(Arrahmah.com) – Al Baqillani rahimahullah adalah salah seorang ulama Malikiyyah yang sangat cerdas. Berasal dari Irak. Ahli dalam berbagai ilmu dan dengan kemampuan dialog seorang filsuf.
Suatu hari Khalifah muslimin mendapatkan surat dari raja Romawi. Raja Romawi meminta agar dikirimkan orang paling berilmu di kalangan muslimin. Khalifah segera bertanya di majlis kekhilafahan, tentang siapa orang yang layak untuk berdialog dan menjawab semua pertanyaan orang sekelas raja Romawi.
Salah seorang di majlis itu mengusulkan nama seorang anak muda yang bernama Abu Thayyib Al Baqillani. Khalifah pun mengutusnya.
Begitu Al Baqillani sampai di Romawi, dia menghadap ke istana raja. Sang raja merencanakan sejak awal pertemuannya untuk menjatuhkan utusan muslimin ini.
Maka sang raja duduk di singgasananya. Persis di hadapan singgasana raja ada pintu besar yang akan digunakan untuk Al Baqillani. Dalam pintu besar itu ada pintu kecilnya. Pintu besarnya ditutup dan yang dibuka adalah pintu kecilnya. Sehingga yang akan memasukinya pasti akan menundukkan kepalanya. Dan di hadapannya langsung raja nasrani.
Al Baqillani yang mengetahui hal tersebut, jiwanya tidak menerima diperlakukan dengan cara itu. Harus menunduk di hadapan raja nasrani (Subhanallah…IZZAH ayyuhal muslimun!!!). Maka Al Baqillani pun masuk dengan pantatnya terlebih dahulu.
Majlis pun dimulai oleh sang raja, “Saya dengar menurut agama kalian, bulan pernah terbelah untuk Rasul kalian?”
Al Baqillani menjawab, “Benar!”
Raja, “Apakah kalian punya hubungan khusus dengan bulan, sehingga bulan hanya terbelah untuk kalian tapi tidak terjadi pada umat sebelum kalian?”
Al Baqillani menjawab, “Bagaimana dengan Al Maidah (hidangan makanan) yang turun dari langit untuk Isa ‘alaihissalaam, apakah kalian juga punya hubungan khusus dengannya sehingga tidak diketahui oleh masyarakat manapun, kecuali kalian?”
Beberapa permasalahan dibahas dalam sidang itu. Tidak ada satupun ahli ilmu di sidang raja yang mampu mengalahkan Al Baqillani. Maka sang raja memutuskan untuk memanggil Paus tertinggi agama mereka.
Sang Paus datang. Melihat kedatangannya, Al Baqillani terlihat sangat gembira, mengagungkannya, dan menyambutnya.
Al Baqillani berkata, “Apak kabar tuan? Apa kabar istri tuan? Apa kabar anak-anak tuan?”
Semua yang hadir terheran-heran dengan sambutan itu.
Sang raja berkata: “Hei… tidak tahukah kamu kalau ini Paus yang suci dari semua itu (tidak menikah dan tidak punya anak)?”
Al Baqillani menghantam mereka semua,
“KALIAN SUCIKAN PAUS KALIAN DARI ISTRI DAN ANAK, SEMENTARA KALIAN TIDAK MENYUCIKAN TUHAN SEMESTA ALAM DARI ISTRI DAN ANAK?!”
Paus yang mendengar langsung berkata kepada raja, “Segera beri dia hadiah dan keluarkan dari negeri ini!”
(Kebenaran Islam itu, malamnya saja seperti siang…)
Oleh: Ustadz Budi Ashari, Lc.
(fath/parentingnabawiyah/arrahmah.com)