DAMASKUS (Arrahmah.com) – Situs national review merilis sebuah analisis mengenai pergerakan Al Qaeda di Suriah. Mereka mengungkapkan bahwa Al Qaeda berhasil menangkap kesempatan emas yang tidak diketahui oleh Barat. Walaupun bersumber dari kafirin, namun analisis mereka menarik untuk disimak, berikut analisis yang dipublikasikan oleh mereka :
Kegembiraan kolektif kita yang melihat kemungkinan bahwa rezim Assad akan hancur dan pendukung Ayatullah Iran terus melemah, telah mengaburkan visi dan mencegah kita melihat munculnya Al Qaeda di Suriah. Pada bulan Maret tahun ini, jihadis melancarkan tujuh serangan terhadap Assad. Pada bulan Juni mereka memimpin 66 operasi dan lebih dari setengahnya terjadi di ibukota Suriah, Damaskus. Oposisi Suriah sangat mendapatkan manfaat dari organisasi “teroris” tersebut, disiplin, pengalaman tempur, semangat keagamaan dan kemampuan menyerang rezim Assad di tempat yang paling menyakitkan.
Di wilayah Timur Tengah, yang paling diinginkan Al Qaeda tentu saja Arab Saudi, namun Suriah masuk ke dalam daftar berikutnya. Kini, Suriah bukan lagi Suriah bagi jihadis, namun bagian dari Bilad al-Syam, wilayah yang disebut ketika perbatasan tidak lagi memisahkan tanah yang sekarang disebut Yordania, Suriah, Lebanon dan yang terpenting Palestina dan Israel. Bagi Al Qaeda, negara-negara modern ini dibatasi oleh batas-batas artifisial yang diciptakan Inggris dan Perancis setelah Perang Dunia Pertama. Ya, Al Qaeda memiliki memori sejarah yang panjang, tetapi mereka juga memiliki rencana untuk masa depannya. Dan di Bilaad al Syam, masa depan terlihat baik bagi Al Qaeda.
Selama Assad mengatur Suriah, brigade Arab dan pejuang Muslim lainnya akan terus berkumpul di Bilaad al-Syam untuk mendukung jihad kaum Muslim Sunni melawan kafir Alawiyah seperti yang mereka lihat. Assad menawarkan mereka titik berkumpul. Dalam prosesnya, waralaba lokal Al Qaeda akan mendapatkan dukungan dan membuat aliansi dengan suku-suku Suriah dan pemimpin Sunni. Saat Assad Jatuh, Al Qaeda mungkin akan mendapatkan kontrol de facto di Suriah sebagai basis strategis baru untuk jihadis di Timur Tengah, atau setidaknya menikmati perlindungan suku di daerah perbatasan yang lebih luas dengan Irak dan Yordania. Sebuah pemerintahan baru di Suriah tidak hanya akan berhutang budi kepada para pejuang, tetapi juga membutuhkan kerja sama mereka untuk meminimalkan potensi pertempuran milisi satu sama lainnya.
Sama seperti Suriah bukanlah Suriah dan bagi Al Qaeda, bukanlah Al Qaeda, seperti yang kita kenal mereka adalah Tentara Pembebasan Suriah (FSA). Bagi pasukan oposisi Suriah, pejuang Al Qaeda menyambut sukarelawan Arab dan negeri-negeri muslim, Mujahidin yang menyebut dirinya Jabhah al nusrah li-Ahli al-Syam, di antara nama-nama lainnya.
Tidak sejak zaman Jihad Afghan melawan Soviet, jihad global telah menemukan kombinasi langka penyebab kuat, dana yang tersedia, dukungan semangat Arab, persetujuan Barat, dan kedatangan para pemuda Muslim untuk berperang di bawah panji mereka untuk mendirikan pemerintahan Islam. Sementara jumlah yang tepat dari pejuang-pejuang itu sulit didapat, itu adalah fakta bahwa dalam setiap pertempuran penting tiga bulan terakhir dari Aleppo hingga Homs hingga Deir al-zor dan Damaskus, Al Qaeda telah menonjol.
Untuk masa mendatang, pemerintahan Assad akan terus menghadapi pemberontakan keras di kota demi kota. Mereka akan kehilangan kontrol atas perbatasan dengan Yordania, Irak, Turki dan Libanon dan pejuang asing akan datang dengan berbondong-bondong untuk berjihad di Bilaad al-Syam dengan memegang beberapa janji kuat. (haninmazaya/arrahmah.com)