XINJIANG (Arrahmah.id) — Aktivis Uighur menggambarkan kunjungan delegasi 30 ulama ke Provinsi Xinjiang sebagai ‘propaganda’ yang membantu Cina untuk terus menyangkal klaim telah memenjarakan ribuan Muslim Uighur.
Mereka mengecam kunjungan delegasi yang diselenggarakan Dewan Komunitas Muslim Dunia (WMCC) ke provinsi tersebut.
Beragam gambar yang diposting media pemerintah Cina menunjukkan delegasi WMCC, yang dipimpin oleh ulama UEA Ali Rashid al-Nuaimi, mengunjungi berbagai situs sebagai bagian dari tur multi-kota mereka di provinsi Xinjiang.
Didirikan di Uni Emirat Arab, WMCC mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk mendukung Muslim di negara mayoritas non-Muslim dan untuk melindungi mereka secara intelektual, spiritual, dan dari diskriminasi rasial atau pembersihan etnis.
Dalam pernyataan pers WMCC, Nuaimi, yang juga telah memperjuangkan normalisasi antara Israel dan dunia Arab, mengulangi klaim Cina bahwa tindakan kerasnya terhadap Uighur adalah bagian dari kebijakannya untuk memerangi terorisme di provinsi Xinjiang.
Namun Dolkun Isa, Presiden Kongres Uighur Dunia, membalas klaim Nuaimi dan mengatakan Cina sering menggunakan dalih memerangi terorisme untuk membenarkan kriminalisasi kepada komunitasnya. Hal ini meliputi praktik Muslim dasar seperti memakai janggut atau jilbab dan memiliki Al Quran.
“Sangat keterlaluan bahwa WMCC telah berpartisipasi dalam kunjungan propaganda ini dan sekarang menggemakan narasi pemerintah Cina ,” kata Isa dilansir dari Middle East Eye (11/1/2023).
“Ini adalah kesempatan yang sia-sia untuk mengajukan pertanyaan nyata tentang kondisi aktual Uighur dan secara terbuka mengutuk genosida saat ini, dan menunjukkan bahwa sebagai ‘perwakilan’ komunitas Muslim global, mereka benar-benar peduli dengan Muslim Uighur,” tambahnya.
“Para cendikiawan tertentu, terutama yang berasal dari negara-negara yang pernah mengalami genosida terhadap Muslim, seperti Bosnia, telah gagal belajar dari pengalaman masa lalu dan membela korban kejahatan kekejaman di tempat lain,” tambahnya lagi.
Pemerintah Cina dituduh menahan lebih dari satu juta warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya di wilayah Xinjiang Timur dan melakukan pelanggaran yang oleh beberapa orang disebut sebagai genosida. Meskipun Cina menyangkal semua tuduhan pelecehan.
Sementara Abduweli Ayup, seorang aktivis bahasa Uighur dari Kashgar, menggambarkan perjalanan itu sebagai penutup kejahatan Cina terhadap Uighur di Xinjiang.
Dia mengaku sangat marah oleh perwakilan dari Arab Saudi, rumah bagi situs-situs paling suci Islam, yang menghadiri delegasi tersebut. Ayup juga menceritakan betapa kecewanya dia melihat para sarjana Bosnia berpartisipasi dalam kunjungan tersebut.
“Ketika genosida Bosnia terjadi, saya ingat bagaimana orang Uighur di Kashgar, tempat asal saya, mengumpulkan uang untuk orang Bosnia,” kata Ayup kepada MEE.
“Sekarang pria dan wanita Muslim yang sama itu mendekam di kamp konsentrasi Cina karena mereka berani mempraktikkan keyakinan mereka di Cina,” tambahnya.
Anggota delegasi WMCC lainnya yang ikut termasuk penasihat Presiden Mesir Abdel Fateh el Sisi untuk urusan agama Usaama Al Azhari dan penasihat Perdana Menteri Tunisia Mestaoui Mohamed Slaheddine.
Dalam sebuah wawancara dengan saluran Emirati Al Ain, Azhar pada hari Senin menggambarkan Cina sebagai “saudara” dan mengatakan bahwa kunjungan itu penting untuk bertukar pengalaman memerangi terorisme.
Tahun lalu, Menteri Luar Negeri Cina menghadiri pertemuan Organisasi Negara-Negara Islam (OKI) di Islamabad dengan para juru kampanye Uighur mengkritik badan tersebut karena tidak angkat bicara tentang penderitaan mereka.
Kunjungan terakhir delegasi ini dilakukan setelah klaim bahwa Mesir, UEA, dan Arab Saudi telah mendeportasi warga Uyghur ke Cina meskipun ada kekhawatiran atas keselamatan mereka jika dipulangkan.
April lalu, Amnesty International meminta Arab Saudi untuk segera membebaskan empat warga Uighur, termasuk seorang gadis berusia 13 tahun dan ibunya, yang berisiko dibawa ke kamp interniran yang represif jika dikirim kembali ke Cina.
Buheliqiemu Abula dan putri remajanya ditahan di Makkah dan diberitahu oleh polisi bahwa mereka akan dideportasi ke Cina. Abula adalah mantan istri Nuermaimaiti Ruze, yang juga ditahan di Arab Saudi pada 2020 setelah mereka menunaikan ibadah haji. (hanoum/arrahmah.id)