KUDUS (Arrahmah.com) – Dengan berbagai pertimbangan akhirnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kudus menolak permohonan kuasa hukum pimpinan ajaran sesat Sabda Kusuma, Kusmanto (Raden Sabda Kusuma) untuk mencabut status ajaran yang disebarkan Sabda Kusuma.
Ketua MUI Kabupaten Kudus KH Syafiq Nashan menegaskan, dalam surat pernyataan yang dikeluarkan sesaat setelah ajaran tersebut terungkap, terungkap bahwa apa yang dilakukan pihak Sabda Kusuma telah menyimpang dari syariat Islam. ”Dalam buku ajaran miliknya (Sabda Kusuma), tercantum kalimat syahadat rasul yang telah diubah isinya.”
”Ini jelas-jelas sesat dan menyimpang dari Islam,” ujar Syafiq Nashan seusai pertemuan koordinasi antara MUI, Kesbangpolinmas, dan kuasa hukum Sabda Kusuma di Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Kudus kemarin. Selain menolak mencabut status sesat terhadap ajaran Sabda Kusuma, MUI Kudus juga menegaskan surat pernyataan yang dikeluarkan MUI belum mengarah atau tertuju kepada seseorang.
Sehingga, dalam hal ini yang dinyatakan sesat adalah ajarannya dan bukan pribadi Sabda Kusuma. Kasi Idiologi pada Kantor Kesbangpolinmas Kudus Nurhadi menambahkan, saat ini proses penyidikan terhadap kasus ajaran sesat Sabda Kusuma masih dilakukan pihak kepolisian. ”Meskipun saat ini dia (Sabda Kusuma) sudah ditahan Polres Kudus karena kasus yang berbeda (kasus pemalsuan dokumen),akan tetapi proses penyelidikan terhadap ajarannya tetap dilakukan,” ujarnya.
Dia mengungkapkan,pertemuan ini dilakukan menyusul surat permohonan pencabutan status sesat yang disampaikan kuasa hukum Sabda Kusuma ke MUI Kabupaten Kudus pada 5 Januari lalu. Akhirnya Kesbangpolinmas memanggil MUI Kudus dan kuasa hukum Sabda Kusuma untuk membahas permasalahan ini.
Dalam pertemuan kemarin,Kesbangpolinmas juga menghadirkan dua ahli hukum Islam Saechan Muchid dan Subarkah.” Setelah melalui pembahasan cukup panjang,akhirnya pihak kuasa hukum Sabda Kusuma bisa menerima keputusan MUI yang tetap menyatakan bahwa ajaran tersebut sesat dan menyimpang dari syariat Islam,” tambah dia.
Kesesatan Sabda Kusuma Sudah Fatal
Aliran Sabda Kusuma pertama kali ditemukan di RT 01/RW 04 Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Lokasi rumah aliran Sabda Kusuma masih berada di lingkungan komplek Masjid Menara Kudus. Dan dari informasi lapangan, pengikut ajaran ini sudah mencapai 60 orang.
Warga sekitar komplek Masjid Menara Kudus merasa resah dengan keberadaan aliran ini. Mereka khawatir paham aliran ini akan menyebar ke warga lain serta santri-santri yang sedang menimba ilmu.
Aliran ini telah melakukan penyimpangan dengan mangajarkan kalimat syahadat Rasul ‘Asyhadu Anna Sabda Kusuma Rasulullah’, yang seharusnya berbunyi berbunyi ‘Asyhadu anna muhammadan rasululllah’.
Selain itu, aliran ini juga melakukan pengambilan sumpah para pengikutnya di pegunungan atau tempat-tempat sunyi lainnya dengan cara telanjang meskipun para pengikutnya ada yang laki-laki dan perempuan.
“Secara tersirat pemimpin aliran Sabda Kusuma juga mengaku-ngaku keturunan dari Sunan Gunung Jati, meskipun hasil penelusuran kami pengakuan tersebut tidak benar,” kata juru bicara masyarakat Kauman Kompleks Menara Kudus, Maesah Anggni.
Bahkan, aliran ini juga menjanjikan kepada para pengikutnya akan masuk surga bersama tujuh turunan sebelum dan sesudahnya.
Ormas Islam Harus Lebih Sigap Berantas Aliran Sesat
Sementara itu dari Bandung, Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf mengaku heran dengan banyaknya pengikut aliran sesat yang justru berkembang di tengah kehidupan keagamaan masyarakat Sunda yang dikenal religius.
Ormas Islam harus lebih sigap berantas aliran sesat, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) diminta lebih sigap mencegah menjamurnya aliran sesat di Jawa Barat. “FKUB harus lebih bisa menjalin komunikasi. Kenapa banyak pengikutnya mungkin disebabkan oleh komunikasi yang tidak jalan. FKUB harus bertindak sebelum aliran sesat muncul,” ujar Dede seusai menyampaikan sambutan pada dialog publik FKUB di Hotel Lingga, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, kemarin.
Dia mengatakan, FKUB bisa berkoordinasi dengan Komunitas Intelijen Daerah untuk pencegahan. Dua elemen tersebut merupakan kepanjangan tangan pemerintah untuk mencegah timbulnya aliran sesat.
Pelanggaran Kebebasan Beragama Masih Tinggi
Dede Yusuf juga mengomentari tentang maraknya pelecehan agama Islam. Dede Menambahi Jabar, juga merupakan daerah tempat subur berkembangnya aliran sesat. Beberapa kabupaten/kota seperti Cirebon, Garut, dan Kabupaten Bandung sempat menjadi tempat berkembangnya aliran sesat.
Dede membeberkan, dari data yang dilansir oleh LSM Setara Institute, pada 2009 terdapat 12 provinsi yang pelanggaran terhadap kebebasan beragama masih tinggi, termasuk Jabar. Hasil survei menunjukkan dari 200 kasus pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia, sebanyak 57 kasus terjadi di Jabar, 38 kasus di DKI Jakarta, dan 10 kasus di Banten.
“Pelanggaran-pelanggaran tersebut, misalnya, pembakaran tempat ibadah dan lainnya.Jangan pernah ada rumah ibadah yang didirikan di mal atau fasilitas publik lainnya, karena itu dapat menimbulkan kekerasan dan pelanggaran,” papar Dede.
FPI Demo Tolak Judicial Review UU Penodaan Agama
Menjamurnya aliran sesat serta penodaan agama, justru dimanfaatkan sebagian orang untuk menghapus UU Penodaan Agama, tak hayal umat Islam berontak melawannya. Dari medan, Front Pembela Islam (FPI) Sumatera Utara kemarin berunjuk rasa menolak uji materiil (judicial review) terhadap Undang-Undang (UU) No 1/1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama di Sumatera Utara.
Penolakan yang sama sebelumnya disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam, dan Al- Ittihadiyah kepada Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali. Dalam unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Medan, kemarin, massa FPI Sumut menolak gugatan pencabutan dan revisi Pasal 1 UU No 5/1969 tentang pernyataan berbagai penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai UU. Demo serupa juga terjadi di gedung MK, massa ormas Islam mengpung gedung MK menolak gugatan pencabutan dan revisi Pasal 1 UU No 5/1969 tersebut.
Dalam orasinya, Heriansyah, salah seorang aktivis FPI, menyatakan bahwa upaya pencabutan dan revisi UU No 5/1969 tersebut dinilai berbahaya bagi kenyamanan beragama di Indonesia. Hal itu disebabkan jika direvisi, akan terjadi kebebasan tanpa batas dalam beragama. FPI Sumut meminta MK yang menyidangkan gugatan itu untuk menolak revisi UU No 5/1969 yang berawal dari Keputusan Presiden (Keppres) No 1/PNPS/1965 tersebut.
“Kalau gugatan itu diterima, aliran-aliran sesat akan bergentayangan meracuni kemurnian agama,” tandasnya. Kepala Bagian (Kabag) Bantuan Hukum Biro Hukum Pemprov Sumut Syafruddin yang menerima pengunjuk rasa menyatakan akan menyampaikan aspirasi itu dan membahasnya di tingkat rapat gubernur. Pemprovsu juga akan menyampaikan aspirasi itu ke MK. (voa-islam/arrahmah.com)