MULTAN (Arrahmah.com) – Sebuah aksi istisyhadah menewaskan 15 orang dan melukai seorang politikus oposisi Pakistan pada Senin (6/10) dalam serangan terakhir untuk menekankan ancaman oleh Taliban dan al Qaeda.
Mujahidin meledakkan dirinya dalam kerumunan orang di rumah Rashid Akbar Nowani, seorang anggota parlemen minoritas Syiah dari partai mantan perdana menteri Nawaz Sharif, di kota Bhakkar di provinsi Punjab, kata polisi.
Pemerintah baru Pakistan sedang memerangi gelombang serangan para mujahidin di daerah suku yang berbatasan dengan Afghanistan, dan juga di bawah tekanan intensif AS untuk menindak keras mereka (mujahidin-red).
“Itu adalah serangan bunuh diri, kepala pembomnya telah ditemukan,” pejabat senior polisi Khadim Hussain mengatakan.
“Pembom itu berjalan ke rumah anggota parlemen tersebut dan meledakkan dirinya di tengah kerumunan pekerja partai, pendukung dan keluarga,” kata Hussain.
Kepala polisi setempat Iqbal Qureshi mengatakan korban tewas telah meningkat menjadi 15 orang.
Beberapa pejabat rumah sakit mengatakan sedikitnya 60 orang terluka, termasuk Nowani, yang menderita luka kaki.
“Kondisinya tidak serius, ia baik,” kata saudara laki-laki politikus itu, Saeed Akbar.
Empat hari sebelumnya juga terjadi ledakan di luar rumah anggota senior koalisi yang berkuasa di Pakistan di sebuah kota di baratlaut Pakistan, menewaskan empat orang.
Politikus tersebut mengkampanyekan anti-Taliban dan pemimpin Partai Nasional Awami Asfandyar Wali Khan, nyaris selamat dari serangan ketika pengawalnya melompati pembom tersebut.
Mujahidin juga menembakkan roket pada Minggu (5/10) di rumah keluarga menteri besar Provinsi North West Frntier, Amir Haider Khan Hoti, tapi tidak menimbulkan korban.
Serangan itu memperbesar tekanan pada Presiden Asif Ali Zardari, duda dari mantan perdana menteri Benazir Bhutto yang terbunuh, untuk memerangi para mujahidin atas pesanan negara kafir penjajah AS.
Pakistan masih terhuyung-huyung dari serangan di hotel Marriott di Islamabad pada 20 September yang menewaskan 60 orang. Beberapa pejabat mengatakan itu (serangan) merupakan serangan balas dendam atas operasi militer di wilayah suku di Barat laut Pakistan.
Hubungan dengan sekutu juga dalam krisis di tengah serangkaian serangan AS dan serangan rudal dengan sasaran para mujahidin di wilayah Pakistan, yang ternyata menewaskan warga sipil.
Pemerintah Pakistan Senin (6/10) membantah laporan surat kabar AS bahwa Zardari telah mengakui serangan rudal tidak populer besar-besaran itu merupakan bagian dari perjanjian dengan AS.
“Kami memiliki saling-pengertian, dalam hal bahwa kami menentang musuh bersama,” kata Zardari seperti dikutip oleh Wall Street Journal ketika ditanya mengenai serangan itu.
“Ia (Zardari) pernah mengatakan bahwa serangan itu dilakukan denga pengetahuan atau izin kami,” Menteri Informasi Sherry Rehman mengatakan pada televisi pemerintah ketika ditanya soal wawancara itu.
“Kami telah mengatakan bahwa kapan saja ada beberapa data intelijen pada pasukan koalisi (pimpinan-AS), mereka akan membaginya dengan kami,” katanya.
Ia secara khusus juga membantah bahwa Pakistan telah memberi izin bagi serangan darat oleh pasukan khusus AS pada 3 September yang mana 15 warga Pakistan tewas.(Hanin Mazaya/Arrahmah.com)