(Arrahmah.com) – Jurnalis Senior yang sangat disegani, Abdel Bari Atwan yang pernah tidur dalam gua persembunyian bersama syaikh Usamah kembali menulis sebuah artikel menarik dalam situs pribadinya. Dalam tulisannya, ia memberikan beberapa poin analisis dan pandangan terkait kemajuan yang dialami oleh Al Qaeda Suriah, yang kita kenal dengan nama Jabhah Nushrah. Berikut terjemahan naskahnya :
Hubungan Al Qaeda dan Al Nusrah di Suriah : Sebuah Perkembangan Yang Signifikan
Beberapa bulan memasuki permulaan revolusi Suriah, dua orang pemimpin Ikhwanul Muslimin Suriah mengunjungi saya di kantor Al Quds Al Arabiyya London, mengungkapkan kekecewaan mereka pada pernyataan yang saya buat di televisi Inggris tentang aksi bom syahid yang menargetkan dua markas besar keamanan di Damaskus.
Ikhwanul Muslimin menolak pernyataan saya bahwa organisasi al Qaeda telah bertanggung jawab atas serangan itu. Saya menyatakan, bahwa al Qaeda telah berhasil mencapai Suriah, dan akan memainkan peran kunci dalam konflik itu, oleh karena pengalaman mereka dalam perang gerilya.
Kedua orang itu pun mengatakan bahwa mereka marah dengan pernyataan saya, dan benar-benar menyangkal keberadaan al Qaeda di Suriah. Mereka berpendapat bahwa orang-orang Suriah tidak akan menerima keberadaan al Qaeda, lalu menambahkan bahwa Ikhwanul Muslimin telah menghentikan perjuangan bersenjata sejak terjadinya pembantaian Hama pada tahun 1982.
Kini, mas’ul aam Jabhah Nushrah, Muhammad al Jawlani, telah menyatakan kesetiaannya kepada sang pemimpin al Qaeda, Ayman al Zawahiri, dimana ini boleh jadi merupakan satu-satunya perkembangan terbesar di tengah-tengah krisis Suriah sejak awal Maret 2011.
Berita itu datang dari Abu Bakr al Baghdadi, pemimpin al Qaeda di Irak (AQI), yang mengumumkan bahwa front al Nusrah adalah perpanjangan AQI di Suriah.
Dalam pernyataannya, al Baghdadi menjelaskan bahwa AQI bermaksud untuk menciptakan organisasi baru yang akan membawa keduanya, baik AQI dan al Nusrah di bawah bendera Daulah Islam di Iraq dan Syam.
Pemimpin Islam itu mendesak faksi faksi Islam melawan rezim Suriah Presiden Bashar al Assad dengan tujuan akhir menerapkan UU syariat Islam.
Benar adanya bahwa al Jawlani berlepas diri dari pernyataan al Baghdadi, namun, ia menyatakan dirinya bangga dengan Daulah Islam Iraq dan mereka yang telah berjuang untuk meninggikan panjinya.
Tidaklah berlebihan jika saya katakan bahwa kolaborasi antara Jabhah Nushrah dan al Qaeda adalah perkembangan terbesar dalam krisis Suriah. Langkah ini telah membingungkan semua pihak yang pernah menyatakan dukungan untuk revolusi Suriah, terutama AS dan sekutunya dari kelompok-kelompok oposisi Suriah (yang berjuang melalui meja diplomasi).
Tentara Pembebasan Suriah (FSA) secara terang-terangan membantah koordinasinya dengan al Nusrah. Pemimpin Oposisi Moaz al Khatib, yang sebelumnya menyerang keputusan Amerika untuk menempatkan al Nusrah ke dalam daftar organisasi teroris, telah menolak ideologi al Qaeda, mengklaim bahwa ide-ide kelompok militan tidak sesuai dengan ide-ide yang dimiliki oleh Koalisi Nasional Suriah (SNC).
Kata-kata al Khatib memperlihatkan bahwa oposisi Suriah telah memutuskan untuk menjauhkan diri dari al Nusrah.
Sekarang ada dua proyek yang saling bertentangan dalam oposisi bersenjata Suriah.
Yang pertama, berusaha untuk mendirikan negara sipil dan demokratis dengan target merancang konstitusi, sebagaimana yang terjadi di negara-negara pasca-revolusioner lainnya, seperti Tunisia dan Mesir.
Yang kedua, berupaya untuk mendirikan negara Islam, berdasarkan Undang-undang syariat, dan membentuk bagian dari kekhalifahan Islam yang lebih luas.
Sungguh luar biasa, pernyataan kesetiaan Jabhah Nushrah kepada pemimpin al Qaeda, Ayman al Zawahiri, mereka umumkan sehari sebelum pertemuan antara pemimpin oposisi Suriah dan menteri luar negeri G8 di London, dimana akan berfokus pada pembahasan seputar keputusan Barat mempersenjatai oposisi Suriah (dalam artikel sebelumnya, Abdel Bari Atwan menyebutkan, bahwa yang dikehendaki Barat adalah mempersenjatai kelompok yang memiliki nilai-nilai Barat, -pent).
Delapan negara yang tergabung dalam G8, dimana AS menjadi pimpinannya, tidak begitu antusias untuk memberikan senjata pada oposisi Suriah setelah munculnya kabar deklarasi berafiliasinya al Nusrah pada al Qaeda. Kita tidak bisa mengesampingkan bahwa negara-negara itu akan menjawab panggilan untuk mempersenjatai hanya jika oposisi Suriah menggunakannya untuk memerangi Jabhah Nushrah, kelompok Islam Suriah yang berafiliasi dengan al Qaeda.
Konfrontasi antara FSA dan al Nusrah bisa dimulai dalam beberapa hari ke depan, sebagaimana yang Amerika Serikat yakini jika krisis Suriah semakin berkepanjangan, maka al Qaeda akan semakin meningkatkan pengaruhnya di wilayah Suriah.
Prioritas bagi Barat dan sekutunya di dunia Arab adalah untuk melindungi Israel. Jika Suriah menjadi negara Islam, itu akan menimbulkan ancaman serius bagi Israel.
Adalah fakta bahwa nama pemimpin al Nusrah adalah Muhammad al Jawlani, menunjukkan bahwa ia berasal dari wilayah Dataran Tinggi Golan, dan itu bukanlah suatu kebetulan.
Fakta bahwa AS mengirimkan sekretaris negara untuk menghidupkan kembali proses perdamaian, sementara sekretaris pertahanan AS mengunjungi Tel Aviv untuk menghidupkan kembali kerjasama militer antara Israel dan Turki, itu juga bukan suatu kebetulan.
Al Nusrah kini menghadapi dilema yang sulit, tidak hanya dalam krisis Suriah, tapi juga di Timur Tengah selama beberapa tahun ke depan.
Medan perlawanan Iraq, yang dipimpin oleh al Qaeda berhasil mengalahkan AS, sedangkan gerakan perlawanan Thaliban berhasil mengalahkan tentara NATO di Afghanistan.
Al Qaeda, secara keseluruhan, mencapai hasil maksimal sejak lengsernya mantan rezim Libya, dan jelas kini mengincar kemungkinan itu di Suriah.
Abdel Bari Atwan
Editor In Chief Al Quds Al Arabiyya
(shoutussalam/arrahmah.com)