BOGOR (Arrahmah.com) – Syiah lahir dari gerakan politik yang kemudian dilembagakan dengan seperangkat sistem keyakinan sebagai idiologinya. Selanjutnya hingga kini, Syiah adalah gerakan yang menghalalkan segala cara untuk eksis, merekrut pengikut, melakukan infiltrasi, dan akhirnya meraih serta mewujudkan kekuasaan otoriter.
Demikian high light dari diskusi tentang Peta dan Kontra Syiah yang diselenggarakan Keluarga Alumni Lembaga Dakwah Kampus (KA-LDK) di Gedung Global Halal Centre Bogor, Senin (8/2/2016).
Limapuluhan orang mengikuti acara yang menghadirkan narasumber Dr Farhat Umar, Hasan Rifai MSi, dan Ir Arif Wibowo tersebut. Para peserta merupakan alumni aktivis LDK Institut Pertanian Bogor, Universitas Nasional Sebelas Maret Solo, Universitas Tadulako Palu, Universitas Brawijaya Malang, dan lain-lain.
Hasan Rifai yang sampai sekarang aktif sebagai da’i di sekitar Kampus IPB Darmaga, memaparkan historis munculnya Syiah.
”Ketika perselisihan di kalangan sahabat Nabi sudah selesai, ada kelompok yang terus berupaya memelihara konflik bahkan melanjutkan perang. Mereka membuat kubu pro-Ali versus pro-Muawiyah. Kelompok inilah yang disebut syi’i atau syiah,” papar Hasan.
Dalam perkembangannya, kelompok yang mengklaim sebagai ”ahlul bayt” itu menyusun teori imamah berdasarkan garis keturunan Ali bin Abi Thalib.
Awalnya, Syiah berbilang-bilang macamnya sesuai teori politik imamah dan theologi masing-masing.
Farhat Umar dalam paparannya mengatakan, secara teori memang pernah ada Syiah yang dekat dengan Sunni, yaitu Ja’fariyah dan Zaidiyah. Namun dalam kenyataan saat ini, yang eksis di dunia adalah Syiah Rafidhoh atau Syiah Imamah Itsna Asy’ariyah.
Syiah Rafidhoh memiliki perangkat keyakinan yang sesat. Misalnya, bahwa Mushaf Al Qur’an Ustmaniyah yang digunakan umat Islam saat ini hanyalah sepertiga dari aslinya; Shahabat Nabi yang mukmin hanyalah Abu Dzar Alghifary, Salman Alfarisi, dan Miqdad bin Aswad; Kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Ustman tidak sah.
Mereka juga mengamalkan perkara-perkara salah seperti nikah mut’ah, taqiyah, sholat berkiblat ke Qom, dan sebagainya. Di lapangan, mereka bisa ditemui dalam beragam sosok, mulai dari sekaliber tokoh seperti pentolannya Jalaluddin Rachmat hingga para pengikutnya. Para pengikut ini ada yang masuk kategori mengikuti tataran pemikiran ajarannya dan ada pula yang mengamalkan semua ajaran Syiah.
Farhat yang juga Koordinator KA-LDK mengungkapkan, Syiah menggunakan sejumlah jargon untuk meredam tentangan atas mereka. Misalnya mengatakan, Syiah hanyalah salah satu mazhab dalam Islam sebagaimana mazhab empat; Tidak semua Syiah sesat, misalnya Zaidiyah; Jangan mudah mengkafirkan orang lain; Jangan mau diadu domba dan dipecah-belah, dan sebagainya.
Sedang Arif Wibowo menyebutkan, reaksi umat terhadap perkembangan Syiah seringkali terlalu reaktif dan justru menguntungkan kelompok sesat tersebut. “Ada daerah yang sebenarnya masih bersih dari pengaruh Syiah, tetapi karena para daí menggembar-gemborkan bahayanya aliran ini, akibatnya malah segelintir masyarakat penasaran dan akhirnya tertarik mengikuti Syiah. Ada pula sekelompok masyarakat, mayoritas para intelektual dan aktivis kampus, secara tidak sadar mengkaji dan menggeluti pemikiran berbau Syiah.
Berdasarkan pergulatannya di dunia pergerakan kampus, Arif menjelaskan bagaimana Syiah merekrut pengikut dari kalangan kampus melalui pesona karya-karya ilmiah Ali Syariati, Murtadha Muthahari, Muhammad Al Baqir, dan lain-lain.
”Ali Syariati ini sebenarnya lebih condong sebagai intelektual sosialis ketimbang Syiah. Tapi oleh Syiah dijadikan entry point untuk merekrut pengikut dari kalangan intelektual,” kata Direktur Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) Solo itu.
Arif menyarankan, dakwah meng-counter Syiah harus menggunakan pendekatan sesuai level mad’u. Untuk kalangan awam dan anak-anak, ia menyerukan agar internalisasi martabat shahabat Nabi terus digencarkan. Misalnya dengan menyebut lengkap sumber hukum Islam: Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qiyas. Juga mensosialisasikan do’a dan syair-syair tentang Khalifah yang Empat.
Untuk kalangan fans dan newbi, Arif merekomendasikan pendekatan kajian ilmiah. Terutama tentang konteks sejarah suksesi Bani Tsaqifah. ”Peristiwa suksesi ini yang dimanipulasi Syiah untuk menyusun teori imamah,” ujar peserta Program Kaderisasi Ulama Baznas-Dewan Dakwah tersebut.
Sedang untuk kalangan klothokan (diehard) Syiah seperti Jalaluddin Rakhmat, kiranya tidak perlu ada diskusi (tadrib) lagi. Percuma.
Di akhir diskusi para narasumber berpesan, isyu Syiah ”digoreng” oleh intelijen untuk menguras energi dan fokus gerakan Islam. ”Dulu kita disibukkan dengan NII, sekarang Gafatar, Syiah…,” kata Hasan Rifai.
Ia menambahkan, selain tetap menanggulangi dampak gerakan-gerakan sesat, gerakan Islam juga harus mempunyai agenda untuk diperjuangkan. ”Jangan hanya reaktif,” tandasnya. Sementara Farhat Umar menegaskan perlunya penguatan jaringan antarkekuatan umat lewat kerjasama dan sinergi untuk meredam ajaran ini.
Laporan: Nurbowo
(azmuttaqin/arrahmah.com)