KHARTOUM (Arrahmah.id) – Panglima militer Sudan Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan pada Senin (17/4/2023) memerintahkan pembubaran Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter dan mencapnya sebagai kelompok pemberontak, setelah tiga hari pertempuran sengit antara kedua belah pihak.
RSF telah dijadwalkan untuk digabungkan ke dalam tentara Sudan tetapi upaya ini gagal terjadi awal bulan ini “karena sikap keras kepala para pemimpin RSF”, demikian menurut kementerian luar negeri, yang membuat Burhan secara resmi membubarkan pasukan tersebut.
Pertempuran terus menyebar ke seluruh Sudan untuk hari ketiga saat tentara Sudan dan RSF bersaing untuk menguasai situs-situs utama di Khartoum dan sekitarnya, sementara warga sipil khawatir konflik mungkin baru saja dimulai.
Abdel Fattah Al-Burhan dan Jenderal Mohamed Hamdan Daglo – yang memimpin RSF dan secara resmi wakil Al-Burhan – sekarang terkunci dalam pertarungan “perebutan kekuasaan”, menurut analis militer Mamoun Abu Nuwar.
RSF mengatakan pada Senin (17/4) bahwa mereka telah menguasai Bandara Internasional Merowe. Rekaman konon menunjukkan pesawat yang terbakar di bandara dibagikan di media sosial. Pasukan paramiliter juga mengaku telah mengepung rumah Al-Burhan.
Militer dengan tegas membantah klaim RSF, Al-Burhan bersumpah untuk melaksanakan pembubaran kelompok tersebut.
Penduduk mengatakan mereka telah mulai meninggalkan ibu kota, di tengah jam malam yang menyebabkan kekurangan pangan akut saat Ramadhan hampir berakhir.
“Meskipun disarankan untuk tetap di rumah, banyak yang bergerak ke selatan menuju negara bagian Gezira di mana tidak ada pertempuran. Hal ini menyiratkan banyak orang berpikir konflik ini tidak akan segera berakhir. Sayangnya, bahasa dari para jenderal menunjukkan bahwa mereka mungkin benar,” cuit analis Sudan, Kholood Khair.
Saksi mata di pusat Khartoum mengatakan bahwa sebuah artileri menghantam departemen layanan darurat sebuah rumah sakit utama, menyebabkan cedera dan menjebak staf dan pasien di dalam gedung.
Kekerasan yang telah lama diantisipasi memuncak pada Sabtu (15/4) setelah ketegangan selama beberapa pekan antara dua jenderal yang merebut kekuasaan dalam kudeta 2021.
Pada 2021, kedua pemimpin telah menetapkan batas waktu untuk kembali ke pemerintahan sipil, yang telah berlalu pekan lalu.
Penduduk di Khartoum dan Omdurman berbicara tentang serangan udara yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Sudan, yang ditujukan ke posisi RSF di daerah padat penduduk.
Sementara itu, RSF mengatakan telah menangkap sejumlah tentara Mesir yang ditempatkan di pangkalan militer Merowe ketika pasukannya menyerbu fasilitas tersebut pada Sabtu (15/4).
Pasukan paramiliter mengatakan pada Senin (17/4) bahwa pihaknya berkomitmen untuk memastikan keselamatan semua personel militer yang berada dalam tahanannya.
Ada laporan yang diperdebatkan pada Ahad (16/4) bahwa tentara Sudan telah merebut kembali pangkalan tersebut dan RSF telah meninggalkannya tetapi membawa tentara Mesir bersama mereka.
Mesir mengatakan bahwa pasukannya ada di sana untuk “melakukan pelatihan bersama dengan rekan-rekan Sudan mereka” dan akan siap untuk bekerja dengan RSF untuk memulangkan pasukan.
Pertempuran juga telah memaksa Program Pangan Dunia (WFP) untuk menangguhkan pengiriman bantuan pangan, di mana tiga stafnya turut menjadi korban.
“Kami tidak dapat melakukan pekerjaan penyelamatan nyawa kami jika keselamatan dan keamanan tim dan mitra kami tidak dijamin,” kata WFP dalam sebuah pernyataan.
September lalu, WFP melaporkan bahwa setidaknya 15 juta orang, atau sepertiga dari populasi, menderita kelaparan di Sudan. (zarahamala/arrahmah.id)