(Arrahmah.com) – George W. Bush bertandang ke Irak pada 14 Desember 2008 untuk terakhir kalinya sebelum ia meninggalkan jabatannya sebagai presiden, hampir enam tahun setelah melancarkan perang jor-joran yang menghancurkan negara tersebut dan menggembungkan generasi baru aktivis anti-perang.
Dalam pertemuan dengan para wartawan yang telah dirundingkan bersama oleh Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki, Bush mengklaim perang yang menghancurkan dan berkepanjangan, yang didasarkan pada kebohongan Irak yang memiliki senjata pemusnah massal, diperlukan untuk “perdamaian dunia”.
Tiba-tiba, Muntadhar al-Zaidi, seorang jurnalis Irak berusia 28 tahun yang bekerja untuk statsiun televisi Al-Baghdadia, berdiri.
“Ini ciuman perpisahan dari rakyat Irak, kamu anjing!” pekiknya dalam bahasa Arab saat dia melemparkan sebelah sepatunya ke arah Bush.
“Ini dari para janda, anak yatim dan mereka yang terbunuh di Irak!” teriaknya lagi, sebelum membiarkan sebelah sepatu yang lain melayang.
Al-Zaidi dilumpuhkan ke tanah, diborgol dan ditendang oleh para bodyguard berbadan kekar lalu dijebloskan ke penjara.
Tak lama kemudian, ratusan orang memprotes di seluruh Irak menuntut pembebasannya. Awal September 2009, tiga tahun kemudian, dia akhirnya bebas dari penjara, tempat ia mengalami penyiksaan tak terkira.
Tak menyesal. Dalam sebuah tulisan yang diterbitkan di Guardian segera setelah pembebasannya, Al-Zaidi mengatakan bahwa memberi kesaksian tentang kerusakan yang terburuk dari perang telah membuatnya merasa seperti tanah airnya telah dinodai.
“Segera setelah saya menyelesaikan tugas profesional saya dalam melaporkan tragedi harian, sementara saya membersihkan puing-puing rumah warga Irak yang hancur, atau darah yang menodai pakaian saya, saya bertekad, berjanji untuk membalas dendam,” tulisnya.
Setelah keluar dari penjara, Al-Zaidi meninggalkan Irak selama beberapa tahun. Pada 2013, Radio Free Eropa melaporkan bahwa ia tinggal di London dan telah meninggalkan jurnalisme. Dia juga menerbitkan sebuah buku tentang pengalamannya, “The Last Salute To President Bush” yang kemudian disutradarai oleh seorang pembuat film Bollywood.
Sikap dramatis bergema di seluruh dunia Arab, di mana ia menjadi simbol perlawanan imperialisme asing.
Banyak yang membandingkan insiden itu dengan David dan Goliath.
Zaidi menerima banyak tawaran pernikahan dan hadiah mewah dari seluruh Timur Tengah, sementara seorang pengusaha Saudi menghampirinya untuk menukar sebelah sepatu yang ia lemparkan dengan uang tunai $ 10 juta.
Beberapa bahkan menyerukan sepatu ikonik yang pernah melesat di atas kepala Goerge W. Bush itu untuk ditempatkan di museum.
Pasukan AS dan Irak akhirnya menghancurkan sepatu yang menurut laporan menjadi incaran nomor wahid pasca insiden menggemparkan tersebut.
Satu tukang sepatu di Turki, yang mengaku telah membuat sepatunya, mengatakan dia menerima seribu pesanan dalam satu minggu, menurut Washington Post.
Sebuah game online bernama ‘Sock and Awe’ bahkan menjadi hit, menawarkan pemain kesempatan untuk melempar sepatu ke Bush.
Pada tahun 2009, seorang pemahat Irak membuat tiruan sepanjang delapan kaki dari salah satu sepatu itu dan meletakkannya di luar panti asuhan di Tikrit. Namun, pahatan monumental itu akhirnya dihancurkan oleh pemerintah.
Sang wartawan, yang telah mendirikan badan amal sendiri yang mendukung anak-anak Irak yang menjadi yatim piatu oleh invasi AS, mencalonkan diri di Dewan Perwakilan di parlemen Irak Mei lalu, dan pada akhirnya tidak berhasil. (Althaf/arrahmah.com)