
Betulkah Ambon kondusif? Dengan pengawalan ketat oleh tentara, kloter ke-2 jama’ah haji diberangkatkan pada jam 4 pagi WIT untuk pengawalan jamaah haji Yonif yang dilibatkan, dan ada masa perpanjangan masa penjagaan pasukan TNI di Ambon dari Pangdam untuk Ambon. Sedangkan pasukan yang masuk pantauan kemarin ada 2 truk. Ini mungkin untuk mengantispasi adanya kerusuhan susulan pada musim haji tahun ini. Karena pada musim haji tahun 2005 pernah terjadi penyerangan terhadap iring-iringan jamaah haji asal desa Latumasohi. Penyerangan terjadi di desa Kristen Hative.
Pada waktu itu rombongan jamaah haji melintasi desa Hative, kemudian rombongan terakhir yang mengendarai motor ditembak oleh oknum polisi Kristen bernama Otnil layaba alias Otil. Dalam penembakan tersebut menewaskan seorang Muslim bernama Ismail Pellu. Dan lagi-lagi kaum Muslimin didzalimi. Korban penembakan tersebut divisum oleh RS Bhayangkara sebagai korban laka lantas. Ketika jenazah dimandikan di kampungnya, terungkaplah fakta sesungguhnya, ada bekas luka tembak dan proyektil yang keluar dari luka yang berada di bawah ketiak korban.
Karena merasa dibohongi maka pihak keluarga Islamil Pellu menggugat pihak RS Bhayangkara dan meminta polisi mengungkap kasus ini dan menangkap pelakunya. Namun, gugatan tersebut tidak ditanggapi dan tidak ada tindakan apa-apa dari pihak RS dan polisi. Karena kecewa akhinya pihak keluarga melakukan pembalasan dengan cara menyerang kampung Kristen bernama Hative kecil, tampat yang menjadi sasaran adalah tempat hiburan bernama Karaoke Villa. Dalam penyerangan tersebut satu orang tewas dan beberapa orang luka-luka. Kurang lebih dua bulan setelah penyerangan polisi menangkap 17 orang yang diduga pelaku penyerangan Karaoke Villa. Ke-17 orang tersebut dikenakan UU No.15 tahun 2003 tentang tindak pidana Terorisme. 3 orang pelaku divonis dengan hukuman seumur hidup, sedangkan yang lainnya divonis antara 4 sampai 18 tahun.
Sementara itu, pelaku penembakan jamaah haji seorang oknum polisi bernama Otnil Layaba alias Otis dikenakan KUHP dan vonis 4 tahun penjara. Sudah 2 tahun lebih oknum polisi kristen tersebut bebas dari penjara dan kembali berdinas sebagai polisi di Polres Ambon. Sementara pihak Muslim yang menjadi pelaku penyerangan Karaoke Villa sebagian besar dari mereka masih berada di penjara dan disebut sebagai teroris. Mereka berada di LP Porong, Jatim. Lalu, dimanakah keadilan untuk kaum Muslimin Ambon?
(M Fachry/arrahmah.com)