AMBON (Arrahmah.com) – Belum hilang dari ingatan kaum Muslimin kerusuhan di Ambon yang terjadai pada tanggal 11 September 2011 lalu yang telah menewaskan 8 orang kaum Muslimin, ratusan luka, dan ratusan rumah kaum Muslimin terbakar di Waringin dan Mardika, kemarin malam, Sabtu 11 Februari 2012 kota Ambon kembali membara. Kejadian berdarah kembali terjadi, kali ini di desa Pelauw, kabupaten Maluku Tengah. Koresponden Arrahmah.com melaporkan langsung dari TKP.
Rusuh Karena Rebutan Raja?
Kerusuhan berdarah kembali terjadi di Ambon, khususnya di desa Pelauw, kabupaten Maluku Tengah. Kerusuhan ini mengakibatkan korban berjatuhan dan hilangnya harta benda.
Menurut Koresponden Arrahmah.com di TKP, di desa Pelauw ada dua kubu yang sering disebut orang muka dan orang belakang. Adapun yang disebut orang muka, mereka masih percaya kepada kepemimpinan raja sekarang, yang bermarga Latuconsina. Kepemimpinan raja sekarang, yang menjabat seumur hidup. Mereka menghendaki raja harus dipilih. Sementara itu, dari marga Latuconsina, walaupun dia bukan keturunan raja, tapi itu tidak mungkin terjadi, karena raja sekarang adalah raja turun temurun.
Dari sinilah masalah kian panjang dan memanas, hingga akhirnya terjadi keributan diantara dua kubu tersebut, dan memakan korban jiwa dari kedua belah pihak. Kubu yang sering disebut sebagai orang belakang, berpindah ke kampung tetangga yang bernama Rohmoni dan kampug Kabauw.
Sebenarnya, sebagaimana dilaporkan Koresponden Arrahmah.com dari TKP, setelah sekian lama sudah terjalin hubungan, masuk keluar kampung untuk mencari nafkah sebagai tukang ojek. Setelah sekian lama terjalin hubungan yang cukup baik, meskipun tidak semuanya.
Namun, di hari Kamis kemarin (9/2), hubungan yang sudah terjalin tersebut terusik. Awal mulanya adalah adanya pipa air bersih yang diputus oleh orang belakang, dan kemudian hal tersebut ditegur oleh orang muka.
Tak lama berselang, orang belakang memegang kerah baju dari orang depan. Dari permasalahan ini akibatnya timbul masalah yang sekarang ini terjadi, dan dikategorikan terbesar.
Mengapa terbesar, karena sebagaimana dituturkan oleh Koresponden Arrahmah.com di TKP, di saat berita ini diturunkan kerugian harta benda akibat dari kerusuhan tersebut mendekati angka miliar rupiah. Masya Allah!
Korban kembali berjatuhan, Ada Rekayasa?
Koresponden Arrahmah.com dari TKP melaporkan bahwa saat ini korban yang terkena bom, luka tembak, dan luka benda tajam berjumlah sepuluh orang lebih. Adapun yang meninggal dunia akibat kerusuhan pada hari ini berjumlah 7 orang, dengan rincian 2 orang dari kubu orang muka dan 5 orang dari kubu orang belakang.
Berikut data-data korban yang meninggal; dari kubu orang muka bernama ;
(1). Abratif latupono, Umur 62 tahun.
(2). Sara alim shubauwa, Umur 58 tahun.
Sementara dari kubu orang belakang, hingga saat ini belum bisa didapatkan nama-namanya.
Koresponden Arrahmah.com menyatakan bahwa hingga saat ini masih ada kosentrasi massa dari dua kubu. Aparat keamanan dari Brimob dan Polsek Pelaw tidak bisa berbuat banyak.
Selain itu, Koresponden Arrahmah.com di TKP juga menyampaikan bahwa dua mayat yang masih berada di desa Pelauw bukan berasal dari desa Pelauw, melainkan berasal dari desa Kabauw dan desa Rohmani. Ini terlihat dari baju yang mereka pakai berwarna merah, sedangkan pakaian yang dipakai warga Pelaw berwarna putih. Berarti kerusuhan di desa Pelaw ada campur tangan dari desa lain.
Apakah ada rekayasa terstruktur dan terencana dari pihak-pihak tertentu untuk kembali membuat Ambon Berdarah? Wallahu’alam bis showab!
(Idham Tuasikal/arrahmah.com)