CAPETOWN (Arrahmah.com) – Setelah 300 tahun berkampanye, mimpi yang telah lama ditunggu-tunggu umat Islam Afrika Selatan alhamdulillah kini menjadi kenyataan setelah imam lulusan pertama dari proyek percontohan telah diangkat secara legal oleh pemerintah sebagai petugas pernikahan bagi komunitas Muslim pada Rabu (30/4/2014).
“Ini jelas merupakan suatu langkah ke arah yang tepat setelah perjuangan panjang untuk memperoleh legalisasi atas pernikahan Muslim,” ujar Hoodah Abrahams, seorang pengacara di Pusat Hukum Perempuan, kepada Cape Times.
“Kami telah menjadi pendukung kuat agar pernikahan sesuai syari’at ini diakui,” tambahnya .
Pernikahan Islam tidak diakui di Afrika Selatan.
Sejak umat Islam pertama kali datang ke negara itu 300 tahun yang lalu, pemerintah tidak mengakui pernikahan mereka, menempatkan mereka dalam ketimpangan hukum.
Anak yang lahir dari perkawinan yang syar’i dianggap tidak sah, sementara perempuan tidak dilihat sebagai isteri yang sah ketika mencoba untuk mengklaim kepemilikan warisan perkebunan milik almarhum suami mereka.
Langkah pertama untuk mengakhiri dilema ini digenapi pada hari Rabu (30/4/2014) ketika para imam pertama menyelesaikan kursus tiga hari untuk belajar tentang UU Perkawinan tahun 1961 dan lulus ujian tulis yang diresmikan Pemerintah.
Setelah menjadi lulusan pertama dari program percontohan, para imam kini dapat bekerja sebagai petugas resmi pernikahan bagi umat Islam.
Upacara wisuda dihadiri oleh Wakil Presiden Kgalema Motlanthe, Menteri Dalam Negeri Naledi Pandor, dan Fatima Chohan sebagai perwakilan pemimpin komunitas Muslim.
Semua pernikahan Muslim yang pertama ini akan disimpan di Daftar Penduduk Nasional, kata juru bicara Negeri Lunga Ngqengelele.
Bagi Abrahams, pengacara, para imam baru diharapkan menjadi jalan untuk mengakhiri penderitaan wanita Muslim yang pernikahannya tidak diakui di bawah UU Perkawinan Afrika Selatan selama beratus-ratus tahun.
“Dalam kebanyakan kasus disini, kita menemukan bahwa laki-laki diakui menjadi pencari nafkah, tetapi bila ada masalah dalam pernikahan, perempuan tidak dianggap secara hukum,” katanya.
“Saat ini kami memiliki sejumlah lokakarya untuk meningkatkan kesadaran bagi orang yang menikah agar menyadari bahwa pernikahan mereka tidak terdaftar secara hukum,” tambahnya.
Muslim berjumlah sekitar 1,5 persen dari 49 juta populasi Afrika Selatan, menurut buku fakta CIA.
Akhirnya merasa lega
Para petugas perkawinan Islam telah lama ditunggu-tunggu sebagai pembawa harapan keadilan bagi Muslim Afrika Selatan yang telah menderita karena pernikahan mereka tidak diakui.
Pada tahun 1994, kasus seorang nenek di Hanover Park, Suleiga Daniels, mengejutkan ummat Muslim saat wanita tua itu kehilangan rumahnya setelah pemerintah menolak untuk mengakuinya sebagai pasangan hidup suaminya, Moegamat Daniels.
Pasangan itu pindah ke rumah mereka ketika mereka menikah pada tahun 1977 dan hidup bersama dalam pernikahan Islam selama 17 tahun sampai sepeninggalannya. Kasus Daniels dimenangkan pada tahun 2011.
“Ibu kami meninggal pada bulan Maret tahun lalu. Saya sangat senang mendengar bahwa pada akhirnya pernikahan Muslim akan diakui,” putri Daniels, Yasmina Mohamed mengatakan kepada Cape Times.
“Perempuan Muslim sekarang akan lebih terlindungi. Ibuku mengalami pertempuran yang sangat lama untuk mendapatkan apa yang berhak menjadi miliknya dan telah bersumpah untuk tidak menyerah.”
Dalam kasus lain, pernikahan Fatima Gabie Hassam baru diakui setelah pertempuran hukum yang panjang pada tahun 2004 ketika putusan Pengadilan Tinggi Cape Barat mendukung kasusnya dirujuk ke Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan pengakuan hukum.
“Muslim di Afrika Selatan telah menderita penghinaan atas marjinalisasi di mata hukum untuk lebih dari (tiga abad) dan tentu saja merupakan langkah ke arah yang tepat jika para imam diakui sebagai petugas pernikahan,” kata pengacara Hossam kota Cape Town, Igshaan Higgins.
“Namun, perayaan apapun harus ditunda sampai Hukum Personal Muslim menjadi kenyataan bagi semua Muslimah, baik sebagai istri, ibu, anak perempuan dan saudara yang menderita kesulitan mendapatkan perlakuan yag adil setiap hari sebagai akibat dari tidak diakui di matahukum.”
Keputusan yang ditunggu-tunggu telah dipuji sebagai “terobosan” untuk pernikahan Muslim setelah puluhan tahun upaya pengakuan digencarkan oleh mereka.
“Kami telah terlibat dalam program ini sejak kami pertama kali mengangkat pertanyaan tentang pernikahan Muslim di negeri ini,” katanya.
“Kami menghubungi imam yang berbeda, orang-orang yang berasal dari MJC dan mereka yang tidak, untuk bergabung dalam kursus yang diselenggarakan Catatan Sipil ini.
“Ini adalah langkah terobosan bagi kita. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pernikahan kita akan diakui dan anak-anak kita tidak akan dipandang sebagai tidak sah dalam hal hukum,” katanya. (adibahasan/arrahmah.com)