PALU (Arrahmah.com) – Bantuan yang sangat dibutuhkan mulai mengalir ke wilayah-wilayah terpencil di Sulawesi Tengah setelah gempa dan tsunami melanda pada Jum’at (28/9/2018) lalu, di mana sedikitnya 1.649 orang telah ditemukan tewas dalam bencana tersebut.
Ketika gempa menghantam sebuah desa di kecamatan Sigi, lumpur dari bawah tanah muncul ke permukaan dan mulai menyeret dan menelan rumah-rumah warga. Beberapa benda dan mayat ditemukan 4 km dari lokasi aslinya.
“Petugas penyelamat di sini memberi tahu kami bahwa mereka bahkan tidak tahu di mana harus mulai menggali,” ujar reporter Al Jazeera Jamela Alindogan yang meliput dari wilayah bencana.
“Mereka khawatir setengah dari populasi di sana telah tewas.”
Kini, tumpukan batu dan lumpur adalah semua yang tersisa dari rumah, sekolah dan bangunan lainnya.
Tim penyelamat telah mengirimkan makanan, air minum, dan barang-barang penting lainnya kepada warga. Mereka masih berjuang untuk mencapai seluruh wilayah, namun bantuan jangka panjang juga akan diperlukan.
“Anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah. Sekolah mereka runtuh karena gempa. Guru-guru mereka juga pergi dan mengungsi,” ujar Nur Aini, seorang warga setempat yang selamat dari bencana.
Upaya bantuan kini ada di mana-mana di seluruh Palu, tetapi lambatnya pemulihan telah menyebabkan kemarahan.
Husni Husni, juru bicara Federasi Internasional Palang Merah mengatakan masalah logistik telah menunda pengiriman bantuan kemanusiaan.
“Tantangan utama adalah akses ke Sulawesi sendiri,” ujarnya kepada Al Jazeera.
“Kapal-kapal dari Jakarta menuju Makassar memakan waktu tiga hari dan kemudian dari Makassar ke Palu lebih dari 24 jam, dan itulah tantangan utama saat ini.”
Air minum adalah kebutuhan paling mendesak di Palu, menurut Husni, yang mengatakan badan-badan bantuan sedang merencanakan bantuan jangka panjang bagi mereka yang terkena dampak.
“Kami selalu menggabungkan tanggap bencana dengan program bencana jangka panjang. Pemulihan dan program berbasis masyarakat jangka panjang, sehingga mereka tahu bagaimana mengatasi bencana di masa depan,” katanya.
“Saat ini, kami tidak hanya melakukan dukungan periode jangka pendek, tetapi juga kami memikirkan pemulihan dan dukungan jangka panjang.”
“Kami telah meluncurkan permohonan 22 juta Franc Swiss (setara dua juta USD) untuk mendukung orang-orang yang terkena dampak bencana ini selama 20 bulan ke depan, untuk mendukung mereka dengan mata pencaharian, tempat perlindungan dan juga beberapa perlindungan dasar termasuk air yang aman dan tempat tidur,” lanjutnya kepada Al Jazeera. (haninmazaya/arrahmah.com)