YAMAN (Arrahmah.com) – Al-Qaeda di Jazirah Arab atau Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP) menyatakan serangan terhadap majalah satir Perancis Charlie Hebdo di Paris sebagai pembalasan bagi mereka yang melakukan penghinaan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam, ungkap seorang anggota kelompok Al-Qaeda yang berbasis di Yaman itu kepada Associated Press pada Jum’at (9/1/2014).
Sebuah edisi majalah Al-Qaeda di Jazirah Arab atau Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP), Inspire, sebelumnya dilaporkan pernah memuat sebuah poster ‘Wanted’ berisi pesan perburuan: ‘Hidup atau Mati bagi Mereka yang Melakukan Kejahatan terhadap Islam’.
Poster itu memuat daftar pelaku yang telah menyinggung Islam. Salah satu orang yang masuk dalam daftar itu adalah Stephane Charbonnier, pemimpin redaksi majalah anti-Islam “Charlie Hebdo” di Paris, Perancis. Selama ini Charbonnier hidup di bawah perlindungan polisi karena telah menerima sejumlah ancaman pembunuhan atas dirinya akibat ulahnya yang seakan tak pernah kapok menghina Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.
Seorang saksi mata mengatakan salah satu dari pelaku serangan pada hari Rabu (7/1) itu terdengar meneriakkan: “Kami telah membunuh Charlie Hebdo. Kami telah membalas [penghinaan terhadap] Nabi!”
Pemimpin redaksi dan kartunis penghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, Stephane Charbonnier, pun termasuk di antara 12 orang yang tewas dalam serangan itu.
Charbonnier, yang dikenal dengan panggilan Charb, dan jajarannya tewas di markas majalah Charlie Hebdo, dimana mereka mencari ketenaran dengan berulang kali menerbitkan karikatur yang menghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.
Salah satu dari dua bersaudara Kouachi yang terlibat dalam serangan itu pernah pergi ke Yaman pada tahun 2011 dan juga menerima pelatihan serta berjuang bersama kelompok itu, menurut pejabat AS dan Yaman. Intelijen AS menjelaskan kepada AP bahwa Said Kouachi dilatih dalam persiapan untuk kembali dan melancarkan sebuah serangan.
Jika pernyataan oleh anggota Al-Qaeda ini dikonfirmasi, serangan yang menewaskan 12 orang tersebut akan menjadi serangan kali pertama cabang Al –Qaeda di Yaman yang telah berhasil melakukan operasi di Barat setelah sedikitnya dua upaya sebelumnya.
Segera setelah itu, ulama senior AQAP Syaikh Haris An-Nadhari mengeluarkan rekaman di akun Twitter AQAP yang berisi pernyataan terhadap “serangan yang diberkati di Paris.” Dia menyebut Perancis sebagai “biang kekufuran yang menghina Nabi.” Dia memuji para pelaku serangan sebagai “pahlawan mujahidin” yang menurutnya “mengajarkan mereka [para penghina Nabi] sebuah pelajaran dan batas-batas kebebasan berbicara.”
Syaikh An-Nadhari tidak secara langsung mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, namun dia menambahkan, “Bagaimana kita bisa tidak melawan orang-orang yang menyakiti nabi kita, memfitnah agama kita dan memerangi kaum Muslimin.”
Untuk Perancis, dia berkata, “Sebaiknya kalian berhenti menyerang Muslim sehingga kalian dapat hidup dengan tenang. Tetapi jika kalian mengharapkan perang, maka bersukacitalah, kalian tidak akan menikmati kedamaian selama kalian memerangi Allah dan Rasul-Nya serta memerangi umat Islam.”
Anggota AQAP mengatakan kepada AP bahwa AQAP masih menunda deklarasi resmi mengenai tanggung jawab terhadap serangan tersebut karena alasan keamanan.
“Kepemimpinan AQAP mengarahkan operasi-operasi dan mereka telah memilih target mereka dengan hati-hati sebagai pembalasan atas “kehormatan” Nabi [yang dinodai],” kata anggota Al-Qaeada itu. Dia mengatakan Perancis menjadi sasaran “karena perannya yang jelas dalam perang melawan Islam dan bangsa-bangsa yang tertindas.”
Dia memperingatkan bahwa “menyentuh kesucian Islam dan melindungi orang-orang yang membuat penghujatan [terhadap Islam] harus dibayar dengan harga yang mahal dan hukuman yang berat,” dan bahwa “kejahatan negara-negara Barat, yang didalangi Amerika, Inggris dan Perancis akan menjadi bumerang jauh di rumah mereka.”
Dia mengatakan AQAP akan melanjutkan kebijakan Amir Al-Qaeda Syaikh Aiman Az-Zhawahiri, yakni “memukul kepala ular… sampai Barat mundur.” Dia juga mengutip peringatan Amir Al-Qaeda terdahulu Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah mengenai konsekuensi dari penghujatan terhadap kesucian Islam.
Anggota AQAP itu berbicara dengan syarat anonim karena dia tidak diizinkan oleh kelompoknya untuk memberitahukan namanya. Pernyataan yang sama dalam bahasa Arab kemudian juga diposting di Twitter oleh pengguna yang dikenal sebagai para pendukung AQAP.
Para saksi serangan pada Rabu (7/1) di Paris mengatakan Said Kouachi (34), salah satu pelaku serangan yang menyerbu kantor Charlie Hebdo, dalam serangan itu mengakui keterkaitannya dengan kelompok Yaman.
Sementara adiknya, Cherif Kouachi (32), pernah dihukum dengan tuduhan “terorisme” pada tahun 2008 karena hubungannya dengan sebuah jaringan pengiriman mujahidin untuk melawan pasukan salibis AS di Irak.
Dua bersaudara Kouachi telah gugur pada Jum’at (9/1) setelah melakukan perlawanan terhadap polisi Perancis yang mengepung mereka dalam akhir pengejaran yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut sejak aksi serangan itu.
Seorang pejabat keamanan Yaman mengatakan Said Kouachi diyakini telah berjuang Al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) pada tahun 2011 di provinsi Abyan.
Pada saat itu, para pejuang Al-Qaeda telah mendapatkan kemenangan selama perlawanan yang akhirnya menggulingkan Presiden Ali Abdullah Saleh. Para mujahid merebut beberapa kota besar dan kota-kota di bagian selatan negara itu.
Provinsi Abyan merupakan kubu Al-Qaeda di mana kelompok itu meluncurkan serangan terhadap pasukan pemerintah boneka dan serangan-serangan baru mereka untuk merebut lebih banyak wilayah.
Pejabat Yaman kedua berkata Kouachi diyakini merupakan di antara ratusan orang asing yang dideportasi pada tahun 2012, ketika pemerintah mengeluarkan banyak mahasiswa asing. Deportasi tersebut dilakukan karena pemerintah Yaman takut para mahasiswa asing itu berada di sana dengan alasan belajar bahasa Arab namun pada kenyataannya berhubungan dengan Al-Qaeda.
Kelompok ini juga disebut-sebut bertanggung jawab atas upaya untuk meledakkan sebuah pesawat trans-Atlantik ketika seorang Nigeria, Umar Farouk Abdulmutallab, yang belajar di London, dilaporkan mencoba meledakkan sebuah bom yang disembunyikannya.
Dia diduga mengklaim kepada penyelidik bahwa oknum AQAP melatih dirinya di Yaman, melengkapinya dengan alat peledak berkekuatan besar dan mengatakan kepadanya mengenai apa yang harus dilakukan.
Abdulmutallab juga memperingatkan bahwa ada orang lain seperti dirinya yang akan segera melancarkan serangan.
AQAP diyakini muncul di Arab Saudi pada Mei 2003, ketika menyatakan bertanggung jawab atas serangan bom istisyadiyah simultan pada tiga kompleks perumahan Barat di Riyadh, yang menewaskan 29 orang.
Salah seorang pejuangnya, Ibrahim, diklaim telah membuat bom serta perangkat yang digunakan oleh Abdulmutallab dalam upaya yang tidak berhasil untuk menghancurkan A330 Northwest Airlines Airbus pada Hari Natal 2009.
Dengan dalih melawan AQAP, Amerika Serikat telah melakukan sejumlah serangan pesawat tak berawak terhadap kelompok itu dan kamp pelatihan jihadnya, yang juga telah menjadi fokus bagi Perancis, Belgia, Inggris dan Jerman serta Afrika Utara.
(banan/arrahmah.com)