KOLOMBO (Arrahmah.id) – Sebanyak 26 menteri kabinet Sri Lanka mengundurkan diri dari jabatan mereka pada Ahad (3/4/2022), setelah negara tersebut dilanda krisis ekonomi yang memicu kericuhan di ibu kota.
Negara Asia Selatan itu menghadapi kekurangan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya yang parah sejak merdeka dari Inggris pada 1948.
Menteri pendidikan Sri Lanka Dinesh Gunawardena, mengatakan bahwa ke 26 menteri tersebut menyerahkan surat pengunduran diri mereka dalam sebuah pertemuan yang digelar larut malam.
Langkah itu membuka jalan bagi Presiden Sri Lanka untuk membentuk kabinet baru pada Senin (4/4) dan beberapa dari mereka yang mengundurkan diri mungkin akan diangkat kembali.
Kekosongan kabinet terjadi di tengah keadaan darurat yang diberlakukan setelah massa berusaha menyerbu rumah presiden di ibu kota Kolombo, dan jam malam nasional berlaku hingga Senin (4/4) pagi.
Sebelumnya, Samagi Jana Balawegaya (SJB), aliansi oposisi utama Sri Lanka mengecam pemadaman media sosial yang bertujuan untuk memadamkan demonstrasi publik. Ia juga mendesak pemerintah mengundurkan diri.
“Presiden Rajapaksa lebih baik menyadari bahwa arus telah mengubah pemerintahan otokratisnya,” kata anggota parlemen SJB Harsha de Silva, dilansir AFP.
Pasukan bersenjatakan senapan serbu otomatis bergerak untuk menghentikan demonstrasi yang diinisiasi oleh anggota parlemen oposisi dan ratusan pendukung mereka yang berusaha berbaris ke Lapangan Kemerdekaan ibu kota.
Masyarakat melancarkan protes karena kenaikan harga barang, kekurangan bahan pokok, dan pemadaman listrik bergilir.
Pengunjuk rasa menghancurkan tembok pembatas, melemparkan batu ke arah polisi, hingga membakar satu unit bus di jalan menuju kediaman Gotabaya. Para kritikus menilai akar dari krisis ini adalah maraknya praktik korupsi dan nepotisme di lingkup pemerintahan. (rafa/arrahmah.id)