JAKARTA (Arrahmah.id) – Ratusan mahasiswa perwakilan beberapa Universitas di Tanah Air yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Islam (AMI), menggelar unjuk rasa di depan Kantor Perwakilan PBB, Jalan MH Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 5 April 2023.
Dalam kesempatan itu, AMI meminta PBB untuk menekan Beijing agar segera mencabut larangan berpuasa bagi umat muslim di China.
Menurut AMI, tindakan otoritas Tiongkok diremot oleh Partai Komunis China sangat jelas.
AMI mengungkap beberapa bukti dan laporan investigasi di media massa maupun media sosial, sangat lugas menampilkan cara-cara kasar Beijing memasukan budaya China Komunis antara lain minum-minuman keras, berjudi dan berzinah kepada anak-anak khususnya remaja Uighur.
“PBB sudah saatnya menyeret Presiden Xi Jinping dan antek-antek komunis Beijing yang terlibat dalam tragedi berdarah Baren ke Mahkmah Internasional, untuk mempertanggung jawabkan dosa-dosanya,” kata Andi Setya Negara selaku koordinator aksi.
Mereka juga membawa spanduk dan poster yang menggambarkan kekejaman Beijing terhadap muslim Uighur.
Andi Seyta mengungkapkan, kekejaman komunis Tiongkok terhadap kaum muslim yang menjadi minoritas di negara China sudah menjadi catatan kelam sejarah peradaban umat manusia di dunia.
Andi Setya mengatakan salah satu bukti nyata kekejaman Beijing adalah tragedi berdarah Baren tanggal 5-10 April 1990. Dimana, lanjutnya, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) yang terkenal sadis dan tidak memiliki rasa prikemanusiaan, membantai ratusan muslim Uighur.
Selain membentangkan spanduk dan poster berisi tuntutannya, para mahasiswa juga menggelar aksi treaktikal yang menggambarkan kekejaman Beijing saat membantai ratusan muslim Uighur dalam tragedi berdarah Baren.
Diketahui, saat Muslim di seluruh dunia kini memulai ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, muslim di China menghadapi larangan puasa dan tradisi budaya dan agama mereka semakin diserang.
Masyarakat Muslim Uighur di wilayah barat laut Xinjiang diperintahkan untuk tidak mengizinkan anak-anak mereka berpuasa, dengan anak-anak ditanyai oleh pihak berwenang mengenai apakah orang tua mereka berpuasa atau tidak, kata pejabat setempat dan kelompok hak asasi manusia.
(ameera/arrahmah.id)