(Arrahmah.com) – Prof. Gabriel Weimann, Kepala Badan Riset Terorisme dan Media di Haifa University, Israel, mengatakan, “Cobalah bayangkan sejenak Anda sebagai seorang Mujahid. Pasti Anda mau mendapatkan layanan gratis via satelit bukan? Tentu Anda mau. Jawabannya ada di layanan Google Earth“.
Benar, Google Earth memang menjadi salah satu alat paling utama dalam penentuan strategi dan operasi Mujahidin dewasa ini. Salah satu contoh fenomenal penggunaan Google Earth dalam perencanaan operasi jihad adalah peristiwa operasi Lasykar el-Tayyiba pada 2008 di Mumbai India yang menewaskan lebih dari 150 kaum Hindu. Para Mujahidin Layskar el-Tayyiba menggunakan gambar satelit untuk menandai lokasi penyerangan, penentuan kordinat tim penembak dan titik kordinat peledakan bom.
Para Mujahidin di seluruh dunia telah belajar dengan cepat bagaimana cara memanipulasi situs web dan media sosial, yang merupakan penemuan Barat dan kini digunakan untuk melawan bangsa Barat itu sendiri.
Gabriel Weinmaan salah seorang direktur Woodrow Wilson Center dan juga seorang Profesor Ilmu Komunikasi di Haifa University di Israel telah melakukan riset dan penelitian dalam hal hubungan Jihad Global dengan Media Internet. Dan baru-baru ini menerbitkan sebuah laporan tentang risetnya tersebut dengan judul “Gerakan Jihad Baru Dan Media Baru”.
Berdasarkan laporan itu, para Mujahidin dewasa ini sangat aktif menggunakan media sosial seperti: Twitter, Facebook, Instagram, YouTube dan Flickr untuk menyebarkan propaganda dan mendapatkan donasi, juga untuk merekrut dan melatih rekrutan baru.
Weimann mengatakan bahwa alat media sosial yang seharusnya menjadi keuntungan bagi Amerika dan negara-negara barat untuk melemahkan Jihad dan melawan propaganda Mujahidin. Weimann melanjutkan: “Tapi sejauh ini, para Mujahidin lebih baik dalam pemanfaatan media sosial dibandingkan pemerintah”.
Dia meneruskan: “Ini tidak berarti pasukan anti terror telah melemah, karena sebenarnya pasukan anti terror juga banyak mendapatkan informasi sel-sel mujahidin atau para simpatisan jihad melalui aktifitas media sosial. Tapi untuk lebih mengimbangi peran Mujahidin cyber, maka pemerintah seharusnya manjadikan internet dan media sosial sebaga arena baru dalam perang kontra terorisme ini. Dengan menciptakan prajurit baru, persenjataan baru, peraturan baru dan tentu saja taktik dan strategi baru”.
“Karena jika pemerintah membiarkan media sosial dan internet bebas begitu saja digunakan oleh Mujahidin cyber, maka pemerintah akan kalah dalam perang ini. Seandainya pemerintah bisa mengimbangi propaganda ini sebagaimana yang para Mujahidin lakukan di internet dan media sosial, maka keadaan pasti akan berbeda ke depan,” lanjut Weimann.
National Journal juga menerbitkan sesi wawancara mereka dengan Weimann:
National Journal: Berapa lama Anda sudah melakukan riset dalam hubungan Mujahidin dengan media sosial?
Weimann: Hampir selama 16 tahun, kami meneliti aktifitas internet karena Mujahidin mulai aktif bergerak di internet. Pada saat itu, sekitar 12 website Jihad mulai bermunculan, termasuk website Al-Qaeda. Semenjak saat itu kami mulai aktif memonitor penggunaan internet dan tingkat aktifitas online organisasi Mujahidin. Hari ini kami telah mencatat setidaknya telah ada 9800 lebih website jihadi di seluruh dunia.
National Journal: Bagaimana perkembangan penelitian Anda sejak Anda memulainya pada tahun 1998?
Weimann: Angka-angka berubah setelah peristiwa 9/11. Banyak kelompok Mujahidin, terutama yang berhubungan dengan gerakan Jihad langsung (pertempuran langsung), terutama dari Al-Qaeda yang mana mereka telah memindahkan perang ini ke dunia maya. Strategi Mujahidin untuk aktif di internet menjadikan pemerintah semakin kesulitan untuk melawan atau membaca strategi mereka, juga untuk menemukan kamp-kamp mereka. Dan kini mereka benar-benar pindah ke dunia maya sebagai hasilnya. Terutama setelah 9/11, kami melihat peningkatan aktifitas yang dramatis dalam situs Mujahidin dan daftar kunjungan tumbuh pesat.
National Journal: Mengapa Mujahidin menyukai media sosial?
Weimann: Saya berasumsi bahwa, migrasi aktifitas internet mujahidin ke media sosial dikarenakan tren yang sedang berlangsung dewasa ini. Pertama: mereka ingin melakukan interaksi langsung dengan simpatisan mereka. Kedua: mereka melihat media sosial yang digemari oleh para pemuda sebagai lahan perekrutan anggota baru yang paling efektif. Ketiga: pendapat saya bahwa dengan media social mereka dapat langsung mengetuk rumah anda. Yang terakhir, saya ingin menyoroti para Jihadis dan grup-grup yang berafiliasi dengan Al-Qaeda yang mendapatkan istilah baru lone-wolf terrorism (operasi jihad yang dilakukan oleh individual-individual dari luar tradisional grup).
National Journal: Bagaimana media sosial membantu tren ini lone-wolf terorisme?
Weimann: Saya berpendapat bahwa lone-wolf (serigala tunggal) tidak benar-benar sendirian. Ada grup bayangan di belakang mereka. Ada yang melatih mereka, yang membimbing mereka, yang mengorbitkan mereka, dan sekali lagi media sosial sangat berguna untuk meluncurkan kampanye lone-wolf.
“Kembali ke peritiwa Boston (Bom di lomba lari marathon Boston). Jika Anda berpikir tentang dua bersaudara sebagai pelaku, kami menemukan jejak kaki mereka secara online, seperti di Twitter, Facebook dan di YouTube. Kami melacak apa saja yang mereka download, apa yang mereka lihat. Jika Anda melihat situs-situs yang mereka kunjungi dan apa yang mereka download, Anda akan menemukan bahwa serigala-serigala tunggal tidak sendirian”.
National Journal: Selain peristiwa Mumbai, apalagi operasi Mujahidin yang terlaksana berkat bantuan media sosial?
Weimann: Pada April 2013, Syrian Electronic Army berhasil mengambil alih akun Twitter resmi Associated Press. Kemudian mereka mengirim berita kepada jutaan pembaca AP di Twitter: Breaking News! Telah terjadi dua ledakan di Gedung Putih, Barack Obama terluka parah.
Tentu saja menurut Anda itu berita palsu dan kasus yang sepele, tapi Anda harus tahu dalam hitungan menit setelah tweet palsu itu tersebar Bursa Efek New York langsung anjlok dan mengalami kerugian 136 Milyar Dolar Amerika. Jadi jika Anda ingin bukti bagaimana mereka menggunakan media sosial untuk merugikan Anda maka inilah bukti kuatnya, sungguh dramatis bukan?
National Journal: Apa peran media sosial dalam peristiwa penculikan massal di Nigeria oleh Boko Haram? Dan apakah hastag #BringBackOurGirls di Twitter yang dikampanyekan oleh Negara-negara Barat bisa melawan propaganda Mujahidin di media social?
Weimann: Nigeria adalah bukti bagaimana sebuah kelompok jihad yang sangat tradisonal seperti Boko Haram kini juga mulai masuk ke ranah internet.
[# BringBackOurGirls] memperkuat argumen saya bahwa jika Anda ingin mengatasi kecenderungan ini, Anda harus menggunakan platform yang sama. Yaitu dengan cara meluncurkan kontra-keluhan, untuk memberikan jawaban, untuk meminimalkan efektivitas kampanye mereka, Anda harus menggunakan platform yang sama. Tidak menutup mereka, tetapi untuk meluncurkan kampanye Anda sendiri dan meningkatkan opini publik Anda sendiri.
Boko Haram menghadapi kritik tidak hanya dari masyarakat Barat atau masyarakat non-Muslim, tetapi ada juga perdebatan di kalangan jihadis sendiri tentang apakah Boko Haram sudah mengambil langkah terlalu jauh.
National Journal: Apa yang Anda temukan paling mengejutkan dalam penelitian Anda?
Weimann: Saya pikir ada paradoks sejarah. Internet dan media sosial dikembangkan dan dipelihara dan tersebar di seluruh dunia oleh negara-negara Barat, diciptakan dengan karakter dan model masyarakat Barat. Dan sekarang, siapa yang menggunakannya sebagai salah satu cara untuk melawan masyarakat Barat? Kelompok-kelompok yang berasal dari masyarakat dan keyakinan agama yang mengkritik Barat. Mereka bukanlah yang meciptakan segala perkembangan tentang internet dengan segala platform nya. Tidak pernah, bahkan satu inci kemajuan internet-pun bukan berasal dari mereka. Mereka hanya sangat cepat belajar bagaimana untuk mengadopsi perangkat kita sendiri untuk melawan kita.
National Journal: Seberapa efektifkah kontra-kampanye di media sosial?
Amerika dikenal di seluruh dunia, selama bertahun-tahun, sebagai negara kampanye: kampanye politik, kampanye komersial. Jika ada sebuah negara dimana Anda memiliki yang cara terbaik, pengalaman terbaik dalam hal meluncurkan kontra-kampanye, kampanye penjualan, kampanye politik, itu ada di sini (Amerika). Mengapa pengetahuan ini, keahlian in dan pengalaman ini, belum sepenuhnya, tentu tidak sepenuhnya digunakan dan digunakan ketika kita berbicara tentang kampanye kontra-terorisme?
National Journal: Apa yang bisa dilakukan AS sekarang menggunakan media sosial lebih efektif untuk memerangi serangan teror?
Weinmann: Pertama kita harus mengakui bahwa kita berjuang dalam perang baru melawan terorisme. Ini bukan 9/11 lagi. Pesan utama saya adalah bahwa kita tidak boleh hanya melihat masa lalu dan belajar dari masa lalu, tetapi kita juga harus melihat masa depan dan mencoba untuk memprediksi berdasarkan kecenderungan yang muncul bagaimana untuk bersiap-siap untuk menghadapi panggung selanjutnya, mari kita kontrol penggunaan media sosial jika membiarkannya maka hal ini akan menjadi ancaman serius bagi bangsa Barat.
(aliakram/muqawamah/arrahmah.com)