GAZA (Arrahmah.com) – Abu Hafs Al Maqdisi, Amir Jaish al Ummah, sebuah tandzim jihad yang berbasis di Gaza, pada Kamis (15/8/2013) kemarin menyeru kepada Kaum Muslimin Mesir untuk melancarkan jihad melawan tentara brutal Mesir pimpinan Jenderal Abdul Fattah el Sisi, lansir LWJ.
Al Maqdisi, yang dibebaskan dari penjara Hamas pada Desember lalu, juga menyeru kepada Kaum Muslimin Mesir untuk menggulingkan tiran Sisi dan mendirikan Daulah Islam.
Al Maqdisi lebih lanjut menyatakan, menurut laporan pers, bahwa meskipun Jaish al Ummah saat ini belum berkoordinasi dengan kelompok-kelompok Salafi di Mesir, pihak mereka menyatakan siap untuk bekerjasama dengan setiap Kaum Muslimin yang siap untuk menerapkan Syariah Islam.
Seruan Al Maqdisi disampaikan sehari setelah pihak berwenang Mesir melakukan pembantaian terhadap ribuan Kaum Muslimin untuk membubarkan secara paksa mereka yang berunjuk rasa menentang pemerintahan diktator Sisi.
Pasukan keamanan Mesir melakukan serangan brutal mereka sejak Rabu (14/8) pagi. Kementerian kesehatan Mesir pada Kamis (15/8) kemarin mengklaim bahwa jumlah korban tewas hanya berjumlah 525 orang, itupun termasuk sejumlah aparat keamanan. Sementara Ikhwanul Muslimin Mesir mengungkap bahwa jumlah Kaum Muslimin yang gugur dalam pembantaian itu mencapai lebih dari 2200 orang dan 5000 lainnya mengalami luka-luka.
Pembantaian yang terjadi di Mesir telah memicu sejumlah tanggapan dari banyak kelompok jihad. Dalam forum jihad Shumukh al Islam, seorang pengguna forum menyampaikan sambutannya, yang diperoleh dan diterjemahkan oleh SITE Intelligence Group, bahwa saat ini, “adalah kesempatan bagi Mujahidin untuk bangkit membela Ahlus Sunnah dengan pedang dan tombak.”
Demikian pula, Abdullah Muhammad Mahmoud, jihadi Yayasan Studi dan Penelitian Islam Dawa’at al-Haq, memperingatkan Kaum Muslimin Mesir dalam sebuah artikel yang diposting ke forum-forum jihad pada Rabu (14/8) bahwa “jika kalian tidak melakukan jihad hari ini, maka esok kalian hanya akan menyalahkan diri kalian sendiri.”
Reaksi lazim lainnya dari kelompok-kelompok jihad, di mana Al-Qaeda dan afiliasinya telah mendorong hal ini berulang kali sejak penggulingan Mursi, adalah pernyataan mengenai kesalahan sebagian Umat Islam yang terlibat dalam proses demokrasi.
Dalam sebuah esai yang diposting ke forum-forum jihad pada bulan Juli, Abu Muhammad Al Maqdisi, salah seorang ideolog jihad global dan mantan mentor Syaikh Abu Musab Az-Zarqawi, berpendapat bahwa penggulingan tentara Mesir terhadap pemerintahan Mursi menunjukkan keunggulan jalan jihad dan kotak amunisi atas kotak suara [demokrasi].
Dan pada Kamis (15/8) kemarin, Mujahidin Imarah Islam (IIA) Afghanistan juga mengeluarkan pernyataan yang mengutuk tindakan keras pada Ikhwanul Muslimin. Di mana pernyataan itu, yang juga diperoleh dan diterjemahkan oleh SITE Intelligence Group, menyebutkan bahwa di Mesir sedikitnya 2.600 Kaum Muslimin telah syahid, Insya Allah.
Mujahidin IIA menyeru kepada pasukan keamanan di Mesir untuk berhenti menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah dan untuk berhenti menindas anak-anak dan kaum wanita, baik tua maupun muda.
Jaish al Ummah
Jaish al Ummah adalah salah satu dari sejumlah kelompok Salafi Jihadi yang beroperasi di Jalur Gaza. Kelompok ini telah memperingatkan tentang pengaruh Iran yang merayap di Jalur Gaza, khususnya melalui jalan Jihad Islam Palestina. Selain itu, kelompok ini juga mengaku bertanggung jawab atas sejumlah serangan roket dari Gaza ke “Israel”.
Setelah gugurnya Abu Al-Walid Al-Maqdisi dan Ashraf As-Sabah, dua pemimpin Dewan Syura Mujahidin di sekitar Al-Quds (MSC), pada 13 Oktober 2012, Jaish al Ummah merilis sebuah pernyataan dalam mendukung MSC. Demikian pula, setelah gugurnya Hithem Ziad Ibrahim Masshal, seorang Mujahid terkenal di Jalur Gaza, pada akhir April 2013, kelompok jihad ini pun mengeluarkan pernyataan penghormatan mereka terhadap Masshal.
Selama tahun lalu, kelompok Salafi Jihadi ini telah mengeluarkan beberapa pernyataan yang berkaitan dengan situasi di Suriah. Diantaranya, pada tanggal 20 Januari 2013, dalam sebuah pidato audio dari Abu Abdullah Al Ghazi, seorang petinggi di Jaish al Ummah, yang dirilis di forum-forum jihad. Dalam pidatonya, Al Ghazi mengatakan Syam harus dilihat sebagai pasar jihad terbuka. Selain itu, dia meminta Mujahidin untuk “mengambil inisiatif dan bangkit untuk mendirikan Daulah Islam di Syam dan membangun kembali aturan Allah di atas bumi-Nya setelah kalian membalas darah yang ditumpahkan dan kehormatan yang dilanggar tiran [Assad].”
Sembilan hari sebelum pidato audio ini dirilis, sebuah video dari Jaish al Ummah juga dirilis ke forum-forum jihad. Dalam video tersebut, yang didedikasikan untuk Mujahidin di Suriah, kelompok ini menunjukkan “cara pembuatan roket 107mm”. Video itu juga “memberikan rekomendasi tentang bahan-bahan pengganti dan jumlah bahan yang tergantung pada ukuran roket.“
Jaish al Ummah juga telah menyatakan dukungan bagi Muslim Ahlus Sunnah yang tinggal di Ahvaz, Iran. Dalam sebuah video yang dirilis pada bulan Januari, seorang pembicaranya mengecam Syiah yang menjadi belati beracun di sisi umat Islam. Sang pembicara menyerukan umat Islam untuk memberikan dukungan yang lebih besar kepada Ahlus Sunnah yang tinggal di Ahvaz.
“Bangkitlah sekarang, dalam sebuah revolusi tegas melawan [Syiah] dan makar mereka. Bersiagalah atas kehadiran mereka di mana pun dan hadapilah musuh [Syiah] kalian dan gagalkan makar mereka, karena, demi Allah, jika mereka mendominasi kalian, itu akan menjadi penderitaan di atas bumi ini,” kata sang pembicara. Video itu diakhiri dengan desakan sang pembicara kepada “semua Mujahidin di seluruh dunia untuk membidik kepentingan Iran di mana-mana.”
Selain mengungkapkan dukungan bagi Ahlus Sunnah di Ahvaz, Jaish al Ummah juga telah mengeluarkan pernyataan yang mendukung jihad di Mali. “Kami akan mendukung dan setia dan membantu saudara-saudara Mujahidin Tauhid kami di Mali tanpa batas,” seru kelompok jihad Salafi ini dalam pernyataan yang dirilis ke forum-forum jihad pada tanggal 20 Januari 2013. Dalam pernyataan yang sama, Jaish al Ummah juga mendesak umat Islam untuk “menyerang semua kepentingan Perancis dan Barat di negara-negara mereka.” (banan/arrahmah.com)