ALEPPO (Arrahmah.com) – Situs-situs jihad dan revolusi Suriah pada Ahad (5/1/2014) memberitakan, ketegangan dan konflik bersenjata antara mujahidin ISIS dengan beberapa kelompok lainnya berhasil diselesaikan secara damai. Perdamaian tersebut dicapai melalui perantaraan Syaikh Abu Muhammad Al-Jaulani, Amir Jabhah Nushrah, Syaikh Abu Abdullah Al-Hamawi, Amir Harakah Ahrar Asy-Syam Al-Islamiyah dan komandan Liwa’ Al-Haq.
Pernyataan resmi tentang perdamaian tersebut akhirnya berhasil meredakan kekhawatiran kaum muslimin akan meluas dan memanjangnya konflik intern di antara kelompok-kelompok mujahidin Islam sendiri. Seperti diketahui bersama, konflik antara mujahidin ISIS dan beberapa kelompok jihad lainnya terjadi justru di saat pasukan rezim Nushairiyah Suriah gencar-gencarnya melakukan serangan udara yang menewaskan ratusan warga sipil muslim yang tak berdosa di provinsi Aleppo dan pinggiran Aleppo.
Berikut ini terjemahan teks kesepakatan perdamaian di antara pemimpin-pemimpin kelompok jihad yang terlibat konflik di kancah Suriah, sebagaimana dilansir oleh situs jihad hanein (hanein.info) dan beberapa laman revolusi Suriah lainnya.
Inilah teks hal disepakati oleh sebagian besar pimpinan mujahidin :
Perdamaian ini menyebutkan hal-hal sebagai berikut :
Penghentian dengan segera semua jenis konflik baik berupa penembakan, penyebuan masuk ke kantor-kantor, penangkapan-penangkapan dan pencegatan terhadap konvoi kelompok lain. Pembebasan tawanan-tawanan dengan segera dan dari kedua belah pihak, baik mereka adalah orang-orang yang ditawan baru-baru ini maupun mereka yang ditawan sebelumnya sedangkan sebab penangkapan mereka adalah keanggotaan mereka pada salah satu pihak.
Mengadili dan menghukum setiap orang yang mempergunakan fitnah ini untuk menyerang saudara-saudara kita muhajirin (mujahidin dari luar Suriah-red). Sebab muhajirin adalah keluarga kita dan kebanggan kita, mereka bagian dari kita dan kita bagian dari mereka.
Menarik mundur posko-posko keamanan dari kedua belah pihak yang belum ada sebelum meletusnya fitnah ini, di mana keberadaan posko-posko keamanan itu justru menimbulkan permusuhan dan ketegangan.
Meminta keputusan hukum (tahakum) kepada mahkamah syariat (mahakim syar’iyah) independen yang tidak didominasi oleh satu kelompok tertentu, dimana mahkamah itu merepresentasikan ulama-ulama syariat dari semua pihak disertai suara-suara (pihak-pihak) netral yang menentukan hal yang lebih kuat dan keberadaan mereka disepakati oleh semua pihak. Mahkamah syariat ini berwenang menyelesaikan konflik-konflik dan mengembalikan hak-hak yang dizalimi serta mahkamah ini diteguhkan dengan kekuatan untuk melaksanakan keputusan-keputusannya.
Tidak ada satu kelompok pun, siapapun ia, menjadikan dirinya sendiri sebagai pihak yang mendominasi dimana pihak-pihak lain harus mengikutinya dan memerintahkan orang-orang (pihak-pihak) di luar kelompoknya untuk membaiat dirinya.
Tugas mengejar (menumpas) para pencuri dan perampok tidak dilaksanakan oleh satu kelompok tertentu saja, dan tidak bisa dijadikan alasan pembenaran bagi satu kelompok tertentu untuk mendominasi. Namun tugas itu dilakukan oleh Lembaga Syariat Gabungan (Hai’ah Syar’iyah Musytarakah) di setiap wilayah yang beranggotakan wakil-wakil dari seluruh kelompok. Barangsiapa tidak mau bergabung dengan Lembaga Syariat Gabungan tersebut maka berarti ia tidak berhak melaksanakan tugas tersebut.
Tugas melaksanakan hukum hudud (hukum pidana Islam yaitu hukuman mati, hukuman rajam, hukuman potong tangan atau kaki dan hukuman cambuk-red) atau menunda pelaksanaannya karena dalam kondisi perang, atau semua hal yang berkaitan dengan hukum-hukum syariat dan peraturan (undang-undang) umum di wilayah-wilayah yang telah berhasil dibebaskan (dari cengkeraman rezim Nushairiyah), hanya dilakukan oleh Lembaga Syariat Gabungan di setiap wilayah. Barangsiapa tidak mau bergabung dengan Lembaga Syariat Gabungan tersebut maka berarti ia tidak berhak melaksanakan tugas tersebut.
Menyelesaikan konflik yang terjadi di antara kelompok-kelompok tidak dilakukan pada mahkamah (pengadilan) yang tunduk kepada salah satu kelompok yang terlibat dalam konflik tersebut. Namun penyelesaian konflik tersebut harus dilakukan mahkamah-mahkamah syariat yang independen yang merepesentasikan semua kelompok, ditambah suara-suara (pihak-pihak) netral yang menentukan pendapat yang lebih kuat dan keberadaan mereka bisa diterima oleh semua pihak.
Hukum asal penduduk Syam dan dan setiap kelompok pejuang mereka adalah Islam, selama tidak nampak jelas dari diri mereka kekafiran yang terang-benderang, dimana tidak ada dua ulama pun yang berselisih pendapat tentangnya. (muhib al-Majdi/arrahmah.com)