Oleh: Muh. Nursalim
(Arrahmah.com) – Ini hari terakhir tahun 2021. Saya tidak akan menulis kaledioskop, seperti kebiasaan media di penghujung tahun. Biarlah segala peristiwa yang lalu biar berlalu. Sesekali boleh ditengok tetapi tidak perlu lama-lama. Karena akan membangkitkan kesedihan bila mengenang yang sedih-sedih atau menimbulkan ujub bila itu kesuksesan.
Satu kalimat saja yang patut saya ucapkan untuk mengakhiri tahun ini, “Alhamdulillah masih hidup”. Ini nikmat tiada tara sehingga harus dipelihara. Dihayati penuh kesadaran ilahi, bahwa hidup itu nikmat luar biasa.
Hari itu idhul adha tahun 1442 H. Mestinya saya menjadi jagal qurban. Pisau terbaik sudah saya siapkan. Ada 10 sapi dan puluhan kambing. Hewan-hewan itu harus diselesaikan penyembelihannya untuk kemudian dibagikan dagingnya kepada yang berhak. Sudah beberapa tahun saya menjadi anggota tim jagal masjid al musyarakah, bersama dua jagal lainnya.
Tetapi saya tidak bisa menjadi jagal hari itu, begitupun dua lainnya. Semua jagal sakit. Kira-kira kena covid-19. Gejalanya seperti yang diceritakan orang-orang yang pernah mengalami. Ditambah satu lagi, tenggorokan ini seperti tercekik ketika dipakai untuk menelan. Sakitnya luar biasa sampai ke ubun-ubun. Hatta menelan ludahpun rasa nyeri itu tiada tara.
Ambulan datang ke rumah. Menjemput untuk dibawa ke rumah sakit. Perlengkapan sudah saya siapkan, bila ternyata harus karantina setelah pemeriksaan. IGD rumah sakit penuh, pasien berdatangan tetapi tidak dapat ruangan. Saya juga demikian, setelah dinyatakan positif covid, kemudian disuruh pulang. Karantina di rumah saja. Alhamdulillah.
Hari-hari itu berita kematian menghiasi suluruh media sosial. Sehari bisa empat hingga delapan lelayu. Ada tokoh nasional, regional maupun daerah. Yang paling banyak tentu rakyat biasa. Berita kematian itu sering ditambah catatan, “dimakamkan dengan protokol kesehatan”.
Jika ada catatan seperti itu dipastikan rumah duka sepi. Jarang orang berani melayat. Mungkin takut ketularan covid atau merasa percuma takziyah. Karena jenazah tidak singgah di rumah duka. Dari rumah sakit langsung ke kuburan. Kalau diampirkan ke rumah, peti jenazah tetap di dalam ambulance. Orang yang ingin mensholati dipersilahkan berdiri di pinggir jalan, menghadap ambulance.
Semoga mereka yang beriman dan meninggal disebabkan wabah covid dicatat sebagai syuhada. Merujuk sabda Nabi saw. berikut ini.
جَابِرَ بْنَ عَتِيكٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِى يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
Jabir bin Atik mengabarkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “ Mati syahid ada tujuh selain yang terbunuh saat jihad fi sabilillah, yaitu mati karena thoun (wabah) syahid, mati karena tenggelam syahid, mati karena sakit tulang rusuk syahid, mati karena sakit perut syahid, mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa benda keras syahid, dan wanita yang mati karena melahirkan syahid“. (Hr. Abu Dawud)
2021 adalah tahun banyaknya kematian. Maka kalau hingga ujung hari di tahun ini kita masih hidup, adalah suatu anugerah yang luar biasa. Bisnis boleh macet, dagangan boleh kadaluarsa, pekerjaan boleh hilang, pendapatan boleh berkurang tetapi jika masih diberi hidup oleh Allah maka semua yang hilang itu bisa kita kembalikan.
Hidup itu berada pada ruang dan waktu. Itulah dunia. Kemulyaan manusia itu sangat tergantung pada pemanfaatan ruang dan waktu. Semakin efektif dan produktif seseorang dalam mengisi ruang dan waktunya maka ia semakin sholih dan sukses.
Waktu, semua kita sudah tahu apa itu waktu. Adapun ruang bisa berupa kedudukan, jabatan, status sosial, posisi saat ini kita berada. Misalnya sebagai suami atau sebagai istri. Sebagai orang tua atau sebagi anak.
Saking pentingnya pemanfaatan ruang dan waktu Rasulullah saw berpesan kepada umatnya sebagai berikut:
رَوَى عَمْرُو بْنُ مَيْمُونٍ الأَوْدِيُّ ، مُرْسَلا ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ : اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Amru bin Maimun Al Ady meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda kepada seorang laki-laki yang mengadu kepadanya, “Jagalah lima perkara sebelum datangnya lima: masa mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum fakirmu, luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum kamu mati.” (Hr. Baihaqi)
Maka diujung tahun ini muhasabah diri menjadi penting dilakukan. Secara jujur menilai pribadi masing-masing seberapa bagus dalam memanfaatkan ruang dan waktunya. Dengan muhasabah diri, maka lompatan prestasi dapat dilakukan. Prestasi kerja maupun prestasi ibadah.
Al ‘tiraf (pengakuan) Abu Nawas yang masyhur itu perlu kita baca ulang, agar hidup ini semakin bermakna.
وَعُمْرِي نَاقِصٌ فيِ كُلِّ يَوْمٍ – وَذَنْبيِ زَئِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِ
إِلهِي عَبْدُكَ العَاصِي أَتَاكَ – مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَاكَ
فَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَا أَهْلٌ – فَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاكَ
Umurku ini setiap hari berkurang – sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya.
Wahai, Tuhanku! Hamba-Mu yang berbuat dosa telah datang kepada-Mu – dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada-Mu.
Maka jika Engkau mengampuni, maka Engkaulah yang berhak mengampuni – Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?
Alhamdulillah hari ini masih hidup. Tetapi nanti juga akan mati. Sebaik-baik kematian adalah yang diridhai Allah seraya diseru oleh Nya.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30) [الفجر/27-30]
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Q.S. Al-Fajr [89]: 27-30).
(*/Arrahmah.com)