SHAN’A (Arrahmah.com) -Tanzhim Al-Qaeda (AQAP) mampu menguasai propinsi Abyan dan sebagian propinsi Shabwah pada tahun 2011 dan 2012 M, bertolak belakang dengan prediksi-presdiksi musuh Al-Qaeda tentang kekuatan Al-Qaeda pada saat tersebut. Juga bertolak belakang dengan prediksi-prediksi para pengamat dan pemerhati berita-berita Al-Qaeda.
Oleh karenanya sebagian orang berpendapat Al-Qaeda tidak menguasai propinsi Abyan, melainkan hanya menerima propinsi itu dari rezim terdahulu (Ali Abdullah Saleh, edt). Klaim ini bertolak belakang dengan situasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh rezim penggantinya (Abdu Rabbi Manshur Hadi, edt) dalam mengusir Al-Qaeda dari propinsi Abyan dan Shabwah, meskipun rezim telah mendapatkan dukungan lokal dan internasional yang sangat besar; bahkan keikut sertaan aktif Kerajaan Arab Saudi, Amerika Serikat dan Kesultanan Oman dalam perang Abyan memerangi Al-Qaeda.
Prediksi-prediksi sebelumnya dan klaim-klaim setelahnya saling bertolak belakang dengan pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qaeda telah disusupi oleh agen-agen dinas intelijen lokal maupun internasional. Jika tidak, tentu tidak sulit bagi mereka untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan kemunduran kekuatan Al-Qaeda, jauh dari ukuran-ukuran lahiriah yang berkaitan dengan menguat dan melemahnya aktivitas Al-Qaeda di lapangan, sebab hal itu tidak boleh menjadi ukuran penilaian saat menilai Al-Qaeda.
Musuh-musuh Al-Qaeda, dengan pemimpinnya yaitu Amerika Serikat, tidak mengetahui sampai sejauh mana Al-Qaeda terpengaruh oleh segala peristiwa yang terjadi di Yaman selama tiga tahun yang lalu. Ketidak mampuan Dinas Intelijen dalam masalah ini telah memaksa mereka untuk mengkaji indikasi-indikasi melalui investigasi-investigasi dan laporan-laporan media massa, yang sebenarnya juga merupakan aktivitas intelijen.
Nampaknya hal-hal yang dinas intelijen tidak mampu mengetahuinya tidak akan bisa diketahui melalui laporan-laporan media massa. Sebab, mayoritas sumber informasi dan analisa media massa tidak mengetahui lebih banyak dari apa yang telah dipublikasikan oleh media massa sendiri. Mustahil bisa mencapai validitas data berdasar laporan-laporan dan analisa-analisa media massa, justru persoalannya bertambah rumit. Melanjutkan dalam bentuk tertentu sebuah peperangan yang tidak diketahui apakah hasilnya positif atau negatif sungguh merupakan sebuah petualangan, namun itulah yang nampaknya dilakukan oleh Amerika sejak lebih dari sepuluh tahun terakhir.
Sesungguhnya analogi yang paling tepat bagi Amerika Serikat untuk menilai apa yang terjadi di Yaman adalah apa yang terjadi di Afghanistan dengan kelompok Taliban sepuluh tahun silam. Jika Al-Qaeda melepaskan penguasaannya atas wilayah tertentu bukan berarti Al-Qaeda telah kehilangan kekuatannya atau kehilangan sebagian kekuatannya. Bahkan, menguasai sebuah wilayah justru melemahkan Al-Qaeda, karena situasi tersebut akan memaksa Al-Qaeda untuk terbuka terhadap kehidupan masyarakat. Keterbukaan itu melahiran celah-celah keamanan yang terkadang banyak membebani Al-Qaeda.
Abu Abdurrahman al-Awlaki, salah seorang komandan senior Al-Qaeda, menegaskan banyak banyak komandan lapangan Al-Qaeda yang gugur selama masa pemerintahan Al-Qaeda di propinsi Abyan dan sebagian wilayah propinsi Shabwah. Sebab, kemunculan Al-Qaeda secara terang-terangan banyak memudahkan aktivitas agen-agen intelijen, menurut penuturan Abu Abdurrahman al-Awlaki. Selama tiga tahun yang lalu, Al-Qaeda berhasil menangkap sejumlah agen intelijen yang disusupkan ke dalam barisan mujahidin Al-Qaeda oleh Dinas Intelijen Yaman, Arab Saudi dan Amerika Serikat. Mereka telah menyebabkan gugurnya sejumlah komandan lapangan Al-Qaeda. Bisa dipastikan agen-agen intelijen itu tidak akan bisa lagi mencapai Al-Qaeda, terlebih meraih beberapa kesuksesan operasi, kecuali saat Al-Qaeda muncul terang-terangan di publik dan menguasai wilayah.
Sesungguhnya kerugian Al-Qaeda di beberapa wilayah dalam propinsi Abyan, Shabwah dan Baidha, terkadang sama-sekali bukanlah perkara yang penting bagi musuh-musuhnya. Hal yang penting bagi Al-Qaeda adalah membangun sesuatu berdasar hal yang Al-Qaeda ketahui, sementara musuh-musuh Al-Qaeda membangun sesuatu berdasar hal yang mereka tidak mengetahuinya atau berdasar hal yang mereka keliru memahaminya.
Seorang komandan Al-Qaeda sekaligus Amir propinsi Abyan, Jalal Bal’idi al-Marqasyi yang lebih terkenal dengan panggilan Hamzah az-Zinjibari mengatakan bahwa menguasai sebuah wilayah itu memerlukan anggara ekonomi dan militer yang besar. Ia menceritakan bahwa setiap bulan Al-Qaeda harus mengeluarkan biaya lebih dari 400 juta riyal Yaman di wilayah-wilayah yang dikuasainya. Belum lagi sulitnya memadukan antara pmenjalankan pemerintahan wilayah-wilayah yang dikuasai dengan mengatur peperangan melawan di wilayah-wilayah tersebut melawan musuh-musuh Al-Qaeda.
Dengan situasi pengurasan kekuatan ekonomi dan militer saat menguasai wilayah-wilayah tersebut, maka melepaskan wilayah-wilayah yang telah dikuasai tidak bisa dianggap sebagai sebuah kelemahan. Bahkan, seandainya Al-Qaeda tidak akan mundur dari wilayah-wilayah tersebut akibat serangan militer musuh-musuhnya, Al-Qaeda akan tetap mundur dari wilayah-wilayah tersebut akibat tekanan ekonomi.
Sungguh normal apabila dalam batas-batas tertentu, pesawat tempur tanpa pilot (drone) AS dan pesawat tempur AS membatasi pergerakan Al-Qaeda. Sungguh normal apabila pembatasan pergerakan Al-Qaeda juga berarti pembatasan aktvitas Al-Qaeda. Namun hal itu tidak bisa mencegah dukungan masyarakat terhadap Al-Qaeda. Justru membuat rakyat semakin menyambut Al-Qaeda tanpa bisa dibatasi lagi.
Seorang komandan Al-Qaeda, Syaikh Ma’mun Abdul Hamid Hatim, mengatakan bahwa serangan-serangan drone AS membuat rakyat Yaman semakin bersimpati kepada Al-Qaeda dan menguatkan pemikiran Al-Qaeda di tengah masyarakat Yaman. Mengomentari penghentian sementara serangan-serangan drone AS selama beberapa bulan yang lalu, Syaikh Ma’mun Hatim mengatakan, “AS mengetahui besarnya kemarahan rakyat Yaman terhadap mereka, akibat kejahatan terang-terangan AS yang selalu terulang di negeri Yaman, sehingga mengakibatkan banyak putra umat Islam bersimpati kepada mujahidin. Amerika memperhitungkan hal ini.”
Yang pasti, jumlah orang yang bergabung dengan Al-Qaeda akibat serangan-serangan drone AS lebih banyak dari jumlah orang yang gugur oleh akibat serangan-serangan drone AS sendiri. Tidak ada standar yang bisa dipakai untuk mengukur kesuksesan (AS, rezim Yaman dan Arab Saudi) selain kemampuan untuk membendung simpati terhadap Al-Qaeda. Sementara serangan-serangan pesawat tempur AS, yang semakin meningkat tajam selama beberapa tahun terakhir, justru meningkatkan simpati dan dukungan rakyat Yaman kepada Al-Qaeda, bukan membendungnya. Sebab Al-Qaeda berada dalam peperangan terbuka melawan seluruh (rezim pro AS di) dunia, sejak Goerge W. Bush mengatakan “Barangsiapa tidak bersama kami, berarti adalah musuh kami”. Kesuksesan AS untuk menciptakan situasi di yaman di mana semua kekuatan berlomba-lomba untuk mendapatkan restu AS dengan menggunakan pintu “perang melawan terorisme”, sama sekali tidak menggentarkan Al-Qaeda.
Amerika Serikat telah memanfaatkan kebutuhan setiap kekuatan dalam negeri Yaman terhadap AS, di mana AS menggunakan mereka untuk merealisasikan kebutuhan AS, yaitu memerangi terorisme jauh dari negeri AS dan mendapatkan semua hal yang dibutuhkan oleh AS. Meski setiap kekuatan dalam negeri Yaman merespon dengan baik tanpa ada batasnya segala keinginan AS tersebut, namun rakyat membaca respon tersebut dalam bingkai rezim sebagai antek AS, bukan rezim menjalin kerjasama dengan AS. Pada saat Al-Qaeda berada di satu pihak yang berperang, dan AS berada di pihak yang lain, maka Al-Qaeda akan mendapatkan simpati rakyat yang tiada batasnya.
Kesuksesan AS untuk menggerakkan semua kelompok kepentingan politik dalam negeri Yaman untuk kepentingan perang AS ini bukanlah berarti AS akan meraih kemenangan perang. Sebelumnya AS juga telah mengerahkan seluruh (rezim) dunia (untuk memerangi Al-Qaeda), namun hasilnya sungguh mengecewakan keinginan AS. Selain itu, mengerahkan semua kelompok di Yaman untuk kepentingan perang AS berarti menempatkan perang ini bukan dalam konteks kepentingan nasional. Hal itu justru akan membukakan jalan bagi kampanye Al-Qaeda dan membangunkan jembatan penyambung pemikiran Al-Qaeda untuk sampai kepada pemikiran dan hati rakyat Yaman.
Nampaknya Al-Qaeda gembira dengan diserahkannya propinsi Abyan kepada Lijan Sya’biyah (milisi-milisi bayaran loyalis AS dan rezim Yaman, edt), meskipun hal itu mengakibatkan penyusutan jumlah Al-Qaeda di propinsi Abyan. Sebab, hal ini akan memberikan masyarakat kesempatan untuk membandingkan antara kondisi propinsi Abyan selama masa pemerintahan Al-Qaeda dengan kondisi propinsi Abyan saat dikuasai oleh Lijan Sya’biyah.
Dengan ini maka Al-Qaeda telah meraih propinsi Abyan sebagai pendukung melalui cara Al-Qaeda memerintah propinsi tersebut pada masa lalu (2011 dan 2012) dengan cara Lijan Sya’biyah memerintah propinsi ini hari ini.
Mengerahkan milisi-milisi dari suku-suku merupakan kesalahan terbesar dalam file “perang melawan terorisme”. Adapun menyerahkan pemerintahan propinsi Abyan kepada milisi-milisi tersebut merupakan bencana yang justru akan semakin memperumit “perang melawan terorisme” bagi rezim Yaman dan Amerika Serikat. Apa yang mereka anggap sebagai factor yang melemahkan Al-Qaeda tersebut, justru merupakan faktor yang semakin memperkuat Al-Qaeda.
Salafi jihadi “Tanzhim Al-Qaeda’ berbeda dengan seluruh kelompok salafi lainnya dalam masalah hakimiah (pemerintahan). Ketika Amerika Serikat menetapkan penguasa (rezim Yaman) dengan tolok ukur kepentingan-kepentingan AS, maka AS telah membuat tembok penghalang perbedaan (antara Al-Qaeda dan salafi-salafi lainnya) tersebut. Karena sebab ini dan sejumlah sebab lainnya, di antaranya AS menutup mata atas kebiadaban serangan-serangan kelompok Syiah Houtsi, sementara pada saat yang sama AS gencar membombardir Al-Qaeda; maka banyak pengikut kelompok salafi bergabung dengan Al-Qaeda pada masa-masa terakhir ini, khususnya orang-orang yang percaya bahwa perang Yaman pada masa mendatang adalah perang etnis (muslim sunni melawan Syiah, edt).
Seorang komandan senior Al-Qaeda, Syaikh Ma’mun Abdul Hamid Hatim, berpendapat bahwa “Seluruh kelompok yang ada di Yaman, yang satu sama lain saling bersaing dan bertikai, pada akhirnya akan melebur dan menjadi dua kubu utama; ahlus sunnah dan Syi’ah. Konflik akan terjadi di antara ahlus sunnah yang dipimpin Al-Qaeda melawan Syiah yang dipimpin oleh kelompok Houtsi. Lalu akan terjadi peperangan besar dan penentuan nasib antara kebenaran dan kebatilan.” Salafi adalah elemen yang besar dan memiliki eksistensi yang aktif dalam masyarakat Yaman. Semakin mendekatnya salafi kepada Al-Qaeda akan banyak merubah bentuk “peperangan melawan terorisme”.
Dari semua penjelasan di atas, nampak bahwa keadaan akan mengarah kepada kepemimpjnan Al-Qaeda dalam bentuk yang bisa saja melebihi kemampuan Al-Qaeda untuk menguasainya; dan bahwasnaya kekuatan Al-Qaeda terletak pada sikap musuh-musuhnya yang meyakini Al-Qaedah itu lemah, atau ketidak mampuan musuh-musuh Al-Qaeda dalam menentukan hasil-hasil peperangan mereka melawan Al-Qaeda.
Oleh:
Abdur Razzaq al-Jamal
Peneliti urusan-urusan Al-Qaeda di Yaman
23 Mei 2013 M
Koran As-Sahafah Yaman dan Al-Quds al-Arabi London
(muhibalmajdi/arrahmah.com)