Hampir semua perusahaan media di AS kini berjuang untuk bertahan hidup. Mereka melakukan pemangkasan besar-besar untuk memiminalisir biaya pengeluaran.
Langkah yang diambil bisa ditebak, apalagi kalau bukan Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK. Saat ini, sudah ratusan wartawan dan non-wartawan yang bekerja di perusahaan media kehilangan pekerjaannya.
Dipekirakan jumlah pengangguran dari industri media di AS akan bertambah jika kondisi perekonomian di negeri Paman Sam itu tidak juga membaik.
Penulis kolom di The New York Times, David Carr mengatakan, perusahaan-perusahaan media terpukul oleh resesi ekonomi karena mereka bergantung pada pemasukkan dari iklan. Krisis ekonomi yang melanda AS menyebabkan konsumen dan pemasang iklan membatalkan atau menunda rencana promosinya lewat iklan di media.
Data statistik terbaru yang dirilisi Newspaper Association of America menyebutkan bahwa pendapatan iklan perusahaan surat kabar sampai kwartal ketiga tahun ini menurun tajam, sekitar 2 milyar dollar, begitu juga pemasukkan dari iklan media-media online.
Hidup Dari Hutang
Sebagian besar media di AS ternyata hidup dari utang. Sehingga, ketika pendapatan mereka menurun karena berkurangnya pengiklan, perusahaan-perusahaan media itu tidak mampu membayar cicilan utangnya tepat waktu.
Pekan kemarin, perusahaan Tribune Company yang menerbitkan dua surat kabar besar di AS, The Los Angeles Times dan Chicago Tribune menyatakan bangkrut dengan beban hutang hampir 156 milyar dollar. Selain dua surat kabar itu, Tribune Company mengelola 23 stasiun televisi dan 10 surat kabar lainnya.
“Faktor-faktor diluar batas kontrol kami telah menimbulkan badai yang sempurna, penurunan tajam dalam pendapatan iklan dan situasi perekonomian yang sulit akibat krisis kredit macet membuat kami semakin sulit membayar utang-utang kami,” kata CEO Tribune Company, Sam Zeil dalam pernyataannya pekan kemarin.
Selain Tribune Co, perusahaan-perusahaan lainnya yang terancam tutup antara lain Register Co dengan beban utang sebesar 650 juta dollar AS, The New York Times sedang mencari pinjaman sebesar 225 juta dollar, The McClatchy Company yang mengelola lebih dari 30 surat kabar di AS, akan menjual surat kabar terbesarnya Miami Herald. Padahal surat kabar dengan sirkulasi sebanyak 210.000 eksemplar itu pernah mendapatkan sekitar 19 penghargaan Pulitzer, penghargaan bergengsi di bidang jurnalistik di AS.
Harga saham yang anjlok juga memperburuk kondisi keuangan sejumlah media massa di AS. Saham surat kabar The New York Times, nilainya turun hingga 55 persen padahal The New York Times punya kewajiban membayar utang-utangnya sebesar 400 juta dollar. Saham-saham saluran televisi berita CBS, News Corps rata-rata diperdagangkan dengan harga dibawah 6 dollar, sedangkan saham Time Warner diperdagangkan dibawah harga 8 dollar.
Surat kabar the USA Today sudah lebih dulu melakukan pemangkasan tenaga wartawannya. Perusahaan induk The USA Today, Gannett, menyatakan akan 10 persen pegawainya di lebih dari 80 perusahaan surat kabar yang dikelolanya.
Jaringan 17 surat kabar dibawah Cox Newspaper menyatakan menutup bironya di Washington dan akan beralih ke kantor berita saja. Journal-Sentinel, media independen di Milwaukee, sudah mengurangi 20 persen pegawainya dalam 18 bulan terakhir. The Wall Street Journal dalam laporannya hari Kamis kemarin menulis, majalah Newsweek yang berada dibawah perusahaan Washington Post Company juga akan mengurangi jumlah karyawannya, begitu juga majalah Times dan majalah US News & World Report. Majalah yang terakhir disebut, akan lebih memfokuskan diri pada media onlinenya.
Krisis juga menyebabkan, sebagian besar media massa di AS menutup biro luar negerinya dan melakukan pemangkasan pengeluaran dengan drastis. Pemberitaan mengenai krisis yang melanda media massa AS, memang tidak terlalu diekspos seperti krisis yang dialami perbankan dan industri otomotif AS. Yang jelas, kebangkrutan sudah melanda seluruh lini perekonomian AS. Imperium itu sudah tamat riwayatnya. (Hanin Mazaya/eramuslim)