ALJIR (Arrahmah.com) – Sumber-sumber yang dekat dengan rezim sekuler Aljazair melaporkan bahwa presiden Aljazair, Abdelaziz Bouteflika, membatalkan sebuah operasi militer skala besar yang hendak dilakukan terhadap mujahidin kelompok Tauhid wal Jihad di Mali Utara pada bulan April 2012 lalu.
Sumber-sumber itu menyebutkan bahwa operasi militer skala besar tersebut akan dilaksanakan setelah penculikan terhadap diplomat Aljazair dari gedung konsulat jendral Aljazair di kota Gao, wilayah Azawad, Mali Utara.
Operasi militer skala besar itu semula dijadwalkan memakan waktu lebih dari sepuluh hari, melibatkan pasukan khusus Aljazair, diperkuat sejumlah pesawat tempur dan helikopter militer. Namun operasi itu dibatalkan setelah Aljazair kehilangan jejak diplomat yang diculik, demikian tulis koran nasional Aljazair Al-Khabar pada Ahad (30/12/2012).
Sumber-sumber yang dekat dengan rezim sekuler Aljazair menyebutkan presiden Abdelaziz Bouteflika membatalkan rencana operasi militer tersebut pada detik-detik terakhir jadwal eksekusi operasi, pada pertengahan April 2012.
Sejumlah pakar keamanan di kawasan mengaitkan pembatalan itu dengan ancaman mujahidin Al-Qaeda Negeri Maghrib Islam (AQIM). AQIM telah mengancam akan memberikan pukulan mematikan terhadap rezim sekuler Aljazair, Mauritania dan Nigeria jika mereka tetap melakukan invasi militer terhadap wilayah di Mali Utara yang dikuasai oleh pemerintahan mujahidin Anshar Ad-Din.
Pada awal Desember 2012 ini Dewan Keamanan PBB sendiri telah mengeluarkan resolusi yang mensahkan invasi militer ke wilayah Mali Utara. Pasukan “perdamaian” PBB yang dikomandoi oleh pasukan Afrika Barat akan membantu rezim sekuler Mali untuk memerangi mujahidin Islam yang menerapkan syariat Islam di wilayah Mali Utara. Invasi militer tersebut merupakan bagian dari perang global melawan penerapan syariat Islam yang dikampanyekan oleh AS dan Barat. (muhib almajdi/arrahmah.com)