SURABAYA (Arrahmah.com) – Aliansi Solidaritas untuk Muslim (Asoum) Jawa Timur berpandangan bahwa kejadian bentrokan antara warga versus anggota FPI di Kabupaten Lamongan merupakan bagian skenario secara sistematis untuk membubarkan organisasi FPI secara kelembagaan.
“Tapi, insya Allah tak akan ada yang mampu membubarkan FPI kendati dalam beberapa tempo terakhir ada indikasi gerakan sistematis untuk mendegradasi yang mengarah pembubaran ormas ini,” ujar juru bicara Asoum Jatim, Ustadz Zulkarnain di Surabaya, Senin (12/8/2013) petang.
Menyikapi kasus Lamongan ini, Asoum Jatim tak tinggal diam. Pada Senin malam ini, sejumlah pimpinan dan pengurus Asoum Jatim bergerak Lamongan untuk mencari data dan investigasi tentang realitas sesungguhnya kejadian pada Senin dini hari tersebut.
Asoum Jatim mengungkapkan simpati dan empati terhadap FPI. Kendati sejak 3 tahun lalu, kata Zulkarnain, FPI Lamongan dinyatakan tak ada setelah terjadi perbedaan jalan pemikiran dan gerakan perjuangan dengan induk organisasinya.
“Tapi, orang luar tak mungkin bisa memisahkan secara tegas bahwa mereka bukan anggota FPI. Secara kelembagaan kemungkinan sudah tak ada, tapi tak ada salahnya kami memberikan simpati dan empati kepada mereka,” tambahnya.
Sebab, katanya, sejauh informasi yang diterima pengurus Asoum Jatim bahwa yang bentrok itu bukan anggota FPI versus warga, namun antara anggota dan atau mantan anggota FPI dengan komunitas preman yang tak suka dengan model dakwah yang dilakukan FPI. “Yang terjadi di Lamongan adalah bukan FPI melakukan sweeping, tapi anggota FPI yang di-sweeping,” ungkapnya.
Asoum mengingatkan bahwa apa yang dilakukan anggota FPI di Lamongan untuk memberantas kemaksiatan, menegakkan amar makruf nahi munkar mesti didukung banyak pihak. “Saya kira yang membuat masalah bukan anggota FPI, tapi diduga anak buahnya Syaiful dan lainnya. Sebab, 3 tahun lalu FPI Lamongan telah dibekukan karena perbedaan jalan pemikiran dengan induk organisasinya di pusat,” katanya.
Dia menambahkan, cikap-bakal dibentuknya FPI di Lamongan diawali dari gerakan dakwah yang dilakukan Ustadz Asfandi Baja. Dalam gerakan dakwahnya, Ustadz Asfandi kerapkali menyerukan diberantasnya peredaran dan perdagangan miras dan pil koplo di Lamongan, khususnya di kawasan utara daerah itu. Bahkan, karena kegigihannya dalam menjalankan dakwah yang bersifat tegas itu, Ustadz Asfandi sempat dipukul beberapa orang yang tak suka dengan materi dakwahnya.
“Kenyataan ini yang mendorong pembentukan dan berdirinya FPI Lamongan. Mas, tentu masih ingat bagaimana ketua FPI Lamongan pernah menghentikan minibus yang dipakai untuk mengangkut miras. Minibus dihentikan dan miras itu lantas dituangkan ke pemilik dan pengemudi mobil tersebut. Ini menunjukkan betapa berani dan gigihnya anggota FPI Lamongan dalam memberantas kemaksiatan,” ungkapnya.
Dalam bingkai makro terkait gerakan deradikalisasi Islam yang dicanangkan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), Ustadz Zulkarnain menilai bahwa apa yang terjadi di Lamongan pada Senin dini hari itu kemungkinan besar tak bisa dilepaskan dari kebijakan dan strategi memadamkan gerakan Islam di Indonesia. Gerakan deradikalisasi itu jika tak mampu tercapai target dan tujuannya, terbuka peluang berubah menjadi gerakan radikalisasi. “Makanya, kami bersimpati dan empati dengan anggota FPI Lamongan yang justru jadi korban. Kami membaca bahwa ini merupakan gerakan sistematis melemahkan dan membubarkan FPI. Tapi, kami tak gentar dan tak surut menghadapi gerakan pelemahan yang mengarah pembubaran FPI ini,” tegas Ustadz Zulkarnain.
(azmuttaqin/beritajatim/arrahmah.com)