ALJIR (Arrahmah.id) – Aljazair dilaporkan menolak izin masuk pesawat militer Prancis yang menuju ke Niger, sementara negara Afrika Utara itu tetap mempertahankan penolakannya terhadap intervensi militer di wilayah yang dilanda konflik tersebut.
“…sejalan dengan posisi Aljazair yang dengan tegas menolak intervensi militer apa pun di Niger sebagai opsi untuk memaksa para pembangkang menyerahkan kekuasaan dan mengembalikan Presiden Mohamed Bazoum ke jabatannya,” radio resmi Aljazair mengutip sumber yang dapat dipercaya.
Presiden Niger, Mohamed Bazoum, terpilih dua tahun lalu. Akan tetapi, pada 26 Juli, anggota pengawal presiden memaksanya keluar dari jabatannya pada kudeta ketiga dalam beberapa tahun yang menyaksikan banyak kudeta di wilayah Sahel. Para pemimpin kudeta di Niger mengatakan mereka ingin mencegah masalah ekonomi dan keamanan lebih lanjut.
Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) memberikan tenggat waktu selama sepekan kepada dewan militer di Niger untuk mengembalikan Presiden Mohamed Bazoum, yang berada dalam tahanan rumah.
Ketika batas waktu berakhir pada tanggal 6 Agustus, para panglima militer ECOWAS menyetujui rencana kemungkinan intervensi militer untuk menanggapi krisis ini, dan tentara dari berbagai negara, termasuk Senegal dan Pantai Gading, menyatakan bahwa mereka siap untuk berpartisipasi.
ECOWAS belum mengatakan apa langkah selanjutnya atau kapan tepatnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna mengatakan pada 5 Agustus bahwa pihaknya akan mendukung upaya blok regional Afrika Barat untuk menggagalkan kudeta militer di Niger, kata kementerian luar negeri Prancis pada Sabtu, 19 Agustus.
Pada Senin (21/8/2023), saluran radio milik negara Aljazair melaporkan bahwa “intervensi militer sudah dekat dan rencana siap untuk menyerang Niger.”
“Aljazair dengan tegas menolak membuka wilayah udaranya bagi pasukan asing mana pun untuk melakukan intervensi paksa di Niger,” saluran radio Aljazair menegaskan.
Aljazair dan Niger berbagi perbatasan bersama yang membentang sekitar 1.000 kilometer, bersama dengan ikatan manusia dan sejarah. Beberapa analis mengatakan bahwa konflik bersenjata di dekat perbatasan Aljazair, wilayah yang dikuasai milisi, akan semakin membebani tentara Aljazair.
Pemerintah Aljazair mengkritik kudeta di Niger namun menentang kemungkinan intervensi ECOWAS dan menyerukan solusi politik.
Pada 5 Agustus, Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune mengatakan bahwa tindakan militer eksternal apa pun di Niger akan mengancam Aljazair secara langsung dan membakar seluruh wilayah Sahel.
“Kami yang paling terpengaruh. (…) Aljazair tidak akan menggunakan kekerasan terhadap tetangganya, tapi tidak akan ada solusi tanpa Aljazair juga,” tambahnya.
Sejauh ini, Aljazair belum berkomunikasi dengan para pemimpin kudeta di Niger, juga belum mengambil tindakan apa pun seperti menutup perbatasan atau menangguhkan penerbangan dan transaksi komersial. (zarahamala/arrahmah.id)