TEHERAN (Arrahmah.id) – Protes pecah di provinsi tengah Iran Isfahan pada Selasa (17/5/2022) dengan para demonstran meneriakkan nama-nama para pemimpin Iran, video yang dibagikan di media sosial menunjukkan.
Para pengunjuk rasa di kota Golpayegan Isfahan meneriakkan penentangan mereka terhadap otoritas tertinggi Iran, Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei, serta Presiden Ebrahim Raisi, video yang dibagikan di Twitter menunjukkan.
“Matilah diktator,” teriak pengunjuk rasa di Golpayegan, merujuk pada Khamenei dalam satu video. “Matilah Raisi,” teriak pengunjuk rasa di video lain, lansir Al Arabiya (17/5).
Protes telah pecah di beberapa provinsi Iran –termasuk Khuzestan, Lorestan, Charmahal dan Bakhtiari, Kohgiluyeh dan Boyer sejak pengumuman pemerintah pekan lalu bahwa harga bahan makanan pokok seperti minyak goreng, ayam, telur dan susu akan naik hingga 300 persen.
Aktivis telah melaporkan setidaknya enam kematian sejak protes dimulai pekan lalu, menyalahkan pasukan keamanan atas kematian tersebut. Suara tembakan terdengar di beberapa video protes yang menyebar di media sosial.
Pihak berwenang Iran belum melaporkan kematian apapun. Namun, seorang anggota parlemen mengatakan satu orang tewas dalam protes di Khuzestan tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Pada saat yang sama, media pemerintah menerbitkan rekaman seorang pria yang mengatakan putranya ditembak mati oleh pengunjuk rasa anti-rezim di Charmahal dan Bakhtiari. Aktivis mengatakan pihak berwenang menekan pria itu untuk membuat pernyataan dan bahwa putranya, bernama Saadat Hadipour, dibunuh oleh pasukan rezim.
Dari pemicu non-politik hingga perubahan rezim
Putaran protes terbaru di Iran –dipicu oleh kenaikan tajam harga makanan pokok– dengan cepat berubah menjadi alasan politik, dengan para demonstran menyerukan perubahan rezim di puluhan kota di Iran.
Itulah yang terjadi dengan protes di Iran dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2021, protes meletus karena kekurangan air. Pada 2019, kenaikan harga bahan bakar memicu protes di seluruh Iran. Pada tahun 2021 dan 2019, pemicu protes adalah non-politik, tetapi tuntutan para pengunjuk rasa pada akhirnya bersifat politis karena mereka menuntut perubahan rezim. (haninmazaya/arrahmah.id)