SANA’A (Arrahmah.id) – Kelompok teroris Syiah Houtsi harus mengungkapkan lokasi semua ranjau yang telah mereka tanam untuk mencegah pertumpahan darah lebih lanjut dan membantu pemulihan ekonomi Yaman, kata para aktivis dan pejabat pemerintah.
Menteri Informasi Yaman Muammar Al-Eryani mengatakan baru-baru ini bahwa ranjau-ranjau tersebut dibuat oleh Iran dan “Hizbullah”, dan bukan oleh pemerintahnya, dan bahwa telah terjadi penanaman ranjau-ranjau tersebut secara “sembarangan” sejak kudeta Houtsi pada 2014.
Dia mengatakan bahwa Houtsi tidak membedakan antara wilayah militer dan wilayah sipil, (yang merupakan) salah satu kejahatan paling serius yang dilakukan terhadap masa kini dan masa depan rakyat Yaman, lansir Arab News (3/4/2023).
“Milisi telah menanam ranjau dalam jumlah yang belum pernah terlihat sejak Perang Dunia II. Mereka menanamnya di dalam rumah-rumah penduduk, sekolah, masjid, pasar, padang penggembalaan, ladang pertanian, sumber air, gedung-gedung pelayanan publik dan lembaga-lembaga pemerintahan. Mereka juga menanamnya di sepanjang jalan utama dan sekunder serta koridor navigasi maritim internasional.”
Al-Eryani mengatakan bahwa Program Aksi Ranjau Nasional telah mencatat “lebih dari 7.000 kasus di mana warga sipil, sebagian besar perempuan dan anak-anak, terbunuh atau terluka karena jaringan ranjau darat Houtsi. Laporan program tersebut menegaskan bahwa ranjau-ranjau tersebut tidak termasuk dalam peralatan tentara Yaman sebelum 2014 dan ranjau-ranjau tersebut dibuat secara lokal oleh Houtsi, di bawah pengawasan para ahli dari Korps Garda Revolusi Iran dan “Hizbullah” Libanon.
“Houtsi, di bawah pengawasan para ahli Iran, mengubah ranjau anti-tank menjadi ranjau anti-personil, secara inovatif membuat alat peledak improvisasi dengan menggunakan bahan peledak konvensional, seperti roket, selongsong peluru tank, dan selongsong artileri, serta mengkamuflase ranjau dan alat peledak tersebut sehingga tampak seperti batu yang secara alamiah cocok dengan lingkungan.”
Al-Eryani mengatakan bahwa Houtsi juga “membuat ranjau laut dan menanamnya di Laut Merah dan selat Bab Al-Mandab, yang menargetkan kapal-kapal komersial dan kapal tanker minyak, serta mengancam keamanan rute navigasi maritim internasional.” Hal ini mengakibatkan “puluhan kecelakaan” selama beberapa tahun terakhir di mana “kapal-kapal komersial dan kapal penangkap ikan menabrak ranjau laut, menewaskan dan melukai ratusan nelayan.”
Dia mengatakan bahwa “pemerintah yang sah, melalui Program Aksi Ranjau Nasional dan tim teknik militer Kementerian Pertahanan, telah mengerahkan upaya yang signifikan untuk menghilangkan dan menghancurkan ranjau, meningkatkan kesadaran tentang bahaya ranjau, dan membantu para korban dengan menyediakan operasi plastik, kaki palsu, dan layanan rehabilitasi yang diperlukan. Hal ini telah dilakukan melalui kemitraan dengan Program Pembangunan PBB, Proyek Saudi untuk Pembersihan Ranjau Darat di Yaman (atau Masam), dan negara-negara serta organisasi pendukung.”
“Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan penghargaan yang mendalam atas dukungan yang telah diberikan oleh saudara-saudara kita di Kerajaan Arab Saudi, melalui Pusat Bantuan dan Bantuan Kemanusiaan Raja Salman dan proyek Masam, kepada pemerintah dan rakyat Yaman dalam hal pembersihan ranjau yang ditanam oleh milisi Houtsi. Hal ini merupakan kelanjutan dari peran konstruktif mereka di Yaman,” kata Al-Eryani.
Dia mengecam Houtsi karena cara mereka membahayakan rakyat Yaman. “Saya menekankan bahwa milisi Houtsi yang secara sembarangan menanam ranjau anti-personil, ranjau anti-tank, dan bahan peledak di desa-desa dan kota-kota yang berpenduduk merupakan risiko yang terus menerus bagi kehidupan jutaan warga sipil. Ranjau-ranjau tersebut juga melumpuhkan kehidupan publik, membuat operasi bisnis masyarakat terhenti, memperburuk penderitaan kemanusiaan mereka dan menghambat upaya-upaya pembangunan. Dampak dan risiko yang menghancurkan dari masalah-masalah ini akan terus berlanjut hingga puluhan tahun ke depan, bahkan setelah perang berakhir,” katanya.
Mohammed Askar, mantan Menteri Hak Asasi Manusia Yaman, mengatakan bahwa ancaman terbesar yang ditimbulkan oleh ranjau darat adalah “kelompok-kelompok yang paling rentan, termasuk anak-anak dan perempuan. Masalah dengan ranjau adalah bahwa ranjau tidak hanya mempengaruhi masa kini negara yang dilanda perang itu secara signifikan, tetapi juga masa depan dan pembangunan yang berkelanjutan. Pemerintah Yaman telah menandatangani Konvensi Pelarangan Ranjau Anti-Personil, dan telah mulai membuang persediaan ranjau mereka. (Ini) sampai milisi Houtsi datang dengan teknologi Iran dan membuka gerbang neraka di Yaman.” (haninmazaya/arrahmah.id)