SWEIDA (Arrahmah.com) – Rakyat Suriah menggelar aksi unjuk rasa untuk hari ketiga berturut-turut dalam protes anti-rezim yang langka atas kondisi kehidupan yang memburuk pada Selasa (9/6/2020) di kota Sweida yang dikuasai rezim, ujar laporan kelompok pemantau.
Nilai pound Suriah telah anjlok tajam dalam beberapa hari terakhir di pasar informal, membuat harga-harga kebutuhan pokok di seluruh wilayah meroket, dan beberapa toko telah tutup.
Puluhan orang berunjuk rasa di kota Sweida yang dihuni mayoritas Druze Suriah untuk hari ketiga, kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) yang berbasis di Inggris, seperti dilansir AFP.
Protes dimulai pada Ahad (7/6) “dengan seruan untuk memperbaiki kondisi kehidupan sebelum tuntutan menjadi lebih politis”, kata kepala SOHR Rami Abdurrahman.
Pada Selasa, pria dan wanita berkumpul di dekat markas besar rezim di provinsi dan kemudian berbaris melintasi jalan-jalan kota, meneriakkan slogan-slogan anti-rezim, menurut sebuah video yang dirilis oleh outlet berita lokal Suwayda24.
“Rakyat ingin menggulingkan rezim,” teriak mereka dalam nyanyian yang mengingatkan pada pemberontakan 2011.
Dalam video yang diterbitkan oleh Suwayda24, massa juga meneriakkan nyanyian: “Revolusi, kebebasan, keadilan sosial,” dan “Turun (Presiden) Bashar Asad”.
Suriah telah bergulat dengan krisis ekonomi yang diperparah oleh sanksi Barat, karantina karena virus corona dan devaluasi cepat mata uang lokal.
Dari Sabtu hingga Senin, nilai tukar melonjak dari 2.300 menjadi lebih dari 3.000 pound terhadap dolar, lebih dari empat kali lipat kurs resmi sekitar 700.
Bahkan sebelum devaluasi terakhir, harga makanan telah meningkat 152% di Sweida hingga April, menurut Program Pangan Dunia (WFP).
Wilayah Sweida di selatan Damaskus adalah jantung Suriah dari komunitas minoritas Druze di negara itu, salah satu cabang Syiah. (haninmazaya/arrahmah.com)