DHAKA (Arrahmah.id) — Setidaknya dua orang tewas usai ditembak polisi saat demonstrasi memprotes pemadaman listrik bergilir berlangsung rusuh di Bangladesh pada akhir pekan lalu.
Salah satu yang tewas yakni pemimpin gerakan mahasiswa dari partai oposisi utama Bangladesh, Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), Nur Alam. Ia meninggal pada Rabu (3/8/2022) usai ditembak polisi saat memimpin protes di pulau selatan Bhola.
“Polisi menggunakan tongkat untuk memukul para aktivis kami dan kemudian mereka melepaskan tembakan dan salah satu pejabat partai kami ditembak mati pada hari itu,” kata Khan, dikutip dari The Straits Times (4/8)
Ia kemudian berkata, “Sebanyak 30 aktivis terluka. Satu dari mereka meninggal di rumah sakit Dhaka hari ini, dia juga ditembak.”
Khan menjelaskan bahwa ribuan aktivis BNP turun ke jalan memprotes pemerintah dalam beberapa waktu terakhir untuk memprotes pemadaman listrik bergilir.
Pemadaman listrik ini berlangsung di tengah krisis energi yang menerjang Bangladesh. Pemerintahan Perdana Menteri SheikhHasina itu memberlakukan pemadaman listrik bergirik sebagai salah satu upaya berhemat.
Sebagai upaya penghematan pemerintah juga meminta seluruh masjid di Bangladesh untuk membatasi penggunaan AC.
Sementara itu, Kepala Polisi Bhola, Saiful Islam, mengatakan petugas terpaksa melepaskan tembakan usai sekitar 4.000 pengunjuk rasa melempar batu bata dan menembaki polisi.
Para pejabat mengatakan pemerintah juga meluncurkan langkah pembatasan impor dan pemangkasan anggaran belanja pembangunan.
Mereka juga menonaktifkan pembangkit listrik di seluruh negeri, sementara itu beberapa pembangkit listrik tenaga gas juga tak beroperasi.
Islam menerangkan sebanyak 10 petugas terluka, termasuk satu yang tertembak. Pendukung BNP, lanjutnya, menyandera beberapa petugas.
“Sebanyak 10 orang ditangkap,” kata dia. Islam juga tak menampik soal kematian orang kedua BNP.
BNP lalu menyerukan demonstrasi lagi di Bangladesh pada hari ini, seperti dikutip AFP.
Protes besar muncul saat Bangladesh mengalami pemadaman listrik yang lama, bahkan bisa mencapai 13 jam per hari. Pihak berwenang tengah berusaha mendapat cukup solar dan gas.
Pekan lalu, Dhaka meminta Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mendukung mengatasi krisis yang dipicu lonjakan harga energi.
Media lokal, Daily Star, melaporkan pemerintah tengah mencari US$4,5 miliar atau sekitar Rp67 triliun dari IMF usai beberapa perwakilan mereka berkunjung.
Para pejabat mengatakan pemerintah juga meluncurkan langkah pembatasan impor dan pemangkasan anggaran belanja pembangunan.
Mereka juga menonaktifkan pembangkit listrik di seluruh negeri, sementara itu beberapa pembangkit listrik tenaga gas juga tak beroperasi. (hanoum/arrahmah.id)