DAMASKUS (Arrahmah.id) — Di akun X miliknya, ideolog pro-Al Qaeda yang berbasis di Yordania, Isam Al-Barqawi alias Abu Muhammad Al-Maqdisi mengkritik keras Presiden Suriah Ahmad asy Syaraa dalam sebuah unggah yang terkait belasungkawa terhadap Paus Fransiskus yang meninggal beberapa hari lalu.
“Thaghoutiyah [status sebagai penguasa yang tidak Islami] benar-benar cocok untuk Al Jaulani (ket: nama alias Asy syaraa). Saya telah melihatnya seperti itu sejak lama, karena mereka yang sebelumnya dipenjara di penjaranya memberi tahu saya bahwa Hai’ah Tahrir Sham (HTS) menyerahkan [detail] keamanan, [protokol] interogasi, dan sidik jari mereka kepada intelijen Turki dan intelijen Turki mengkonfrontasi mereka dengan itu! Kemudian, saya memanggilnya sebagai ‘thaghout kecil.’ Kini anak-anaknya telah tumbuh dewasa dan menjadi thaghut resmi yang besar,” kritik Al Maqdisi, dikutip dari Memri (24/4/2025).
Al Maqdisi menyandingkan pidato Asy Syaraa untuk Paus Fransiskus dengan sebuah artikel berita yang melaporkan dukungan Paus Fransiskus terhadap pernikahan sesama jenis (LGBT).
Sebelumnya, pada tanggal 23 April, selain mengucapkan belasungkawa kepada umat Katolik Roma Suriah atas kematian Paus, Asy Syaraa menyatakan bahwa Paus telah berdiri bersama bangsa Suriah di masa-masa tergelapnya dan terus-menerus menyuarakan penolakannya terhadap kekerasan dan penindasan yang menargetkan rakyat Suriah.
Lebih lanjut, Asy Syaraa mengatakan bahwa seruan Paus melintasi batas politik dan warisan keberanian moral serta solidaritasnya akan tetap hidup di hati banyak orang di tanah air kita.
Pidato Asy Syaraa ini ternyata tidak hanya dikritik Al Maqdisi. Sejumah ulama salafi-jihadis di Suriah ikut berpendapat terkait hal tersebut. Mereka menuduh Asy Syaraa telah melanggar Islam dan menuduhnya sedang berusaha mencari simpati Barat.
Saluran Telegram “Min Idlib”, yang dijalankan oleh sekelompok ulama jihad yang berbasis di Idlib, membagikan tautan ke video yang menampilkan ulama jihad Saudi yang dipenjara ‘Abd Al-‘Aziz Al-Tarifi, di mana ia menyatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai kebolehan menyampaikan bela sungkawa kepada seorang kafir atas kematian seorang kafir lainnya, tetapi jika belasungkawa tersebut menunjukkan kelemahan umat Islam terhadap orang-orang kafir, maka hal itu dilarang dengan suara bulat.
Syeikh Abu Yahya Al Shami juga mengutip ulama Salafi Saudi yang telah meninggal, Ibn ‘Uthaymin, yang mengatakan bahwa meskipun tidak ada konsensus mengenai masalah ini, jika pidato penghormatan untuk orang kafir yang telah meninggal, maka hal itu dilarang. Jika tidak, maka hal itu dibolehkan hanya jika hal itu memajukan kepentingan umat Islam.
Ulama jihad kelahiran Saudi, Majed Al Rashed alias Abu Sayyaf, dengan sinis menggambarkan pidato penghormatan tersebut sebagai salah satu takluknya asy Syaraa. (hanoum/arrahmah.id)