TEL AVIV (Arrahmah.id) – Lembaga penyiaran publik berbahasa Ibrani di ‘Israel’, Kan, melaporkan bahwa saluran berita satelit Al-Arabiya milik Saudi bekerja sama secara langsung dengan tentara ‘Israel’. Saluran tersebut menerima informasi eksklusif sebagai imbalan atas penyajian citra positif tentara ‘Israel’ kepada para pemirsanya di dunia Arab.
Al-Arabiya didirikan pada Maret 2003, tepat saat perang AS di Irak dimulai, oleh saudara ipar Raja Arab Saudi Fahd, dengan investasi tambahan dari Hariri Group Lebanon dan investor dari Arab Saudi, Kuwait, dan negara Teluk lainnya.
Kan melaporkan bahwa bias Al-Arabiya yang pro-‘Israel’ tampak jelas dalam tajuk utama dan konten berita terkini yang disiarkan oleh saluran tersebut.
Ketika ‘Israel’ membunuh Khalil al-Maqdah, seorang komandan sayap bersenjata faksi Palestina Fatah, dalam sebuah serangan terhadap mobilnya di Lebanon pada 22 Agustus, Al-Arabiya melaporkan bahwa ia menjadi sasaran serangan tersebut bahkan sebelum mereka yang berada di lapangan dapat mengidentifikasinya. Hal ini hanya mungkin terjadi jika militer ‘Israel’ memberikan informasi kepada saluran Saudi tersebut.
Kan melaporkan lebih lanjut bahwa kerja sama Al-Arabiya dengan tentara ‘Israel’ juga terbukti dalam ekspresi yang digunakan dan tidak digunakan saat melaporkan perang di Gaza, sesuai instruksi dari manajer umum saluran tersebut, Abdul Rahman al-Rashid.
Meskipun liputan Al-Arabiya tentang perang tersebut mungkin tampak serupa dengan media Arab lainnya, ada perbedaan penting yang tidak kentara dalam deskripsi yang digunakan Al-Arabiya untuk memihak ‘Israel’.
Sementara sebagian besar media Arab menggunakan kata “captive” untuk orang ‘Israel’ yang ditangkap Hamas pada 7 Oktober selama Operasi Banjir Al-Aqsa, Al-Arabiya malah menggunakan kata “hostage.”
Media berita Arab lainnya sering menyebut Israel sebagai “pendudukan” atau “entitas Zionis” dan tentaranya sebagai “tentara pendudukan” atau “pasukan pendudukan Israel.” Namun, Al-Arabiya menghilangkan frasa ini dan hanya menyebut “Israel” atau “tentara Israel.”
Media berita Arab lainnya menggunakan sebutan “syuhada” untuk warga Palestina yang menjadi korban tentara ‘Israel’, sementara Al-Arabiya menggunakan istilah “tewas”.
Media berita Arab sering menggunakan istilah “perlawanan Palestina” saat merujuk pada Hamas. Al-Arabiya cukup menyebutnya sebagai “gerakan Hamas” atau “organisasi Hamas”.
Dalam liputan Al-Arabiya, Hamas tidak diagungkan atau disajikan sebagai gerakan penting atau kuat.
Kan mengakhiri laporannya dengan menanyakan hasil apa yang akan diperoleh dari kolaborasi tentara ‘Israel’ dengan Al-Arabiya terhadap aliansi, perjanjian, dan hubungan ‘Israel’ dengan dunia Arab.
Pada Agustus, surat kabar ‘Israel’ Haaretz juga melaporkan bias pro-‘Israel’ dari Al-Arabiya. Surat kabar tersebut mencatat bahwa saluran tersebut memberi kesempatan kepada juru bicara militer ‘Israel’ Daniel Hagari untuk menjelek-jelekkan gerakan perlawanan Lebanon, Hizbullah, kepada para pemirsanya pada Juni.
Setelah kunjungan Amos Hochstein, penasihat senior Presiden AS Joe Biden ke Lebanon, Hagari tampil langsung di Al-Arabiya.
“Saya di sini, di utara,” kata Hagari, sebelum mengklaim bahwa Hizbullah “mengeksploitasi rakyat Lebanon,” yang menurutnya mungkin tidak mengetahui seluruh kebenaran tentang perang yang sedang berlangsung antara gerakan itu dengan ‘Israel’.
Haaretz menambahkan bahwa Al-Arabiya juga menonjol karena “liputannya yang simpatik” tentang Perjanjian Abraham ‘Israel’, yang ditandatangani dengan UEA dan Bahrain pada 2020. Jaringan tersebut bahkan menyiarkan rekaman dari Knesset pada saat penandatanganannya.
Surat kabar ‘Israel’ mengutip Orit Perlov, seorang peneliti di Institut Studi Keamanan Nasional (INSS) dan mantan penasihat di Departemen Luar Negeri AS, yang mengatakan, “’Israel’, pada bagiannya, bekerja sama dan menyampaikan pesan ke saluran tersebut.”
Pada Juli, The New Arab milik Qatar melaporkan bahwa rakyat Palestina marah dengan liputan pembantaian ‘Israel’ di kamp Al-Mawasi di Gaza karena biasnya terhadap ‘Israel’.
Serangan ‘Israel’ tersebut menewaskan sedikitnya 90 orang di wilayah Al-Mawasi, Khan Yunis, yang sebelumnya ditetapkan oleh tentara sebagai “zona aman” bagi warga sipil Palestina.
New Arab mencatat bahwa “sebagian besar korban syahid diyakini adalah warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Pasukan ‘Israel’ bahkan menyerang tim medis yang datang untuk membantu menyelamatkan korban serangan.”
Namun, berita utama yang diterbitkan oleh Al-Arabiya tentang pembantaian tersebut di situs webnya tidak menyebutkan jumlah korban syahid Palestina, tetapi malah berfokus pada klaim ‘Israel’ bahwa serangan itu menargetkan pemimpin sayap bersenjata Hamas, Mohammed Deif.
Saluran tersebut juga diduga hanya meliput klaim ‘Israel’ tentang serangan itu dan pada awalnya tidak menyiarkan atau menerbitkan bantahan Hamas, apalagi kesaksian warga Palestina yang terkena dampak serangan itu. (zarahamala/arrahmah.id)